BIOTEKNOLOGI
TANAMAN
KONSERVASIANGGREK ALAM INDONESIA Vanda tricolor Lindl.
varietas suavis MELALUI KULTUR EMBRIO SECARA IN-VITRO
Oleh
:
Muhammad
Guruh Arif Zulfahmi
PROGRAM
STUDI ILMU TANAMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2014
1.
Pendahuluan
Pemerintah
Indonesia, melalui Departemen Pertanian menetapkan tanaman anggrek sebagai komoditas
hortikultura unggulan yang memiliki prospek agribisnis untuk dikembangkan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Di dunia terdapat lebih
dari 30000 spesies anggrek alam, 75% diantaranya terdapat di daerah tropis
(Banks, 1999) dan di Indonesia terdapat kurang lebih 5000 spesies (Irawati,
2002). Salah satu diantara ribuan spesies anggrek alam tersebut adalah Vanda
tricolor Lindl. varietas suavis.
Daerah penyebaran anggrek V.
tricolor Lindl. varietas suavis di Indonesia adalah Jawa timur, Jawa
Barat, D.I. Yogyakarta, Bali dan Sulawesi (Gardiner, 2007). Spesies V.
tricolor di habitat asalnya dilaporkan mulai langka akibat adanya kerusakan
hutan karena bencana alam maupun ulah manusia Kerusakan hutan akibat erupsi
Merapi pada bulan Oktober 2010 menyebabkan spesies V. tricolor var. suavis
di lereng Merapi kini secara ekologi dapat dikatakan terancam punah. Dengan
alasan tersebut, maka perlu dilakukan suatu usaha konservasi baik konservasi secara in situ maupun ex
situ. Konservasi ex situ dapat dilakukan dengan cara perbanyakan tanaman
di luar habitatnya, baik ditanam di pekarangan penduduk maupun perbanyakan di nursery
anggrek atau di kebun percobaan lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
Perbanyakan melalui kultur in-vitro
adalah metode perbanyakan yang sangat bermanfaat bagi spesies langka untuk
tujuan konservasi dan hal ini sangat
berguna untuk tanaman anggrek (Lo et al., 2004; Santoz-Herandez et
al., 2005) karena biji anggrek tidak memiliki cadangan makanan, sehingga di
alam memerlukan bersimbiose dengan fungi
tertentu untuk berkecambah dengan pertumbuhan yang sangat lambat (Duta et
al., 2011). Istilah ‘embrio’ diberikan untuk biji anggrek karena kondisinya
yang tanpa cadangan makanan tersebut (Semiarti et al., 2007).
Perbanyakan anggrek melalui kultur
embrio secara in-vitro memberi peluang untuk dipertahankannya variabilitas
genetik tanaman (Avila-Diaz et al., 2009), namun protokol untuk kultur in-vitro
biji anggrek sangat spesifik untuk masing-masing spesies dan salah satunya
tergantung pada media pertumbuhan
(Arditti, 1992; Stewart dan Kane 2006). Sejauh ini riset untuk perkecambahan
embrio anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis masih sangat
sedikit dilaporkan.
Permasalahan yang spesifik dimiliki
dengan riset V. tricolor di laboratorium yaitu seringkali terjadi pencoklatan
(browning) dengan intensitas yang tinggi pada medium pertumbuhan.
Kandungan fenolik yang relatif tinggi pada jaringan tanaman diduga memicu terjadinya pencoklatan
tersebut, dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasinya.
Dalam penelitian ini digunakan ekstrak
tomat untuk mengatasi pencoklatan pada kultur embrio V. tricolor,
karena ekstrak buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
mengandung vitamin C, antioksidan, gula dan senyawa lainnya sehingga dapat
meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan protokorm anggrek (Arditti and
Ernst, 1993), selain itu karena pertumbuhan embrio anggrek secara umum
membutuhkan ekstrak bahan organic (Dodds,
1993; Dodds dan Roberts, 1995).
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak tomat yang paling sesuai (yang harus
ditambahkan pada media kultur) untuk pertumbuhan embrio anggrek Vanda
tricolor Lindl. var. suavis forma Bali dan forma Merapi sebagai upaya
mendapatkan bibit (seedling) anggrek yang sehat untuk tujuan konservasi.
2.
Metodologi
Penelitian
dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Gadjahmada, Yogyakarta selama 4 bulan,
Juli-Oktober 2010. Bahan yang digunakan adalah buah V.tricolor Lindl.
var. suavis umur 7 bulan setelah polinasi, yakni Forma Bali yang
diperoleh dari daerah Bedugul (Bali) dan forma Merapi dari lereng Gunung Merapi
(Daerah Istimewa Yogyakarta). Buah
anggrek V.tricolor Lindl. dipanen, dicuci bersih, dicelupkan dalam
spritus dan dibakar (hingga 3 kali) dan kemudian
dimasukkan ke dalam Laminar Air Flow
untuk ditabur embrionya pada media yang sudah disiapkan. Embrio ditabur
pada media dasar New Phalaenopsis/NP
(Islam et al., 1998) yang ditambah dengan ekstrak tomat dengan
beragam konsentrasi (0, 50, 100, 150, 200, 250 gL-1 ekstrak tomat) sebagai perlakuan.
Observasi terhadap pertumbuhan embrio dilakukan
mulai minggu ke 1 hingga minggu ke 10 setelah penanaman dan dilakukan
pengambilan gambar secara periodik dibawah mikroskop. Untuk memudahkan
observasi dan pendataan secara kuantitatif, maka dilakukan penentuan fase-fase pertumbuhan
seperti yang dilakukan oleh Semiarti et al. (2007) terhadap P.
amabilis. Fase-fase pertumbuhan dan perkembangan pada V. tricolor ini
ditentukan berdasarkan perkembangannya mengikuti perubahan warna dan ukuran
yang terjadi pada embrio, dan diamati secara periodik pada obyek yang sama.
Selanjutnya dilakukan penghitungan
jumlah embrio berdasar fase-fase yang sudah ditentukan tersebut secara in
silico (berdasarkan hasil pemotretan di bawah mikroskop). Persentase embrio
fase ke-n = (jumlah embrio pada fase ke-n / jumlah total embrio) x 100%. Rancangan
statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Data
diolah menggunakan Analysis of Variance, dan untuk perbedaan rata-rata
antar perlakuan digunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%.
3. Hasil
dan Pembahasan
Pertumbuhan
embrio V. tricolor dari buah yang berumur 7 bulan setelah polinasi
diikuti perkembangannya. Berdasarkan morfologi embrio dibuat pengelompokan
perkembangan embrio fase 1 sampai dengan 6 dengan kriteria tertentu dan didapatkan
morfologi yang sama untuk kedua forma (Gambar
1). Selanjutnya, berdasarkan fase-fase ini dilakukan kuantifikasi terhadap
pertumbuhan embrio berdasarkan fase-fasenya.
Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan pertumbuhan
embrio anggrek Vanda tricolor Lindl. pada umur 4 minggu setelah semai
untuk forma Bali (Tabel 1) dan forma Merapi (Tabel 2) dari buah yang berumur 7
bulan setelah polinasi. Pada umur 4 minggu setelah semai, tidak ditemukan
adanya protokorm yang memasuki fase 5 dan 6 untuk semua perlakuan, baik pada
forma Bali maupun Merapi.. Semua perlakuan (termasuk kontrol) menghasilkan
protokorm fase 4, namun perlakuan ekstrak tomat 100g L-1 memberikan persentase
protokorm fase 4 tertinggi untuk forma Bali maupun Merapi, akan tetapi secara statistic
hanya forma Bali yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Data ini
menunjukkan bahwa forma Bali memberikan respon yang lebih baik terhadap ekstrak
tomat. Forma Merapi menunjukkan perbedaan yang tidak nyata secara statistik
antara perlakuan ekstrak tomat dengan
kontrol pada hampir semua fase pertumbuhan yang diamati. Artinya bahwa, dengan
ataupun tidak diberi ekstrak tomat, V. tricolor Lindl. forma Merapi
memiliki pertumbuhan yang relatif sama.
Menurut Arditti (1991), perkecambahan
embrio anggrek dimulai dengan pembengkakan embrio, diikuti kemunculan embrio
dari testa, sampai hilangnya testa dari embrio. Dengan demikian maka embrio
anggrek dikatakan sudah berkecambah jika testa sudah benar-benar terlepas atau
memasuki fase 3. Istilah protokorm diberikan untuk embrio tanpa testa, sehingga
berdasarkan warna dibedakan menjadi protokorm putih (whithe protocorm), protokorm
kuning (yellow protocorm), protokorm hijau (green protocorm )
(Semiarti et al, 2007). Biji anggrek dikatakan sudah berkecambah jika
sudah memasuki fase protokorm yaitu fase untuk embrio tanpa testa atau
embrio yang sudah berkecambah (fase 3, 4, dan seterusnya).
Perbedaan respon kedua forma terhadap pemberian
ekstrak tomat dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 2. Pada forma Bali tampak
jelas perbedaan antar perlakuan, dan perlakuan ekstrak tomat 150g L-1
memberikan persentase fase protokorm tertinggi, pada konsentrasi melebihi 150g
L-1 persentase protokorm menurun. Tanpa ekstrak tomat, embrio V. tricolor forma
Bali berkecambah (menjadi protokorm) dibawah 10%, sedangkan forma Merapi mencapai
hampir 30% (Gambar 2). Gambar 3 memperlihatkan
kondisi embrio/protokorm dari kedua forma pada media tanpa ekstrak tomat pada 4
minggu setelah semai.
Stewart dan Kane (2006) menyebutkan
bahwa media pertumbuhan untuk embrio
anggrek sangat bervariasi dan sangat spesifik untuk masing-masing spesies. Data
penelitian ini membuktikan bahwa respon perkecambahan embrio anggrek terhadap media
dengan penambahan ekstrak tomat sangat spesifik dan berbeda untuk forma pada
spesies yang sama. Gambar 2 dan Gambar 3 sangat jelas menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak tomat pada media merupakan suatu keharusan bagi embrio anggrek
V. tricolor untuk perkecambahan dan pertumbuhannya, namun tidak demikian
dengan forma Merapi karena perkecambahan embrio dapat mencapai 30% meskipun
tanpa ekstrak tomat. Perbedaan respon ini diduga karena adanya perbedaan
inhibitors (penghambat) untuk perkecambahan yang dimiliki oleh embrio dari
masingmasing forma. Adanya zat penghambat ini akan mempengaruhi aktivasi enzim
yang menginisiasi proses perkecambahan dan pertumbuhan.
Hasil analisis dengan metode
kromatografi untuk kandungan senyawa
dalam buah tomat yang digunakan dalam penelitian ini (Dwiyani dkk., 2009) menunjukkan
bahwa ekstrak buah tomat mengandung vitamin C, dan karoten total yang tinggi yang
kesemuanya berfungsi untuk mengatasi oksidasi senyawa fenolik dan mencegah pencoklatan.
Dan (2008) menyebutkan bahwa vitamin C juga dapat menstimulasi organogenesis, embriogenesis
somatik dan pertumbuhan tunas dalam mikropropagasi pada beragam spesies tanaman.
Diantara mineral yang dikandung buah tomat, unsur K menunjukkan nilai paling
tinggi. Unsur K dalam media berfungsi untuk hidratasi karena mempermudah
pembentukan misel (kantung air) dalam dinding sel, sehingga lebih mudah menyerap
air (George dan Sherington, 1984). Penyerapan air yang lebih mudah ini,
mempercepat terjadinya pembengkakan embrio (swollen) yang diikuti oleh pecahnya
testa dan lepasnya testa dari embrio, sehingga mempercepat terjadinya perkecambahan
embrio anggrek.
Buah tomat yang masak (fully ripe)
mengandung sitokinin dengan konsentrasi yang rendah, sitokinin dalam buah tomat
berkurang seiring masaknyanya buah tomat. Desai dan Chism (2006) menyebutkan
bahwa dari 1000g buah tomat hijau didapatkan 10.35μg benzylaminopurin ,
sedangkan dari 1000g buah tomat yang sudah masak merah mengandung 0.15 μg
benzylaminopurin. Neumann et al. (2009) menyebutkan bahwa fitohormon
dalam konsentrasi rendah memiliki efek stimulan yang spesifik pada tanaman,
sedangkan pada konsentrasi tinggi memiliki efek menghambat. Hal ini menjelaskan
bahwa konsentrasi ekstrak tomat 150 gL-1 memberikan hasil terbaik tehadap
perkecambaha embrio anggrek V.tricolor Lindl forma Bali, karena pada
konsentrasi ekstrak tomat yang lebih tinggi, kandungan fitohormon meningkat
sehingga diduga memiliki efek menghambat pada pertumbuhan embrio
4.
Simpulan dan Saran
Penelitian
ini menyimpulkan bahwa embrio Vanda tricolor forma Bali lebih responsif
terhadap pemberian ekstrak tomat untuk pertumbuhan dan perkecambahannya
dibandingkan forma Merapi. Untuk menghasilkan bibit anggrek yang sehat dalam waktu
cepat, maka pada media kultur embrio anggrek V. tricolor forma Bali
(dari buah umur 7 bulan setelah polinasi) perlu ditambahkan 150 gL-1 ekstrak
tomat, namun tidak disarankan untuk forma Merapi. Disarankan untuk dilakukan
penelitian serupa pada umur buah yang berbeda karena kondisi internal embrio
sangat besar pengaruhnya terhadap respon embrio tersebut pada kondisi
lingkungan in vitro.
DAFTAR PUSTAKA
Arditi, J. 1992. Fundamentals of Orchid Biology. John
Wiley & Sons, Inc. New York.
Arditti, J. and Ernst, R. 1993. Micropropagation of orchids.
John Wiley & Sons, Inc. New York.
Avila-Diaz, I., Oyama, E.K., Gomez-Alonso, E.C. dan Salgado, R.
2009. “In vitro propagation of thr endangered orchid Laelia speciosa”. Plant
Cell Tiss. Organ Cult, 99. 335-343
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek
dan Arah Pengembangan Agribisnis: Rangkuman Kebutuhan Investasi . Edisi
Kedua. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Dan, Y. 2008. “Biological functions of antioxidants in plant
transformation”. In Vitro Cell.Dev.Biol,Plant, 44. 149-161
Desai, N. and 1 G. W. Chism. 2006. “Changes in cytokinin
activity in the ripening tomato fruit”. Journal of Food Science, 43.
1324 – 1326
Dodd, B. 1993. Plant tissue culture for horticulture.
Queensland University of Technology, Queensland.
Dodds, J.H. and Roberts, L.W. 1995. Experiments in plant
tissue culture, 3rd rev. ed. Cambridge University Press, Cambridge.
Dutta, S, Chowdhury, A., Bhaaacharjee, B., Nath, P.K. dan Dutta,
B.K. 2011. “In vitro multiplication and protocorm development of Dendrobium
aphyllum (Roxb.) CEC Fisher”. Biological and Environmental Sci, 7.
57-62
Dwiyani, R., Purwantoro, A., Indrianto, A., dan Semiarti, E.
2009. Peningkatan kecepatan pertumbuhan embrio anggrek Vanda tricolor Lindl.
pada medium diperkaya dengan ekstrak tomat. Prosiding Seminar Biologi
Nasional XX. UIN-Malang, 24-25 Juli 2009. 590-596
Gardiner, L.M. 2007. “Vanda tricolor Lindl.
Conservation in Java, Indonesia: Genetic and Geographic Structure and History”.
Lankesteriana, 7. 272-280.
George, E.F. and Sherrington, P.D. 1984. Plant propagation by
tissue culture. Hand book and directory of commercial laboratories. Exegetics
Ltd, England.
Irawati. 2002. “Pelestarian jenis anggrek Indonesia”. Buku panduan
Seminar Anggrek Indonesia 2002. 34-45
Islam, MO., Ichihasi, S., Matsui, S. 1998. “Control of growth
and development of protokorm like body derived from callus by carbon sources in
Phalaenopsis”. Plant Biotechnol, 15. 183-187 Lo S-F, Nalawade SM,
CL Kuo, CL Chen, dan Tsay HS. 2004. “Asymbiotic germination of immature seeds, plantlet
development and ex vitro establishment of plants of Dendrobium tosaense Makino-a
medicinally important orchid”. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant , 40.
528–535
Neumann, K-H., Kumar, A., dan Imani, J. 2009. Plant Cell and
Tissue CultureA Tool in Biotechnology, Basics and Application.
Springer-Verlag, Berlin.
Santos-Herna´ndez L, Martý´nez-Garcý´a M, Campos JE, dan
Aguirre-Leo´n E. 2005. “In vitro propagation of Laelia albida (Orchidaceae)
for conservation and ornamental purposes in Mexico”. Hortic. Sci., 40.
439–442
Semiarti, E., Ari Indrianto, A. Purwantoro, S. Isminingsih, N.
Suseno, T. Ishikawa, Y. Yoshioka, Y. Machida, dan C. Machida. 2007. “Agrobacterium-mediated
transformation of the wild orchid species Phalaenopsis amabilis”. Plant
Biotechnol., 24. 265-272
Stewart, S.L., dan Kane, M.E. 2006. “Asymbiotic seed germination
and in vitro seedling development of Habenaria macroceratitis (Orchidaceae),
a rare Florida terrestrial orchid”. Plant Cell Tissue Organ Cult.,
86. 147–158
No comments:
Post a Comment