PENDAHULUAN
H.
Hugh Heglo dalam Zainal Abidin Said 2004 menyebutkan kebijakan sebagai “a
course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu
tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Carl Friedrich dalam
Zainal Abidin Said 2004 mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu
kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau
kehendak (purpose). Dalam Perkebunan, penetapan harga yang wajar dan
sesuai dengan kualitas yang ditawarkan produksi akan memberikan pengaruh
terhadap pembentukan pendapatan petani. Namun jika harga yang ditetapkan tidak
sesuai dengan kualitas produk, hal ini akan berakibat negative terhadap
pendapatan dan kelangsungan koperasi.
Kebijakan
mengenai penetapan harga merupakan salah satu faktor yang bisa mengakibatkan
rasa kesetiaan dan kepercayaan petani pada koperasi akan berkurang dan
berakibat berpalingnya petani dari koperasi tersebut. Menurut Frederick F.
Reichheld (2000), kesetiaan itu terdiri dari tiga bentuk, yaitu kesetiaan
pelanggan, kesetiaan karyawan, dan kesetiaan investor. Ketiga jenis kesetiaan
tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait satu dengan yang
lainnya. Kesetiaan pelanggan dapat terlihat dari seringnya pelanggan melakukan
pembelian berulang (repeat order) terhadap produk-produk yang dijual
oleh perusahaan. Ini bisa terjadi apabila pelanggan sangat menyadari bahwa
nilai (value) yang diberikan oleh produk perusahaan sangat bermakna
untuk dirinya.
Pengertian Kebijakan
Banyak definisi yang dibuat oleh
para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Thomas Dye dalam buku Zainal Abidin
Said (2004) http://massofa.wordpress.com/2008/11/13/kajian-ilmu-kebijakan/ menyebutkan kebijakan sebagai
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi ini
dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton,
Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan
pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara
keseluruhan.” Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang
meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang
wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara
Lasswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan
dengan tujuan, nilai dan praktek. Carl Friedrich dalam Zainal Abidin Said
(2004) mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah
adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).
H. Hugh Heglo dalam Zainal
Abidin Said (2004) menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action
intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya
diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan.
1. Tujuan. Di sini yang
dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the
desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan
saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan
tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa
saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru
diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya, dan ada ”faktor pendukung”
yang diperlukan.
2.
Rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk
mencapainya.
3. Program atau cara
tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
4. Keputusan, yakni
tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan
menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program dalam masyarakat.
Selanjutnya Heglo mengatakan bahwa
kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analisis dari pada sebagai
suatu rumusan kata-kata. Sebab itu, katanya, isi dari suatu kebijakan lebih
dapat dipahami oleh para analis daripada oleh para perumus dan pelaksana
kebijakan itu sendiri. Bertolak dari sini, Jones merumuskan kebijakan sebagai
perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam
dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum. Definisi ini memberi
makna bahwa kebijakan itu bersifat dinamis ini akan dibicarakan secara khusus
dalam bagian lain, dalam hubungan dengan sifat dari kebijakan. Sejalan dengan
perkembangan studi yang makin maju, William Dunn mengaitkan pengertian
kebijakan dengan analisis kebijakan yang merupakan sisi baru dari perkembangan
ilmu sosial untuk pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu dia
mendefinisikan analisis kebijakan sebagai ilmu sosial terapan yang menggunakan
berbagai metode untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang
relevan yang dipakai dalam memecah persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Di
sini dia melihat ilmu kebijakan sebagai perkembangan lebih lanjut dari
ilmu-ilmu sosial yang sudah ada.
Kata kebijakan secara etimologis
berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata policy sedangkan
kebijaksanaan berasal dari kata Wisdom. Dalam konstek tersebut penulis
berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah kebijaksanaan. Hal
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian kebijaksanaan memerlukan
pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut, sedangkan kebijakan mencakup
aturan-aturan yang ada didalamnya termasuk konstek politik karena pada
hakikatnya proses pembuatan kebijakan itu sesunguhnya merupakan sebuah proses
politik. Didalam Kamus Manajemen diberikan pengertian untuk istilah tersebut
yaitu, kebijakan adalah suatu peraturan atau suatu arah tindakan yang
ditentukan sebelumnya yang dibuat oleh manusia yang ditentukan untuk membimbing
pelaksanaan pekerjaan kearah tujuan organisasi.
Melengkapi uraian tersebut, akan
peneliti kemukakan beberapa pengertian kebijakan dari beberapa para ahli yang
mengetahui dan memahami tentang kajian kebijakan, yaitu Lasswell dan Kaplan
sebagai mana dikutip oleh Irfan Islamy dalam bukunya yang berjudul Prinsip–prinsip
Perumusan Kebijaksanaan Negara mengartikan bahwa kebijakan Sebagai “suatu
program pencapaian tujuan, nilai-nilai, dan tindakan-tindakan yang terarah”
(Islamy, 2000 : 14).
Kleijn dalam Hoogerwerf,
(2005:7). memberikan definisi kebijakan sebagai berikut : “suatu tindakan
secara sadar dan sistematis, dengan menggunakan sarana-sarana yang cocok,
dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran, yang dijalankan langkah demi
langkah”. Makna kebijakan diatas, berupa tindakan yang dilakukan langkah demi
langkah menunjukan tindakan yang berpola, hal itu sejalan dengan pandangan
Solichin Abdul Wahab yang menegaskan bahwa : “Policy itu adalah suatu tindakan
berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk
melakukan sesuatu”. (Abdul Wahab, 2001 : 3).
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas penulis menyimpulkan bahwa kebijakan merupakan tindakan secara sadar dan
sistematis yang dilakukan dengan langkah demi langkah sebagai suatu tindakan
berpola yang mengarah pada sasaran atau tujuan tertentu.
Kriteria –Kriteria Kebijakan
Adanya Kriteria-kriteria kebijakan
menurut William N Dunn yaitu :
1. Penyusunan
agenda adalah perumusan masalah yang dapat memasok pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi
masalah.
2. Formulasi
kebijakan adalah peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat
dari diambilnya alternatif.
3. Adopsi kebijakan
adalah rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan tentang kebijakan
tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa
mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.
4. Implementasi
kebijakan adalah pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya.
5. Penilaian
kebijakan adalah evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang
benar-benar dihasilkan.
Berdasarkan pendapat diatas bahwa
kriteria-kriteria yang dijadikan landasan dalam suatu kebijakan yaitu :
Penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, penilaian kebijakan.
Teori Pengambilan Kebijakan
Mulyono (2009) dalam karya ilmiah
Teori pengambilan keputusan, menyatakan kebijakan adalah suatu
tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor
atau beberapa aktor berkenaan dengan suatu masalah. Tindakan para aktor
kebijakan dapat berupa pengambilan keputusan yang biasanya bukan merupakan
keputusan tunggal, artinya kebijakan diambil dengan cara mengambil beberapa
keputusan yang saling terkait dengan masalah yang ada. Pengambilan keputusan
dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan
alternatif yang tersedia.
1.
Teori Rasional Komprehensif
Barangkali teori pengambilan
keputusan yang biasa digunakan dan diterima oleh banyak kalangan adalah teori rasional
komprehensif yang mempunyai beberapa unsur :
a. Pembuatan keputusan
dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari
masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat
diperbandingkan satu sama lain (dapat diurutkan menurut prioritas masalah).
b. Tujuan-tujuan,
nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat keputusan sangat jelas
dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya.
c. Bermacam-macam
alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara saksama.
d. Asas biaya
manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk menentukan prioritas.
e. Setiap
alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk membandingkan dengan
alternatif lain.
f. Pembuat
keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan, nilai, dan
sasaran yang ditetapkan.
Teori rasional komprehensif ini
menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya
adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenahi berbagai
alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif
yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan mempertimbangkan
banyak masalah yang saling berkaitan. Pengambil keputusan sering kali memiliki
konflik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini
oleh masyarakat. Karena teori ini mengasumsikan bahwa fakta-2 dan nilai-nilai
yang ada dapat dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit
membedakan antara fakta dilapangan dengan nilai-nilai yang ada. Ada beberapa
masalah diperbagai negara berkembang seperti Indonesia untuk menerapkan teori
rasional komprehensif ini karena beberapa alasan yaitu:
1. Informasi dan data
statistik yang ada tidak lengkap sehingga tidak bisa dipakai untuk dasar
pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan terjadi sebuah keputusan yang
kurang tepat.
2. Teori ini
diambil/diteliti dengan latar belakang berbeda dengan nagara berkembang ekologi
budanyanya berbeda.
3. Birokrasi dinegara
berkembang tidak bisa mendukung unsur-unsur rasional dalam pengambilan keputusan,
karena dalam birokrasi negara berkembang kebanyakan korup sehingga menciptakan
hal-hal yang tidak rasional.
2.
Teori Inkremental
Teori ini dalam mengambil keputusan
dengan cara menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan
model yang sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil
keputusan. Teori ini memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
a. Pemilihan tujuan
atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapanya
merupakan hal yang saling terkait.
b. Pembuat
keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang langsung
berhubungan dengan pokok masalah, dan alternatif-alternatif ini hanya dipandang
berbeda secara inkremental atau marjinal
c. Setiap
alternatif hanya sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenai sebab dan
akibatnya.
d. Masalah yang
dihadapi oleh pembuat keputusan di redifinisikan secara teratur dan memberikan
kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga
dampak dari masalah lebih dapat ditanggulangi.
e. Tidak ada
keputusan atau cara pemecahan masalah yang tepat bagi setiap masalah. Sehingga
keputusan yang baik terletak pada berbagai analisis yang mendasari kesepakatan
guna mengambil keputusan.
f. Pembuatan
keputusan inkremental ini sifatnya dalah memperbaiki atau melengkapi keputusan
yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan penyempurnaan.
3.
Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory)
Beberapa kelemahan tersebut menjadi
dasar konsep baru yaitu seperti yang dikemukakan oleh ahli sosiologi organisasi
Aitai Etzioni dalam Mulyono (2009) yaitu pengamatan terpadu (Mixid Scaning)
sebagai suatu pendektan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat
fundamental maupun inkremental. Keputusan-keputusan inkremental memberikan arahan
dasar dan melapangkan jalan bagi keputusan-keputusan fundamental sesudah
keputusan-keputusan itu tercapai. Model pengamatan terpadu menurut Etzioni akan
memungkinkan para pembuat keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan
teori inkremental pada situasi yang berbeda-beda. Model pengamatan terpadu ini
pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan
model rasional komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan
keputusan.
Syarat-Syarat Pelaksanaan Kebijakan
Implementasi atau pelaksanaan
kebijakan merupakan salah satu bagian dari proses kebijakan. Menurut Hoogerwerf
dalam Skripsi Ahmad Jaya (2005: 47) merumuskan pelaksanaan kebijakan sebagai
berikut : “pengunaan sarana-sarana yang dipilih untuk tujuan-tujuan yang
dipilih dan pada urutan waktu yang dipilih”. Pelaksanaan kebijakan merupakan
salah satu tahap yang sulit karena terlibat banyak pihak atau aktor yang
kemungkinan berbeda kepentingan dan aspirasinya. Untuk mengetahui sejauhmana
suatu pelaksanaan kebijakan pemerintah itu mencapai tujuannya (efektif) maka
perlu dicarikan faktor penyebab yang mempengaruhi atau menentukan berhasil
tidaknya suatu pelaksanaan kebijakan. Syarat-syarat tersebut ada 4 (empat)
macam yaitu :
1. Isi kebijakan:
Isi kebijakan yang akan dilaksanakan
dapat mempersulit pelaksanaannya dengan berbagai cara, pertama-tama samarnya
isi kebijakan yaitu tidak terperincinya tujuan-tujuan, sarana-sarana, dan
penetapan prioritas program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.
2. Informasi kebijakan:
Pelaksanaan suatu kebijakan
memperkirakan atau yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu untuk
dapat memainkan perannya dengan baik.
3. Dukungan kebijakan:
Pelaksanaan suatu kebijakan akan
sangat dipersulit jika para pelaksana tidak cukup dukungan untuk kebijakan,
karena disini terkait kepentingan pribadi dan tujuan pelaksana, juga
pengharapan-pengharapan tentang efektifitas sarana yang dipilih, keunggulan
situasi masalah, latar belakang histories, tradisi dan kebiasaan rutin serta
pendapat mengenai cara bagaimana pelaksanaan diorganisasi.
4. Pembagian
potensi kebijakan:
Mencakup tingkat diferensiasi tugas
dan wewenang, masalah koordinasi, terutama jika kepentingan terwakili sangat
berlainan, timbulnya masalah pengawasan ataupun timbulnya pergeseran tujuan,
struktur organisasi pelaksana kebijakan, bila pembagian wewenang dan tanggung
jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas, atau ditandai
pembatasan-pembatasan yang kurang jelas.
1. Kekuatan Pasar
Melalui kekuatan pasar, harga di
sepanjang rantai supply berpengaruh karena permintaan di industri hulu
merupakan turunan permintaan dari permintaan di industri hilir. Harga produk di
industri hulu dipengaruhi oleh harga produk di industri hilir atau dengan kata
lain harga TBS dipengaruhi oleh harga CPO (Chalil dan Zen, 2009:45).
2. Kebijakan Pemerintah
Untuk menghindari pengaruh negatif
perubahan dunia, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan harga yang
diharapkan dapat melindungi petani. Kebijakan pemerintah dalam menentukan harga
akan mempengaruhi kemampuan petani untuk berproduksi. Penetapan Harga Pembelian
Hasil Produksi Pekebun ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 627/Kpts.II/1998, dan Peraturan Menteri Pertanian No.
395//Kpts/OT.140/11/2005. Rumus Harga pembelian ditetapkan sebagai berikut:
HTBS = K (HCPO x RCPO + HIS xRIS)
dimana:
HTBS
|
Harga TBS yang diterima oleh pekebun
ditingkat pabrik, dinyatakan dalam Rp/Kg.
|
K
|
Indeks proporsi yang menunjukan
bagian yang diterima oleh pekebun, dinyatakan dalam persentase (%).
|
Hms
|
Harga rata-rata minyak sawit kasar
(CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing
perusahaan pada periode sebelumnya,dinyatakan dalam Rp/Kg.
|
Rms
|
Rendemen minyak sawit kasar (CPO),
dinyatakan dalam persentase
|
His
|
Harga rata-rata inti sawit (PK)
tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing
perusahaan pada periode sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/Kg.
|
Ris
|
Rendemen inti sawit (PK),
dinyatakan dalam persentase (%).
|
2.1.5 Pengertian Kebijakan Harga
Menurut Moekijat (2003:441)
mengenai: “Kebijakan harga adalah suatu keputusan-keputusan mengenai
harga-harga yang akan diikuti untuk suatu jangka tertentu”. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan, biasanya
kebijakan harga tersebut berlaku untuk sementara waktu saja selama masa
menguntungkan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengikuti
perkembangan harga dan situasi pasar. Unsur harga tersebut dalam waktu tertentu
dirubah atau tidak. Apabila selama batas waktu tertentu keadaan menguntungkan,
maka kebijakan harga harga tersebut ditinjau kembali apabila situasi dan
kondisi perusahaan mengalami perubahan, sehingga tidak mungkin lagi untuk
dipertahankan agar produsen maupun konsumen tidak saling dirugikan.
Menurut Kotler dalam bukunya
berjudul Manajemen Pemasaran (2002:56). Dalam Menyusun kebijakan
penetapan harga, perusahaan mengikuti prosedur enam tahap penetapan harga
yaitu:
1. Perusahaan
memilih tujuan penetapan harga.
2. Perusahaan memikirkan
kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjual pada tiap
kemungkinan harga.
3. Perusahaan
memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagi level produksi dan
berbagai level akumulasi pengalaman produksi.
4. Perusahaan
menganalisa biaya, dan tawaran pesaing.
5. Perusahaan
menyeleksi metode penetapan harga.
6. Perusahaan
memilih harga akhir.
2.1.6 Tujuan
Kebijakan Harga
Pada umumnya perusahaan dalam
mengadakan kebijakan harga mempunyai beberapa tujuan. Tujuan kebijakan harga
tersebut dikemukakan sebagai berikut Menurut Lamarto dalam bukunya berjudul Strategi
Pemasaran (2006:314),yaitu:
a. Berorientasi pada laba.
1) Mencapai target laba investasi
atau laba penjualan bersih.
Perusahaan menetapkan harga
produknya atau jasa yang diberikan atas dasar sasaran pencapaian prosentase
tertentu untuk pengembalian investasi atau laba penjualan bersih. Sasaran
seperti ini menjadi kacau baik bagi perusahaan maupun pialangnya.
2) Memaksimalkan laba.
Sasaran penetapan harga atau dasar
menghasilkan uang sebanyak-banyaknya mungkin merupakan sasaran yang paling
banyak dianut oleh perusahaan. Dalam teori ekonomi atau praktek bisnis, tidak
ada yang salah dengan sasaran seperti ini. Secara teoritis apabila laba menjadi
terlalu besar karena penawaran lebih kecil dibandingkan permintaan, modal baru
akan tertanam dalam bidang usaha ini. Dengan sendirinya hal ini akan mengurangi
laba sampai setingkat normal.
b. Berorientasi pada penjualan.
1) Meningkatkan volume penjualan.
Sasaran penetapan harga biasanya
dinyatakan dalam prosentase kenaikan volume penjualan selama periode tertentu.
Katakanlah satu tahun atau tiga tahun. Para pengecer mendayagunakan sasaran
semacam ini. Sewaktu mereka berusaha meningkatkan penjualan tahun lalu dengan
prosentase tertentu. Namun untuk meningkatkan volume penjualan mungkin bisa
atau tidak bisa taat dengan konsep pemasaran yang dianut volume penjualan yang
menguntungkan. Di satu pihak, sasaran perusahaan bisa meningkatkan volume
penjualan tetapi dengan tetap mempertahankan tingkat labanya. Disegi lain,
manajemen bisa memutuskan dan meningkatkan volume penjualannnya melalui
strategi penetapan harga yang agresif dengan kerugian. Dalam hal ini manajemen
bisa memutuskan untuk pendek dengan perhitungan bahwa melalui peningkatan
volume penjualan dapat menancapkan kakinya dalam pasar.
2) Mempertahankan atau meningkatkan
pangsa pasar.
Perusahaan yang mempunyai sasaran
penetapan harga tipe ini memutuskan perhatian pada upaya mempertahankan atau
meningkatkan pangsa pasar. Satu sektor yang membuat sasaran ini tercapai adalah
perusahaan biasanya dapat menentukan pangsa pasar apa yang diinginkan. Dalam
beberapa hal, pangsa pasar merupakan indikator kondisi perusahaan yang lebih
baik dibandingkan dengan target laba investasi artinya, sasaran penetapan
harganya yang lebih baik. Hal ini bisa terjadi terutama pada waktu pasar total
sedang berkembang dan perusahaan bisa memperoleh laba yang bisa diharapkan.
Akan tetapi jika manajemen tidak mengetahui bahwa pasar sedang berkembang,
akibatnya pangsa pasar perusahaan bisa mengalami kemunduran.
c. Berorientasi pada status
quo.
1) Menstabilkan harga.
Stabilitas harga sering menjadi
sasaran industri-industri yang mempunyai pemimpin harga ( price leader )
2) Menangkal persaingan.
Banyak perusahaan, tidak tergantung
dari besar kecilnya, secara sadar memberi harga produknya untuk memenangkan
persaingan. Meskipun perusahaan sudah besar, hanya mempunyai peranan yang kecil
dalam menentukan harga pasar. Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dengan ditetapkannya kebijakan harga, maka tujuan yang hendak
dicapai adalah:
a. Mencapai target laba atau laba
tertentu.
b. Memaksimalkan laba.
c. Meningkatkan penjualan.
d. Mempertahankan dan meningkatkan
pangsa pasar.
e. Mentabilkan harga.
- Suatu kebijakan
pemerintah dalam perekonomian untuk mempengaruhi bekerjanya mekanisme
pasar, yang bertujuan mengendalikan keseimbangan (ekuilibrium) pasar.
- Harga dasar adalah
harga eceran terendah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap suatu
barang, disebabkan oleh melimpahnya penawaran barang tersebut di pasar.
- Harga tertinggi
adalah harga maksimum yang ditetapkan berkenaan dengan menurunnya
penawaran barang di pasar, pemerintah melakukan operasi pasar.
·
Kebijakan harga
tertinggi (ceiling price), efektif dalam melindungi konsumen dari
gejolak kenaikan harga tak terhingga.
·
Kebijakan harga melalui
“Operasi Pasar” pada waktu tertentu, pemerintah menambah jumlah barang yang
ditawarkan ke pasar.
·
Kebijakan harga terendah
(floor price), efektif melindungi produsen dari penurunan harga barang
sampai tak terhingga.
·
Mekanisme kebijakan ini
dengan peran pemerintah untuk membeli surplus produksi.
PENUTUP
Kata kebijakan secara etimologis
berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata policy.
Dalam Kamus Manajemen, pengertian kebijakan
adalah suatu peraturan atau suatu arah tindakan yang ditentukan sebelumnya yang
dibuat oleh manusia yang ditentukan untuk membimbing pelaksanaan pekerjaan
kearah tujuan organisasi.
Adanya Kriteria-kriteria kebijakan
menurut William N Dunn yaitu :
1. Penyusunan
agenda adalah perumusan masalah yang dapat memasok pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi
masalah.
2. Formulasi
kebijakan adalah peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat
dari diambilnya alternatif.
3. Adopsi kebijakan
adalah rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan tentang kebijakan
tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya dimasa
mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.
4. Implementasi
kebijakan adalah pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya.
5. Penilaian
kebijakan adalah evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang
benar-benar dihasilkan.
Teori
pengambilan keputusan:
2.
Teori
Rasional Komprehensif
2. Teori Inkremental
4.
Teori
Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory)
Rumus Harga pembelian ditetapkan sebagai berikut:
HTBS = K (HCPO x RCPO + HIS xRIS)
- Suatu kebijakan
pemerintah dalam perekonomian untuk mempengaruhi bekerjanya mekanisme
pasar, yang bertujuan mengendalikan keseimbangan (ekuilibrium) pasar.
- Harga dasar adalah
harga eceran terendah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap suatu
barang, disebabkan oleh melimpahnya penawaran barang tersebut di pasar.
- Harga tertinggi
adalah harga maksimum yang ditetapkan berkenaan dengan menurunnya
penawaran barang di pasar, pemerintah melakukan operasi pasar.
·
Kebijakan harga
tertinggi (ceiling price), efektif dalam melindungi konsumen dari
gejolak kenaikan harga tak terhingga.
·
Kebijakan harga melalui
“Operasi Pasar” pada waktu tertentu, pemerintah menambah jumlah barang yang
ditawarkan ke pasar.
·
Kebijakan harga
terendah (floor price), efektif melindungi produsen dari penurunan harga
barang sampai tak terhingga.
·
Mekanisme kebijakan ini
dengan peran pemerintah untuk membeli surplus produksi.
DAFTAR PUSTAKA