BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien dan memudahkan kita
dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang kalender penanaman. Pola tanam
sendiri ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur (tumpangsari), dan
rotasi tanaman. Ketiga pola tanam tersebut memiliki nilai plus dan minus
tersendiri. Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman.
Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang
tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial
ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun
selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan
yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang
ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah
hujan.
Tumpangsari
merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dalam waktu
yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman
dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif
seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis
tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam
tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang
mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar
matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan
dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada
selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan
(penyerapan hara dan air) pada suatu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam
tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai
perakaran yang relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif
dangkal.
1.2 Tujuan
~
Mengetahui dan memahami macam-macam pola
tanaman
~
Mengetahui dan memahami pola tanam
berdasarkan kondisi lahan
~
Mengetahui dan memahami penetapan awal
musim pada tumpang sari
~
Mengetahui contoh-contoh pola tanam
~
Mengetahui keuntungan dan kelemahan pola
tanam tumpangsari
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pola Tanam
Beberapa pola tanam
yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
- Tumpang
sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama
atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai;
tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
- Tumpang
gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan
maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
- Tanaman
Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan
atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu
jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
- Tanaman
Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan
tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi
satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit.
Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2.2
Pola Tanam Rotasi
Pola tanam rotasi merupakan pola tanam
yang dikembangkan dengan cara mengganti setiap musim tanaman budidaya yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
2.3
Teknik Pola Tanam Pergiliran Tanaman Pada Pertanian
1.
Polikultur (Tumpangsari)
Polikultur (disebut Juga
tumpangsari) adalah penanaman dua tanaman secara bersama-sama atau dengan
interval waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama. Tumpangsari
merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim
dengan tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan (hara,
air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi maksimum.
Sistem tumpangsari dapat diatur
berdasarkan:
-
Sifat-sifat perakaran
-
Waktu penanaman
Tujuan dari pada tanaman tumpangsari
adalah:
-
Memanfaatkan tempat-tempat yang kosong
-
Menghemat pengolahan tanah
-
Memanfaatkan kelebihan pupuk yang
diberikan kepada tanaman utamanya
-
Menambah penghasilan tiap kesatuan luas
tanah
-
Memberikan penghasilan sebelum tanaman
utama menghasilkan.
Pengukuran sifat-sifat perakaran
sangat perlu untuk menghindarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari
dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang
berakal dangkal. Tanaman monokotil yang pada umumnya mempunyai sistem perakaran
yang dangkal, karena berasal dari akar seminal dan akar buku. Sedangkan tanaman
dikotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran dalam, karena memiliki akar
tunggang. Dalam pengaturan tumpang sari tanaman monokotil dengan tanaman
dikotil dapat dilakukan kalau dipandang dari sifat perakarannya, misalnya tumpang
sari jagung dengan jeruk manis. Jeruk manis dapat tumbuh dengan baik, sedangkan
tanaman jagung tumbuh subur tanpa mengganggu kehidupan jeruk manis.
Pengaturan tumpang sari harus
diingat bahwa tanaman selalu mengadakan kompetisi dengan tanaman semusim yang
dapat saling menguntungkan, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung.
Jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kacang-kacangan, karena kacangan
dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
- Pergiliran Tanaman
(Rotasi Tanaman)
Rotasi atau pergiliran tanaman
ialah pengaturan susunan urutan-urutan
pertanaman yang sistematis pada suatu tempat tertentu. Lamanya rotasi itu
biasanya antara dua sampai lima tahun. Apabila rotasinya dilakukan dalam waktu
satu tahun, biasanya disebut tanaman pengisi (succession cropping). Sebagai contoh rotasi, misalnya ialah
kentang-kubis-pupuk hijau-kentang.
Tujuan
dari pada rotasi ini adalah:
-
Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
-
Memberantas nematoda-nematoda jahat dan
penyakit yang dapat hidup lama di dalam tanah, yang sulit diberantas dengan
cara lain.
-
Menambah penghasilan tiap kesatuan luas
tanah.
-
Merotasi tanaman budidaya.
-
Menjaga kesuburan lahan atau memperbaiki
tekstur tanah.
-
Menghindari peledakan hama atau penyakit
tanaman.
-
Penyesuaian lahan dengan setiap musimnya.
-
Cara pergiliran tanaman pada pertanian
organik tidak dilaksanakan pada seluruh satuan luas yang bersamaan, melainkan
perbaris atau bedengan dan saling berdekatan.
Pemilihan jenis tanaman rotasi
adalah penting sekali. Kesalahan penggunaan jenis tanaman rotasi dapat
menurunkan hasil tanaman berikutnya,
yang tidak mustahil malah merupakan tanaman inang (host plant) bagi penyakit-penyakit yang justru akan diberantas.
Sebagai contoh dapat dikemukakan, bahwa hasil tanaman kubis akan rendah apabila
ditanam sesudah kedelai, akan tetapi dapat tinggi sesudah jagung, padahal
kedelai bersifat menyuburkan tanah.
Tetapi sebaliknya tanaman selada,
tomat, dan bawang merah, hasilnya akan rendah apabila ditanam sesudah jagung.
Tanah-tanah yang mengandung nematoda tidak boleh ditanami Tephrosiaa sp, karena bersifat sebagai tanaman inang. Tanamilah
dengan jenis-jenis pupuk hijau lainnya.
2.4
Pola Tanam Berdasarkan Kondisi Lahan
1.
Lahan Kering (tegalan)
Di lahan kering,
palawija dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif
pelaksanaannya. Alternatif pertama, awal musim hujan, lahan dapat ditanami
palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Penanaman dilakukan secara
monokultur atau tumpangsari dengan saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau
pertengahan musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau
berumur panjang sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara
monokultur atau tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif
kedua, pada awal musim hujan, lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4
minggu sebelum panen, singkong ditanami di antara tanaman jagung.
2.
Lahan Sawah Tadah Hujan
Di lahan tadah hujan, palawija bisa
ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif untuk
pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai pertengahan
musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau
pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak
satu kali. Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami
padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim
kemarau lahan dapat ditanami palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat
dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek.
Misalnya, jagung dengan kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada
metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya.
Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara
kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi kayu
dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya
bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih
dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini, jarak tanam singkong
harus lebih lebar.
3.
Lahan Sawah Beririgasi
Di lahan sawah, palawija umumnya
ditanami secara monokultur dengan pola tanam sebagai berikut. Pada awal musim
hujan sampai akhir musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak dua kali tanam.
Pada musim kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu
kali.
Kerugian
pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah
-
Pola pergiliran tanaman pada setiap
daerah berbeda sebab masing masing daerah mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan
tanaman untuk pergiliran yang berbeda pula sehingga tidak bisa di samaratakan.
4.
Lahan Rawa Pasang Surut
Sebelum
ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem sarjan. Pada sistem
ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija atau tanaman lain yang
tidak tahan genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini disebut guludan. Bagian
yang lain, dibuat lebih rendah untuk ditanami padi. Bagian yang rendah ini
disebut tabukan. Perbandingan luas tabukan dan guludan pasang tertinggi. Bagian
guludan tidak boleh dilampaui air. Sementara itu, permukaan tanah tidak lebih
rendah dari lapisan pirit. Lapisan ini merupakan akumulasi bahan-bahan beracun,
sehingga bila terangkat ke permukaan akan sangat mengganggu pertumbuhan
tanaman.
Di lahan rawa, palawija juga
ditanami secara monokultur atau tumpang sari. Aturannya sebagai berikut. Di
lahan di bagian tabukan, ditanami padi dua kali setahun. Sedangkan di bagian
guludan pada awal dan akhir musim hujan ditanami palawija berumur pendek
(jagung dan kacang-kacangan). Atau, pada awal musim hujan ditanami palawija
berumur pendek dan akhir musim hujan ditanami singkong.
2.5 Penetapan Awal Musim
Awal musim ditentukan
jika curah hujan dalam satu dekade dan tiap dekade berikutnya lebih besar dari
50 mm untuk musim hujan sedangkan untuk musim kemarau kurang dari 50 mm. Lebih
mudahnya dalam tiga dekade harus lebih besar dari 150 mm untuk musim hujan dan
kurang dari 150 mm untuk musim kemarau. Dari data curah hujan pada tabel ceraca
air yang disesuaikan dengan kriteria diatas maka awal musim hujan jatuh pada
bulan nopember dekade pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan pada bulan
nopember dekade pertama dan dua dekade berikutnya masing-masing melebihi
kriteia diatas 50 mm yaitu berturut-turut 56.31 mm, 61.81 mm, dan 74.31 mm
sedangkan curah hujan sebelumnya masih rendah yaitu 45.37 mm. Penetapan awal
musim kemarau jatuh pada bulan april dekade pertama. Penetapan ini dikarenakan
curah hujan pada bulan april dekade pertama dan dua dekade sesudahnya
masing-masing sesuai kriteia yaitu berturut-turut 42.14 mm, 37.64 mm, dan 28.64
mm sedangkan curah hujan sebelumnya masih tinggi yaitu 60.86 mm.
2.6 Contoh Pola Tanam
Pola tanam dapat
disusun sesuai kebutuhan petani. Pemilihan jenis tanaman budidaya umumnya
disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Diketahuinya ketersediaan air disuatu
daerah dengan adanya neraca air maka penentuan pola
tanam dalam satu tahun dapat diatur
sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penentuan pola tanam sangat
dipengaruhi ketersediaan air. Maka dari itu, ketika waktu defisit air penentuan
pola tanam akan berbeda jika air dapat ditambahkan ataupun tidak dapat
diberikan penambahan air. Berikut akan diberikan lima contoh model pola tanam:
1. Padi - Padi - Padi
Jika air saat terjadi
defisit dapat disediakan maka dapat dilakukan penanaman padi sepanjang tahun.
Namun jika air sulit tersedia ketika defisit air maka masih memungkinkan
dilakukan penanaman padi sepanjang tahun namun dengan beberapa kriteria. Jika
dalam satu tahun akan ditanam padi sebanyak tiga kali maka varietas padi yang
digunakan adalah varietas genjah agar umurnya lebih pendek sehingga saat
surplus air dapat dimanfaatkan penanaman hingga panen. Awal bulan nopember
merupakan awal musim hujan namun pada dekade pertama masih terjadi defisit air.
Maka penanaman padi kesatu dapat mulai. Jika persiapan hingga panen memerlukan
waktu empat bulan maka saat penanaman padi kedua yaitu pada bulan maret masih
terdapat air namun bulan april hingga juni terjadi defisit air. Maka varietas padi
yang ditanam mengunakan padi lahan kering. Penanaman padi ketiga pada bulan
juli jika tetap tidak dapat diusahakan pengairan maka padi yang ditanam
menggunakan varietas lahan kering.
2. Padi - Padi - Palawija
Penanaman dengan pola
tanam padi-padi-palawija dapat dimulai dengan penanaman padi pertama saat awal
musim yaitu awal nopember. Persiapan dimulai bulan oktober sehingga pada awal
musim penanaman telah siap. Pada bulan pebruari penanaman padi kedua dapat
dilaksanakan sehingga pada waktu defisit air yaitu pada bulan juni hingga
oktober dapat digunakan untuk penanaman palawija dan pengolahan tanah.
3. Padi - Padi - Bero
Untuk memperbaiki keadaan tanah maka disamping
dilakukan penanaman dapat juga dilakukan pemberoan. Jika padi ditanam dua kali
seperti pola tanam padi-padi-palawija maka waktu penanaman palawija dapat
digunakan untuk pemberoan dan pengolahan tanah. Waktu penanaman padi dapat
disamakan dengan pola tersebut.
4. Padi - Palawija - Bero
Menurut rekomendasi Oldeman, pola
tanam yang sesuai untuk tipe iklim ini yaitu hanya mungkin satu kali padi atau
satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Pola
tanam ini sesuai dengan rekomendasi Oldeman maka penanaman padi dapat dilakukan
saat terjadi surplus air yaitu pada bulan nopember hingga maret. Dengan waktu
lima bulan ini maka pertumbuhan padi dapat dioptimalkan. Sedangkan penanaman
palawija ini dapat disesuaikan dengan jenis palawija dengan kebutuhannya
terhadapa air. Jika palawija yang ditanam tidak terlalu tahan kekeringan maka
penanamannya dapat dilakukan bulan maret disesuaikan saat surplus air sehingga
waktu untuk penanaman padi lebih dimajukan dan sisanya untuk palawija. Jika
palawija yang ditanam tahan terhadap kekeringan maka penanamannya dapat
dilakukan bulan april kemudian dilakukamn pemberoan.
Padi - Padi
Jika penanaman padi akan
dilaksanakan dua kali dalam satu tahun tanpa kegiatan lagi. Maka penanaman padi
pertama dilakuka saat surplus air yaitu bulan nopember hingga maret. Sedangkan
penanaman padi kedua dapat digunakan padi lahan kering yang ditanam setelah
padi kedua. Varietas padi dapat menggunakan varietas berumur panjang karena
dalam satu tahun hanya dilakukan dua kali penanaman.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keuntungan
Pola Tanam Tumpangsari
Keuntungan pola tanam tumpang sari
inter cropping antara lain:
·
Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan
tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah
dimekanisir
·
Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan
mengatur jarak diantara dan didalam barisan
·
Menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke
pasar
·
Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis
tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan
dan tekstur tanah
·
Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan
dengan monokultur
·
Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi
tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien
·
Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan
stabilitas biologis terhadap serangan hama dan penyakit.
3.2 Kelemahan
Pola Tanam Tumpangsari
Kelemahan pola tanam tumpang sari
inter cropping antara lain:
- Persaingan
dalam hal unsur hara
Dalam
pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara antar
tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur
hara yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu
tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara akibat kkalah bersaing dengan
tanaman yang lainnya.
- Pemilihan
komoditas
Diperlukan
wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai pendamping dari tanaman
utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok ditanam berdampingan. Kecocokan
tanaman-tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat diukur dari kebutuhan unsur
haranya, drainase, naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll.
- Permintaan
Pasar
Pada pola tanam tumpangsari, tidak
selalu tanaman yang menjadi tanaman sela, memiliki permintaan yang tinggi.
Sedangkan, untuk memilih tanaman sela yang cocok ditumpangsarikan dengan
tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah karena diperlukan wawasan yang
lebih luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi pemasaran yang tepat agar
hasil dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan keuntungan pula bagi petani.
- Memerlukan
tambahan biaya dan perlakuan
Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara
baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya
ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit.
Penentuan
jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan
dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar
diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal.
Kesuburan
tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindar persiangan
(penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman.
Pada pola
tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang
mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang
mempunyai perakaran relatif dangkal.
Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari
persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar
matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsarikan.
Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap
penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa
(glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan.
Antisipasi
adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko serangan hama
maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam tanam-tanaman
yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama
maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- Teknik
pergiliran tanaman ada dua macam, yaitu polikultur (tumpangsari) dan
pergiliran tanaman (rotasi tanaman). Polikultur (disebut Juga tumpangsari)
adalah penanaman dua tanaman secara bersama-sama atau dengan interval
waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama. Tumpangsari merupakan
sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan
tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan (hara,
air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi maksimum. Keuntungan
pola tanam tumpang antara lain : efisiensi tenaga lebih mudah dicapai
karena persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan
pemungutannya lebih mudah dimekanisir; banyaknya tanaman per hektar mudah
diawasi dengan mengatur jarak diantara dan didalam barisan; menghsilkan
produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar; perhatian lebih dapat di
curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan
dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah; resiko kegagalan panen
berkurang bila di bandingkan dengan monokultur; kemungkinan merupakan
bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan
sinar matahari lebih efisien; banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat
menciptakan stabilitas biologis terhadap serangan hama dan
penyakit. Sedangkan kelemahan dalam pola tanama tumpangsari, antara
lain : Persaingan dalam hal unsur hara; sulit dalam
memilih komoditas yang cocok dijadikan sebagai tanaman sela; sulit dalam
menyesuaikan atara tanaman sela dengan permintaan pasar; memerlukan
tambahan biaya dan perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Jumin, Hasan Basri. 1998. Dasar-dasar
Agronomi. Jakarta : Rajawali.
Marzuki, H. A. Rasyid, Soeprapto. 2004. Bertanam
Kacang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya.
Najiyati, Sri. 1992. Palawija, Budidaya,
dan Analisis Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sunaryo, Hendro. 1984. Pengantar Pengetahuan Dasar
Hortiklutura (Produksi Hortikultura I). Bandung : Sinar Baru Bandung.
Tim Penulis PS. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan
Pemasaran Tembakau. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sangat membantu
ReplyDeleteIjin salin makasih
Sangat membantu
ReplyDeleteIjin salin makasih