BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Industri
pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia
untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa industri pertambangan juga
menyedot lapangan kerja dan bagi Kabupaten dan Kota merupakan sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang
meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/ pemurnian, pengangkutan mineral/
bahan tambang. Industri pertambangan
selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap
pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan
masyarakat sekitarnya karena pengrusakan lingkungan, apalagi penambangan tanpa
izin yang selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena
keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya pengawasan
dari dinas instansi terkait. Kondisi seperti ini terjadi di Kabupaten Magelang
Propinsi Jawa Tengah tepatnya di lokasi penambangan pasir Merapi.
Desa
Keningar merupakan desa yang paling
dekat dengan gunung Merapi dieksploitasi sumberdaya alamnya untuk diambil
pasirnya Pasir yang dihasilkan oleh
letusan Gunung Merapi merupakan bahan tambang yang menggiurkan banyak orang.
Penduduk yang sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani menyewakan atau menjual tanah pertaniannya kepada
pemilik modal untuk dijadikan lokasi
penambangan pasir . Tanah pertanian yang semula merupakan lahan pertanian
produktif dikeruk oleh alat-alat berat untuk diambil pasirnya dan meninggalkan
lobang-lobang bekas penambangan.
Berdasarkan
hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Perencanaan Pembangunan Nasional Universitas Gadjah Mada, penambangan
pasir di kawasan Merapi telah terjadi kerusakan lingkungan seperti hutan,
jalan.dan dam pengendali lahar. Kerusakan lingkungan terjadi pada kawasan
penambangan Gunung Merapi meningkat
seiring dengan semakin intensifnya penambangan dengan penggunaan alat-alat
berat. Izin penambangan yang diberikan tidak disesuaikan dengan volume cadangan
terukur. (Sudibyo, 2002) mengatakan penambangan pasir sudah memasuki lokasi
yang tidak sesuai peruntukannya seperti
tanggul sungai, tanggul penahan lahar dan hutan pinus milik Perhutani.
Penambang yang kekurangan lahan penambangan memperluas lokasi penambangan ke
daerah yang dilarang seperti tanggul sungai, tanggul penahan lahar dan kawasan
hutan lindung milik Perhutani.
Kegiatan
penambangan pasir di desa Keningar Kecamatan Dukun Propinsi Jawa Tengah
berpotensi terhadap pengrusakan lingkungan. Kawasan Gunung Merapi yang
merupakan daerah penambangan pasir
merupakan daerah resapan dan sumber air
bagi daerah di bawahnya. Dengan adanya kegiatan penambangan pasir maka akan
mengubah fungsi lahan dan bentuk bentang alam.
a.
Dampak
gangguan / kerusakan
Sumberdaya
adalah semua potensi dan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan yang meliputi massa dan
energi, benda biologis dan non biologis dapat ditetapkan sebagai keseluruhan
persediaan (Sumaatmadja, 1988). Salah
satu sumberdaya alam yang penting di kawasan Gunung Merapi adalah bahan galian
seperti pasir kerikilan,kerakal-berangkal, bongkah dan lava yang bersifat andesitik.
Bahan galian ini sangat diperlukan untuk pembangunan sarana fisk seperti
gedung, jembatan jalan dan pembangunan. Setiap pembanguna fisik berkonstruksi berat pasti memerlukan
material pasir dan batu. Kualitas pasir dan batu yang berasal dari kawasan
gunung Merapi telah dikenal secara luas sebagai pasir dan batu berkualitas
tinggi terutama untuk pembangunan fisk di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Lokasi
penambangan pasir dan batu yang banyak terdapat di Kabupaten Magelang antara lain terdapat di Kecamatan Dukun dan
Kecamatan Srumbung. Material hasil
letusan Gunung Merapi diendapkan pada elevasi di atas 100m diatas permukaan
laut, tersebar sebagai endapan sungai teras dan puncak perbukitan yang kemudian
dikenal sebagai daerah sumber sedimen, Sampai dengan akhir tahun 1999, volume
aliran sedimen dari daerah sumbernya diperkirakan sebanyak 60.650 juta m3 ,
sedangkan yang dapat ditambang adalah 31,23 juta m3. Hasil tafsiran jumlah
sumberdaya pasir tereka sebanyak 5.013.119,9 m3
dengan catatan endapan teras masih boleh ditambang (P4N UGM, 2000).
Penambangan
pasir di gunung merapi membawa dampak cukup berarti saat ini, antara lain:
a.Terjadinya
erosi
Erosi
adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel
lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik
hujan, creep pada tanah, dan material lain di bawah pengaruh
gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal
ini disebut bio-erosi. Erosi yang lazim terjadi di negara tropis seperti
Indonesia juga pada kasus di kawasan pegunungan Sindoro-Sumbing ini ialah erosi
tanah oleh air.
Erosi
sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan
tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan
yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan
pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi/
pembangunan yang tidak tertata dengan baik, dan pembangunan jalan. Tanah yang
digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang
jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi
hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman
hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman
pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju
dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building,
praktik konservasi ladang, dan penanaman pohon.
Dampak
dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari
erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi).
Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan
meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai.
Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya
akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya
sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi
kelancaran jalur pelayaran.
Erosi
dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik
untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang
lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat
menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan
kehilangan air secara serentak.
Banyaknya
erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan
intensitas hujan/ presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim,
kecepatan angin, dan frekuensi badai. Faktor geologi termasuk tipe sedimen,
tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, serta kemiringn lahan juga dapat
mempengaruhi banyaknya erosi. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,
makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya,
dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi,
frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih
terkena erosi. Sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada
area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area
dengan batuan lapuk atau batuan pecah. Porositas dan permeabilitas sedimen atau
batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air
meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan
yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang
mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi dari pada pasir atau
silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya
diperhatikan
Faktor
yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Pada
hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan
lapisan organik. Kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak
tetesan hujan. Lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus
dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang
disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah
dalam hutan. Bila pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan,
derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. Kebakaran yang
parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga
hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika
lapisan sampah/ humus dihilangkan atau dipadatkan, derajat kerentanan tanah
terhadap erosi meningkat tinggi.
Secara
singkat, erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan melalui
pengurangan ketersediaan air, nutrisi, bahan organik, dan menghambat kedalaman
perakaran. Erosi yang terjadi di kawasan Gunung Sindoro-Sumbing mengalir pada
aliran sungai yang bertemu di aliran Sungai Serayu, selanjutnya endapan lumpur
masuk ke Bendungan Mrican yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Proses
terbawanya sedimen dari aliran sungai yang memberikan kontribusi endapan pada
bendungan akan mengakibatkan pendangkalan dan berkurangnya umur/ masa pakai
bendungan tersebut.
Erosi
yang terjadi di kawasan Sindoro-Sumbing, mengakibatkan tingginya tingkat laju/
bahaya erosi dan juga menyebabkan terjadinya degradasi lahan pada kawasan
tersebut. Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar dan Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar
merupakan bagian dari DAS Serayu. Aliran air dari kedua daerah tersebut masuk dalam
aliran Sungai Serayu melalui aliran sungai Gono dan sungai Begaluh. Aliran ini
akan memberikan kontribusi berupa air maupun kandungan sedimen yang menuju
sungai Serayu dan memberikan pengaruh terhadap besarnya laju sedimentasi pada
daerah tangkapan waduk Mrican.
b. Terjadinya banjir
Banjir
terjadi di Kota Wonosobo terutama di musim hujan. Pada saat musim hujan selalu
terjadi genangan yang sangat mengganggu aktifitas kehidupan masyarakat. Kedua
dampak di atas adalah imbas yang terjadi akibat munculnya peningkatan debit
aliran permukaan dari hulu ke hilir.
Kasus
banjir yang sering terjadi di kawasan tersebut merupakan dampak secara langsung
akibat pola tekanan kerusakan nilai konservasi di kawasan hutan. Kerusakan
sarana infrastruktur dan kerusakan nilai produktivitas lahan menjadi sebuah isu
utama yang dipahami oleh masyarakat namun kurang diperhatikan secara benar.
Berikut adalah peranan yang dimainkan hutan dalam kaitannya dengan banjir:
1)
Keberadaan hutan mempertahankan tanah pada tempatnya, erosi yang seringkali
terjadi setelah penebangan hutan adalah merupakan penyebab utama adanya kaitan
antara hutan dan banjir.
2)
Keberadaan hutan memberikan kapasitas tampung air, karena besarnya
evapotranspirasi hutan lebih besar daripada jenis tataguna lahan lainnya
3)
Keberadan hutan meningkatkan infiltrasi, gangguan pada permukaan tanah setelah
penebangan hutan dalam bentuk bercocok tanam yan tidak mengindahkan kaidah
konservasi, pembakaran tumbuhan bawah yang terus menerus atau penggembalaan yang
berlebih dapat menurunkan laju infiltrasi dan meningkatkan debit puncak serta
besarnya volume air lokal.
c.
Kerusakan lingkungan
Kerusakan
lingkungan merupakan suatu kondisi dimana lingkungan berada diluar ambang batas
toleransi kualitas baik secara fisik maupun fungsi sehingga keberadaannya tidak
dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi perusakan lingkungan hidup
adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup
tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Kerusakan
lingkungan dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu akibat faktor internal (natural disaster) dan
faktor eksternal (error
threatment). Faktor internal dimungkinkan terjadi karena perubahan
dalam lingkungan itu sendiri dan sifatnya alami sehingga prosesnya dapat
diterima sebagai suksesi yang wajar dan terkendali, contohnya kerusakan
lingkungan pasca bencana alam gunung meletus. Dalam hal ini manusia diluar
tanggungjawab manusia, dan sifatnya bersiklus. Faktor eksternal dimungkinkan
terjadi karena salah dalam mengelola potensi dan memanfaatkan fungsi yang
dimiliki oleh lingkungan, sehingga prosesnya harus melalui suksesi yang
dikendalikan, contohnya kerusakan lingkungan akibat penggalian bahan tambang
yang berlebihan di areal rawan bencana. Faktor yang terakhir ini peran manusia
sangatlah dominan dan periodenya sangat fluktuatif mengikuti pola kesadaran
manusia akan fungsi lingkungan.
Model
pengelolaan yang kurang bijaksana yang telah dilaksanakan di kawasan
pegungungan Sindoro-Sumbing selama ini dalam mengeksploitasi lingkungan telah
mulai dirasakan akibatnya baik oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat yang
tidak berinteraksi dengan kawasan tersebut secara langsung. Dengan lagu
deforestasi yang tinggi, diperkirakan tidak sampai 20 tahun hutan di kawasan
tersebut akan habis dan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar akan jauh
lebih hebat daripada yang ada saat ini. Kondisi kerusakan hutan tersebut harus
segera ditangani secara serius baik oleh Pemerintah Daerah setempat maupun oleh
Perum Perhutani. Terbukti sudah banyak dampak negatif yang telah dirasakan
masyarakat akibat kerusakan lingkungan tersebut.
Ancaman
terhadap kerusakan hutan sebenarnya tidak saja mengancam kehidupan manusia,
akan tetapi juga mengancam kehidupan satwa dan fauna lainnya. Ancaman terhadap
manusia setidaknya bisa berdampak pada aspek sosial, ekonomi dan budaya.
Ancaman terhadap satwa dan fauna yakni punahnya beberapa jenis satwa dan fauna
langka yang kerugiannya tidak bisa dinilai dengan nilai nominal. Hutan
mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting antara lain sebagai hidrologi
sebagai penyimpan sumber daya genetis sebagai pengatur kesuburan tanah dan
iklim serta sebagai penyimpan (rosot) karbon. Kerusakan hutan dengan demikian
akan menyebabkan hutan tidak mampu berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Pembangunan industri kehutanan merupakan salah satu yang menyebabkan berkurang
dan hilangnya fungsi hidro ekologi hutan. Selain itu disebutkan juga bahwa ada
empat faktor penyebab kerusakan hutan itu: penebangan yang berlebihan disertai
pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar, kebakaran hutan dan alih
fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman.
d.
Berkurangnya Cadangan Air Tanah dan Penurunan Kualitas Lahan
Daerah
hulu merupakan kawasan resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan yang
turun agar tidak langsung menjadi aliran permukaan dan melaju ke daerah hilir,
melainkan ditahan sementara dan sebagian airnya dapat diresapkan menjadi
cadangan air tanah yang memberikan manfaat besar terhadap ekologi dan
ekosistem. Semakin besar kegiatan pembukaan lahan dan pengalihan fungsi lahan
dari kawasan konservasi menjadi kawasan produksi tanaman non konservasi akan
mendorong peningkatan jumlah/ volume aliran permukaan yang melaju dari arah
hulu ke arah hilir. Hal tersebut juga berdampak pada berkurangnya cadangan air
tanah pada kawasan tersebut dan berimbas pula pada penurunan kesuburan tanah,
karena lapisan top soil pada lahan yang tererosi telah banyak yang hilang
melalui aliran permukaan. Penurunan kualitas lahan akan berdampak secara
langsung pada penurunan volume dan kualitas produksi tanaman yang dibudidayakan
di atasnya.
BAB
II
KARAKTERISTIK
DAN PERMASALAHAN
Karakteristik daerah pegunungan merapi
Kabupaten Magelang secara geografis termasuk
Propinsi Jawa Tengah yang berada pada posisi 70 19’ 33’’ – 70 42’ 13’’ Lintang
Selatan dan 1100 02’ 41’’ – 1100 27’ 8’’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten
Magelang adalah 108.753 atau sekitar 3.34 % dari luas Propinsi Jawa Tengah,
terdiri dari 21 Kecamatan dan 370 desa /kelurahan. Wilayah Kabupaten Magelang secara
administratif berbatasan dengan : ¾
Sebelah Utara : Kabupaten
Temanggung dan Kabupaten Semarang ¾
Sebelah Selatan : Kabupaten Purworejo dan Propinsi DIY.
¾ Sebelah Timur
: Kabupaten Semarang dan
Kabupaten Boyolali ¾ Sebelah Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten
Wonosobo Sebagian wilayah Kabupaten Magelang,
berada dilereng Gunung Merapi. Di wilayah Gunung Merapi tersebut banyak
dilakukan penambangan bahan galian Golongan C, berupa pasir, batu yang
merupakan aktifitas Gunung Merapi.
Secara adminstratif Gunung Merapi berada pada wilayah perbatasan dua
propinsi yaitu propinsi Jawa Tengah dan propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Di propinsi Jawa tengah
Gunung Merapi berada pada Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten
Boyolali sedangkan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Gunung Merapi berada
di Kabupaten Sleman. Puncak Gunung
Merapi terletak pada ketinggian 2965 m di atas permukaan laut dengan lereng
paling atas mempunyai kemiringan 300 – 500 yang dicirikan pula oleh
lembah-lembah alur sungai yang dalam dan berdinding terjal. Lembah – lembah
alur sungai itu terhampar sampai dengan ketinggian 700 m diatas permukaan laut
sepanjang 13 – 17 Km dari puncak Gunung Merapi.
Kepundan Gunung Merapi dikelilingi oleh batuan Merapi Tua di
sebelah Utara dan Timur, sehingga mulut kubah ke arah Barat Daya menuju
daerah alur Sungai Krasak, Sungai Putih
dan Sungai Blongkeng di wilayah
Kabupaten Magelang. Pola penyaluran di Kawasan Gunung Merapi adalah
radier, berhulu di bawah puncak Merapi pada ketinggian 750 – 1500 meter dengan
sungai-sungai utama meliputi Sungai Pabelan, Sungai Apu, Sungai Trising, Sungai
Senowo.
Batuan penyusun daerah Kabupaten Magelang
terdiri dari batuan sedimen, batuan gunung api, batuan beku terobosan dan
endapan aluvial. Batuan sedimen merupakan Formasi Andesit Tua yang terdiri dari
Breksi, Andesit, Tufa, Tufa Lapili, Aglomorat dan Lava Andesit. Formasi ini
menempati sisi tepi bagian Barat Daya Kabupaten Magelang, yakni daerah Salaman
dan Borobudur bagian selatan. Batuan ini
mengandung potensi bahan galian golongan C (berupa batuan andesit). Batuan
gunung api merupakan material batuan yang dihasilkan oleh Gunung Api Merapi,
Gunung Api Merbabu, dan Gunung Api Sumbing menempati satuan geomorfik lereng
dan puncak gunung api tersebut terdiri dari breksi piroklastik, lelehan lava,
batu pasi tufaan dan lahar. Breksi
piroklastik dan lava andesit terdapat di wilayah Kecamatan Kajoran, Kecamatan
Kaliangkrik, Kecamatan Windusari, Kecamatan Grabag, Kecamatan Ngablak,
Kecamatan Pakis, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Dukun, dan Kecamatan
Srumbung. Batu pasir tufaan dan lahar
terdapat di Kecamatan Salaman, Kecamatan Tempuran, Kecamatan Bandongan,
Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan
Mertoyudan, Kecamatan Mungkid, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salam dan
Kecamatan Ngluwar. Jenis batuan ini
sangat baik sebagai bahan penyimpanan
akuifer (bahan yang dapat menyimpan air) dan juga sebagai sumber bahan
galian golongan C (pasir dan batu). Batuan beku terobosan berupa dasit dan
andesit, terdapat didaerah Salaman bagian Tenggara dan Borobudur bagian Barat
Daya. Batuan beku terobosan ini
menyebabkan terjadinya bahan galian batu gamping yang mengalami metamorfosa.
Di Kabupaten Magelang terdapat endapan aluvial. Endapan aluvial menempati satuan
geomorfik dataran aluvial di sepanjang sungai-sungai yang besar yaitu sungai
Progo dengan cabang-cabangnya yang mengalir di Salaman sampai Borobudur.
Endapan aluvial terdiri dari material-material lepas berupa kerakal, kerikil,
pasir lanau lumpur dan lempung. Endapan aluvial sangat baik sebagai batuan
akuifer (penyimpan air tanah) sekaligus sebagai penghasil pasir dan batu. Kabupaten Magelang mempunyai sumber daya
bahan galian industri (bahan galian golongan C) yang cukup besar, terutama
kelompok bahan galian konstruksi, seperti: andesit dan sirtu, yang tersebar
luas di kawasan Merapi Merbabu maupun
kawasan Menoreh. Sampai tahun 2005,
berdasarkan data Bagian Perekonomian, setda Kabupaten Magelang (2002), tercatat
ada 11 tipe bahan galian industri yang telah teridentifikasi secara makro
(survei pendahuluan). Namun demikian, dari 11 jenis bahan galian tersebut hanya
8 jenis bahan galian yang telah dihitung potensi sumberdaya terekanya.
Kedelapan jenis bahan galian tersebut adalah: andesit, trass, tanah, urug, oker, lempung, kaolin, batu,
gamping, kristalin (marmer) dan sirtu. Di samping itu, ada potensi lain yang
berupa endapan logam, yaitu : endapan mangan (MnO2). Endapan mangan ini secara geologik banyak
ditemukan di Pegunungan Menoreh, terutama di daerah Ngargoretno. Posisi
geologinya berada di sela-sela antara batugamping kristalin (marmer) dengan
batuan vulkanik tua di Perbukitan Menoreh. Sampai saat ini dari sisi permintaan
akan kebutuhan mangan untuk industri besi\ baja, bahan baku yang berupa endapan
mangan cukup banyak dijumpai di Perbukitan Menoreh Kabupaten Maglang
Berdasarkan data Statistik Lingkungan
Hidup Jawa Tengah Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan dan
Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Jawa Tengah, luas wilayah Kabupaten
Magelang tersebut terbagi sebanyak 37.417 ha lahan persawahan dan 71.156 ha
bukan lahan sawah. Kabupaten Magelang juga memiliki 33.303,00 ha lahan yang
masuk kategori sangat kritis, 35.423,50
ha lahan kritis, 24.451,80 lahan agak kritis, 5.985,90 ha lahan yang memiliki
potensi kritis. Sebaran tanah pada masing-masing wilayah di Kabupaten Magelang,
terbagi menjadi:
Ø Alluvial Kelabu,
terdapat di Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Mertoyudan, Kecamatan Mungkid,
Kecamatan Muntilan, dan Kecamatan Ngluwar.
Ø Alluvial Cokelat Tua,
terdapat di Kecamatan Bandongan. Kecamatan Borobudur, Kecamatan Candimulyo,
Kecamatan Mungkid, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salaman, Kecamatan Secang,
Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Tempuran.
Ø Komplek Regosol
Kelabuan dan Latosol terdapat di Kecamatan Kajorang, Kecamatan Kaliangkrik,
Kecamatan Windusari, Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun.
Ø Komplek Latosol
Kekuningan, Litosol Cokelat Tua dan Litosol terdapat di Kecamatan Salaman dan
Borobudur.
Ø Komplek Latosol
Kemerahan, dan Litosol terdapat di Kecamatan Salam, Kajoran, Kaliangkrik,
Salaman, Tempuran, Bangongan danWindusari.
Ø Komplek Andosol
Kelabu tua dan Litosol terdapat di Kecamatan Ngablak, Pakis, dan Sawangan.
Ø Latosol Coklat
Kemerahan terdapat di Kecamatan Grabag dan Ngablak.
Ø Regosol Coklat terdapat
di Kecamatan Sawangan, Mungkid, Muntilan, Dukun, Srumbung, Salam, dan Ngluwar.
Ø Asosiasi Andosol
Coklat terdapat di Kecamatan Grabag, dan Ngablak.
Ø Andosol coklat
terdapat di Kecamatan Grabak, Ngablak, Pakis, Sawangan.
Ø Latosol coklat yang
terdapat dan menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang terdapat di
kaki Gunung Sumbing dan Merbabu dengan topografi landai dan air cukup tersedia,
oleh karena itu memiliki potensi pertanian yang sampai tinggi. Tanah latosol
coklat terdapat di Kecamatan Windusari, Bandongan, Kaliangkrik, Kajoran,
Salaman, Secang, Pakis, Tegalrejo, Candimulyo, Sawangan dan sebagian kecil di
Kecamatan Mungkid.
Ø Komplek Regosol
kelabuan dan Latosol terdapat di Kecamatan Windusari, Kaliangkrik, dan Kajoran.
Air
permukaan
Daerah kaki gunung Merapi bagian selatan
mayoritas mempunyai kemiringan lereng yang terjal hinggga mendekati datar, hal
ini menyebabkan banyak terbentuknya sungai-sungai di bagian selatan Gunung
Merapi. Sungai-sungai tersebut pada bagian hulu bersifat ephemeral (mengalir
saat musim hujan), dan memiliki kemiringan dasar yang tinggi, tetapi sebagian
juga bersifat perennial (mengalir sepanjang tahun) walapun pada musim
kemarau mengalami penurunan debit aliran.
Porositas batuan yang besar juga mempengaruhi faktor keringnya sungai di
bagian hulu. Daerah hulu ini merupakan daerah resapan air yang menjadi komponen
air tanah dan aliran dasar (base flow). Aliran air permukaan yang berasal dari
Gunung Merapi terbagi menjadi 3 (tiga) arah aliran, yaitu aliran sungai yang
masuk DAS Progo bagian barat, DAS Opak di bagian tengah dan DAS Bengawan Solo
dibagian Timur. Sistem sungai yang
dibentuk oleh ketiga sungai besar
tersebut membentuk 3 (tiga) pola aliran sungai, yaitu: ¾ Pola aliran radial centrifugal dimulai dari
kerucut Gunung Api Merapi. ¾ Pola
aliran sub parallel terdapat pada bagian lereng kaki dengan
anak-anak sungai tersebut relatif sejajar menuruni lereng. ¾ Pola
aliran sub dendritik terjadi pada anak
sungai yang akan masuk ke sungai utama dibagian dataran aluvial kaki lereng
vulkanik. Sungai merupakan jalan air alami. Laluan melalui sungai merupakan
cara biasa air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau takungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula
dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung
untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada
saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di
mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah
sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya
potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.
Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS). Sungai
menurut jumlah airnya dibedakan menjadi sungai permanen, sungai periodik,
sungai intermittent, dan sungai ephemeral.
Kabupaten Magelang, sesuai dengan kondisinya, memiliki 10 (sepuluh)
Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS Progo merupakan DAS terpanjang yang melewati
wilayah Kabupaten Magelang yakni seluas 3.238,90 km2 atau sekitar 91% dari
keseluruhan DAS yang ada di Kabupaten Magelang. Disusul oleh DAS Pabelan yang
memiliki luas 103 km2 atau sekitar 2,89%
DAS yang ada di Kabupaten Magelang. Secara rinci, uraian mengenai luas DAS
beserta distribusinya adalah sebagai berikut:
Ø DAS Progo seluas
3.238,90 km2 (91%)
Ø DAS Pabelan seluas
103 km2 (2,89%)
Ø DAS Blongkeng seluas
44 km2 (1,23%)
Ø DAS Krasak seluas 31
km2 (0,88%)
Ø DAS Senowo seluas 24
km2 (0,67%)
Ø DAS Lamat seluas 36
km2 (1,02%)
Ø DAS Batang seluas 22
km2 (0,62%)
Ø DAS Tringsing seluas
22,5 km2 (0,63%)
Ø DAS Putih seluas 26
km2 (0,74%) 10. DAS Apu seluas 11,25 km2 (0,32%)
Secara
fisik DAS didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh
pemisah alam (punggung bukit) yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen
dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu
titik outlet. Batasan tersebut menunjukkan di dalam DAS terdapat wilayah yang
menampung dan tempat meresapnya air yaitu wilayah hulu dan wilayah di mana air
telah hampir berakhir mengalir yaitu wilayah hilir . Hidrologi sungai meliputi
tiga faktor utama yaitu terkait daerah rawan banjir, debit banjir dan hidrologi
air tanah.
Air
tanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah
yang terdapat didalam ruang-ruang antar butir tanah atau batuan yang
membentuknya dalam retakan-retakan batuan.
Sebaran airtanah sangat dipengaruhi oleh susunan batuan dan formasi batuan
yang ada. Sebagian besar airtanah yang keluar pada lereng selatan dan barat
Gunung Merapi dipengaruhi oleh akuifer yang terbentuk oleh formasi hasil proses
vulkanis dan endapan dari Gunung Merapi. Kawasan tersebut merupakan kawasan
dengan sumberdaya airtanah yang bagus, dengan cadangan yang melimpah.
Air tanah pada kawasan ini disebut sebagai
sistem akuifer Merapi, yang secara hidrogeologis membentuk satu sistem akuifer
yang berlapis banyak dan mempunyai sifat-sifat hidrolika relatif sama dan
berhubungan satu dengan yang lainnya.
Menurut Sutikno dkk, 2004, di
wilayah Gunung Merapi dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok akuifer, yaitu:
Akuifer dengan aliran melalui ruang antar
butir, tersusun oleh material endapan vulkanik Gunung Api Merapi Muda (tuff;
lahar; breksi dan lava andesit hingga basaltis), dan terbagi menjadi 4 (empat)
satuan hirogeologis, yaitu:
Ø Akuifer dengan
produktivitas tinggi dan penyebaran luas, permeabilitas sedang hingga
tinggi, piezometrik dan muka airtanah
dangkal, debit air tanah > 10 liter/detik. terdapat di dataran alluvial kaki lereng vulkan (fluvio volcanic foot plain) di wilayah
Kabupaten Sleman hingga Kota Yogyakarta dan di Kecamatan Tulung Kabupaten
Klaten.
Ø Akuifer produktif
dengan penyebaran luas. Permeabilitas sedang,
piezometrik dan muka airtanah dangkal, debit air tanah 5-10 liter/detik.
Terdapat di kaki lereng vulkan (volcanic
foot slope) di wilayah Sleman, Klaten
dan Boyolali hingga wilayah fluvio volcanic foot plain.
Ø Akuifer produktivitas
sedang dan penyebaran luas. Permeabilitas sedang hingga rendah. Muka airtanah
beragam dari dangkal hingga > 10 meter, dan debit aliran air tanah < 5
liter/detik. Penyebaran meliputi Volcanic foot slope di Magelang dan Sleman; satuan fluvio
volcanic foot plain di Klaten hingga Surakarta.
Ø Akuifer dengan
produktivitas sedang, dengan penyebaran lokal. Permeabilitas rendah,
akuifer relative tipis dan debit aliran airtanah < 5 liter/detik. Penyebaran
bersifat setempat-setempat di pertemuan Sungai Opak dan Oya.
Akuifer dengan aliran melalui celah dan ruang
antar butir, tersusun oleh material endapan vulkanik Gunung Api Merapi Muda
(tuff, lahar, breksi dan lava andesit hingga basaltis) yang terdiri atas 3
(tiga) satuan hidrogeologi,yaitu:
Ø Akuifer dengan
produktivitas tinggi dan penyebaran luas. Permeabilitas dan kedalaman muka
airtanah sangat dalam, debit aliran air tanah > 5 liter/detik. penyebaran
pada satuan fluvio volcanic foot plain
bagian atas, yang melingkar mengikuti kontur topografi mulai dari dari Magelang, Sleman, Klaten hingga sampai
Boyolali.
Ø Akuifer dengan produktivitas
sedang dan penyebaran luas. Permeabilitas sangat beragam, muka airtanah umumnya
dalam dan debit airtanah umumnya < 5
liter/detik. Penyebaran akuifer
ini terbatas pada satuan kaki lereng volkan melingkar mengikuti topografi mulai
dari Magelang, Sleman, Klaten hingga sampai Boyolali.
Ø Akuifer produktif
dengan penyebaran lokal. Umumnya airtanah ini tidak dapat dimanfaatkan,
terdapat pada lereng vulkan dengan pola melingkar di seputar kerucut Gunung
Merapi.
Daerah bukan akuifer yang merupakan daerah
langka airtanah, yang tersusun oleh material endapan vulkanik Kwarter Tuan.
Penyebaran akuifer ini terbatas pada kubah dan kerucut volkan (volcanic cone) dan kerucut parasiter (parasiter cone) seperti di Bukit Turgo,
Plawangan dan Maron.
Jenis tanah
Jenis tanah yang terdapat di desa Keningar
adalah Regosol yaitu jenis tanah yang masih dalam taraf awal perkembangan
tanah, mempunyai ciri-ciri bertekstur kasar atau banyak mengandung pasir,
profil seragam permeabelitas cepat bersifat porous pH agak masam dan kesuburan
rendah. Hal ini menyebabkan banyak penduduk menggali tanahnya untuk mengambil
batu dan pasir, atau menyewakannya kepada orang lain untuk ditambang.
Permasalahan daerah pegunungan merapi
Analisis
Dampak Terjadinya Erosi
Berdasarkan klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
menurut Ditjen Reboisasi Dan
Rehabilitasi Departemen kehutanan No.041/Kpts/V/1998 maka nilai TBE yang
diperoleh masuk dalam kategori moderat dan ringan. Hal ini harus menjadi pertimbangan dan
pemikiran karena besarnya erosi yang terjadi berakibat dampak yang diakibatkan
dari tingginya erosi terhadap lingkungan setempat maupun lingkungan di daerah
bawah. Perkiraan dampak lingkungan dengan adanya erosi di lokasi penambangan pasir Desa Keningar
Kawasan Gunung Merapi antara lain sebagai berikut:
Ø Potensi Terjadinya
Longsor
Daerah penambangan pasir Desa Keningar
kawasan Gunung Merapi merupakan daerah dengan potensi bahaya gerakan tanah
(longsor) Daerah dengan tingkat bahaya erosi yang sangat tinggi menandakan
tidak adanya tindakan konservasi lahan yang menyebabkan lahan mudah longsor,
Potensi terjadinya longsor jelas sangat berbahaya baik bagi penambang maupun
masyarakat yang berada di sekitarnya. Banyak dari pemilik tanah di sekitar
lokasi penambangan karena takut terkena longsor terpaksa menjual tanahnya.
sebagaimana terlihat pada gambar
Ø Berkurangnya
Ketersediaan Air
Daerah Desa Keningar merupakan daerah
tangkapan air bagi daerah di bawahnya. Dengan adanya lokasi penambangan pasir
yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan lahan dibuktikan dengan tingginya
tingkat bahaya erosi yang terjadi menyebabkan besarnya air larian pada
permukaan tanah sehingga kemampuan lahan
untuk menampung air berkurang. Hal ini
dikeluhkan oleh warga yang mengaku air yang ada di kolam dan mata air menyusut,
padahal air sangat dibutuhkan warga yang memanfaatkannya untuk keperluan
sehari-hari.
Ø Perubahan Struktur
Tanah
Tingginya erosi yang terjadi di lokasi
penambangan pasir akan menyebabkan hanyutnya partikel-partikel tanah dan sangat
berpengaruh terhadap struktur tanah.
Struktur tanah remah akan berubah menjadi struktur polyder atau
terlepas. Struktur tanah seperti ini menyebabkan rendahnya produktivitas hasil
pertanian karena lahan tidak mengandung koloit tanah. Koloit
tanah berfungsi sebagai perekat partikel-partikel tanah mendorong peningkatan
stabilitas struktur tanah.
Ø Penurunan Kapasitas
Infiltrasi dan Penyerapan Air Tanah
Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air
tanah melalui permukaan tanah secara vertikal (Suripin, 2002). Sedangkan banyaknya air yang masuk melalui
permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi. Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada
kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewati permukaan tanah
secara vertikal. Rusaknya struktur tanah oleh erosi di daerah lokasi
penambangan pasir di Desa Keningar, akan menyebabkan mengecilnya pori-pori
tanah, sehingga kapasitas infiltrasi menurun, dan aliran permukaan menjadi
lancar. Hal ini dapat menyebabkan banjir
dan longsor.
Ø Hilangnya Bahan
Organik Tanah
Penambangan pasir di Desa Keningar yang tidak
mengindahkan konservasi tanah dan lahan, akan menyebabkan erosi yang di ikuti
hilangnya bahan organik tanah dan pemadatan tanah. Hal ini menyebabkan berkurangnya air permukaan
atau air hujan yang masuk ke dalam tanah. Akibatnya hujan yang jatuh dengan
mudah terakumulasi di permukaan.
Kehilangan unsur hara karena adanya erosi di lokasi penambangan pasir
Desa Keningar, akan menurunkan produktivitas
lahan. Hal ini membahayakan bagi
lingkungan di Desa Keningar maupun desa sekitarnya.
Ø kerusakan fisik
lingkungan
dengan adanya kegiatan penambangan pasir di
Desa Keningar adalah sebagai berikut:
1.
Tingginya tingkat erosi di daerah penambangan pasir dan juga didaerah
sekitarnya.
2.
Adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor karena penambangan yang
tidak
memakai sistem berteras sehinggaa sudut
lereng menjadi terjal dan mudah longsor
3.
Berkurangnya debit air permukaan/ mataair
4.
Tingginya lalu lintas kendaraan di jalan desa membuat mudah rusaknya jalan.
5.
Terjadinya polusi udara.
BAB III
STRATEGI
MANAGEMEN
Kebijikan
pemerintah
Penekanan kebijakan pemerintah dalam
penambangan pasir bagi masyarakat sekitar guna membatasi kuota dan
tempat-tempat yang rawan akan terlaji kerusakan seperti erosi, longsor, banjir,
pohon tumbang, dan lain sebagainya. Kebijakan pemerintah harus bersifat tegas
supaya tidak ada yang menyalahi aturan.
Penyuluhan
tentang kepedulian lingkungan
Penyuluhan diadakan dari dinas pertanian
setempat tentang pentingnya kepedulian lingkungan dimana setiap rukun warga
akan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan setelah mengetahui dampak dari
kerusakan sumber daya.
Alternatif kebijakan yang diambil bisa berupa
kebijakan fisik maupun kebijakan sosial ekonomi. Berikut adalah alternatif kebijakan
yang dapat diambil:
1.
Alternatif kebijakan fisik:
- Melaksanakan kegiatan budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi dan karakteristik, serta pengelolaan tanaman yang dapat mengendalikan erosi. Hal ini dilakukan dengan menanam jenis tanaman keras lokal yaitu kemlandingan gunung, cemara gunung dan kaliandra pada batas-batas kepemilikan lahan.
- Pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder melaksanakan kegiatan perbaikan kawasan secara berkesinambungan dan terintegrasi, dalam bentuk pemberian proyek-proyek rehabilitasi lahan baik secara vegetatif maupun sipil teknis. Jenis tanaman yang budidayakan merupakan tanaman yang cocok dan sesuai untuk dikembangkan di kawasan tersebut, bukan sekedar jenis yang ditentukan oleh juklak juknis suatu proyek.
2.
Alternatif Kebijakan Sosial ekonomi dan budaya:
- Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembelajaran mengenai pemahaman lingkungan hidup pada masyarakat di kawasan merapi melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
- Pemerintah dalam hal ini Dinas teknis terkait yaitu Dinas Pertanian dan Perkebunan memberikan alternatif komoditas/ jenis tanaman pengganti dari budidaya komoditas yang tidak ramah lingkungan dengan komoditas yang ramah lingkungan.
- Melakukan kegiatan rehabilitasi lahan tanpa menunggu program/ proyek dari pemerintah
- Penyusunan rencana pengelolaan kawasan merapi berdasarkan potensi sumberdaya yang tersedia oleh pemerintah daerah dengan mengikusertakan seluruh stakeholders
- Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan aktif dan pengawasan pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing dalam upaya pengelolaan kawasan
- Penegakan hukum terhadap masyarakat/ anggota masyarakat yang melanggar peraturan yang ada.
Berdasarkan
sasaran strategi prioritas, alternatif kebijakan yang dipilih adalah sebagai
berikut:
- Melaksanakan kegiatan budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi yaitu dengan membuat sistem terasering yang searah kontur serta pengelolaan tanaman yang dapat mengendalikan erosi, yaitu dengan penanaman secara tumpangsari antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan.
- Pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder melaksanakan kegiatan perbaikan kawasan secara berkesinambungan dan terintegrasi, dalam bentuk pemberian proyek-proyek rehabilitasi lahan baik secara vegetatif maupun sipil teknis.
- Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembelajaran mengenai pemahaman lingkungan hidup pada masyarakat di kawasan merapi melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
- Pemerintah memberikan alternatif komoditas/ jenis tanaman pengganti dari budidaya komoditas yang tidak ramah lingkungan dengan komoditas yang ramah lingkungan.
- Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan aktif dan pengawasan pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing.
- Memadukan sistem pertanian dan pelestarian sumberdaya alam, dengan memilih tanaman semusim dan tanaman tahunan yang saling menguntungkan.
- Melibatkan petani dan penyuluh dalam identifikasi masalah di lapangan, perencanaan, serta pemilihan dan penerapan teknik konservasi tanah dan air.
- Meningkatkan peran Departemen Pertanian dalam konservasi tanah dan rehabilitasi lahan, karena konservasi tanah memerlukan penanganan yang terintegrasi antarsektor. Departeman Pertanian memang belum diberi mandat secara formal dalam penanganan konservasi untuk mengembangkan sistem usaha tani konservasi.
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
menurut Ditjen Reboisasi Dan
Rehabilitasi Departemen kehutanan No.041/Kpts/V/1998 maka nilai TBE yang
diperoleh masuk dalam kategori moderat dan ringan. Hal ini harus menjadi pertimbangan dan
pemikiran karena besarnya erosi yang terjadi berakibat dampak yang diakibatkan
dari tingginya erosi terhadap lingkungan setempat maupun lingkungan di daerah
bawah. Perkiraan dampak lingkungan dengan adanya erosi di lokasi penambangan pasir Desa Keningar
Kawasan Gunung Merapi antara lain sebagai berikut:
Ø Potensi Terjadinya
Longsor, Daerah penambangan pasir Desa Keningar kawasan Gunung Merapi merupakan
daerah dengan potensi bahaya gerakan tanah (longsor) Daerah dengan tingkat
bahaya erosi yang sangat tinggi menandakan tidak adanya tindakan konservasi
lahan yang menyebabkan lahan mudah longsor, Potensi terjadinya longsor jelas
sangat berbahaya baik bagi penambang maupun masyarakat yang berada di
sekitarnya. Banyak dari pemilik tanah di sekitar lokasi penambangan karena
takut terkena longsor terpaksa menjual tanahnya.
Ø Berkurangnya Ketersediaan
Air , Daerah Desa Keningar merupakan
daerah tangkapan air bagi daerah di bawahnya. Dengan adanya lokasi penambangan
pasir yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan lahan dibuktikan dengan
tingginya tingkat bahaya erosi yang terjadi menyebabkan besarnya air larian
pada permukaan tanah sehingga kemampuan
lahan untuk menampung air berkurang. Hal
ini dikeluhkan oleh warga yang mengaku air yang ada di kolam dan mata air
menyusut, padahal air sangat dibutuhkan warga yang memanfaatkannya untuk keperluan
sehari-hari.
Ø Perubahan Struktur
Tanah, Tingginya erosi yang terjadi di lokasi penambangan pasir akan
menyebabkan hanyutnya partikel-partikel tanah dan sangat berpengaruh terhadap
struktur tanah. Struktur tanah remah
akan berubah menjadi struktur polyder atau terlepas. Struktur tanah seperti ini
menyebabkan rendahnya produktivitas hasil pertanian karena lahan tidak
mengandung koloit tanah. Koloit tanah berfungsi sebagai perekat partikel-partikel tanah mendorong peningkatan
stabilitas struktur tanah.
Ø Penurunan Kapasitas
Infiltrasi dan Penyerapan Air Tanah, Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air
tanah melalui permukaan tanah secara vertikal (Suripin, 2002). Sedangkan banyaknya air yang masuk melalui
permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi. Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada
kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewati permukaan tanah
secara vertikal. Rusaknya struktur tanah oleh erosi di daerah lokasi penambangan
pasir di Desa Keningar, akan menyebabkan mengecilnya pori-pori tanah, sehingga
kapasitas infiltrasi menurun, dan aliran permukaan menjadi lancar. Hal ini dapat menyebabkan banjir dan longsor.
Ø Hilangnya Bahan
Organik Tanah, Penambangan pasir di Desa Keningar yang tidak mengindahkan
konservasi tanah dan lahan, akan menyebabkan erosi yang di ikuti hilangnya
bahan organik tanah dan pemadatan tanah.
Hal ini menyebabkan berkurangnya air permukaan atau air hujan yang masuk
ke dalam tanah. Akibatnya hujan yang jatuh dengan mudah terakumulasi di permukaan. Kehilangan unsur hara karena adanya erosi di
lokasi penambangan pasir Desa Keningar, akan menurunkan produktivitas lahan.
Hal ini membahayakan bagi lingkungan di Desa Keningar maupun desa
sekitarnya.
Ø kerusakan fisik
lingkungan,dengan adanya kegiatan penambangan pasir di Desa Keningar
adalah sebagai berikut:
1.
Tingginya tingkat erosi di daerah penambangan pasir dan juga didaerah
sekitarnya.
2.
Adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor karena penambangan yang
tidak
memakai sistem berteras sehinggaa sudut
lereng menjadi terjal dan mudah longsor
3.
Berkurangnya debit air permukaan/ mataair
4.
Tingginya lalu lintas kendaraan di jalan desa membuat mudah rusaknya
jalan.
5.
Terjadinya polusi udara.
Saran
Kebijikan
pemerintah
Penekanan kebijakan pemerintah dalam
penambangan pasir bagi masyarakat sekitar guna membatasi kuota dan
tempat-tempat yang rawan akan terlaji kerusakan seperti erosi, longsor, banjir,
pohon tumbang, dan lain sebagainya. Kebijakan pemerintah harus bersifat tegas supaya
tidak ada yang menyalahi aturan.
Penyuluhan
tentang kepedulian lingkungan
Penyuluhan diadakan dari dinas pertanian
setempat tentang pentingnya kepedulian lingkungan dimana setiap rukun warga
akan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan setelah mengetahui dampak dari
kerusakan sumber daya.
No comments:
Post a Comment