Dwi Intan Fitriani 105040101111126
TUGAS
PEMBELAJARAN 1
1 & 2. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
Agribisnis
sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat
diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung
dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir
sebagai suatu totalitas.
Adapun
kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Subsistem
Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana
produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup
Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar
penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu,
tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.
b.
Subsistem
Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan
pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer
pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi,
komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi
primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable
(lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan
cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya
alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang
berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer
yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian
ekonomi terbuka
c.
Subsistem
Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya
aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan
kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah)
dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan,
pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d.
Subsistem
Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup
pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik
maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan
informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar
negeri.
e.
Subsistem
Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang
kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
·
Sarana
Tataniaga
·
Perbankan/perkreditan
·
Penyuluhan
Agribisnis
·
Kelompok
tani
·
Infrastruktur
agribisnis
·
Koperasi
Agribisnis
·
BUMN
·
Swasta
·
Penelitian
dan Pengembangan
·
Pendidikan
dan Pelatihan
·
Transportasi
·
Kebijakan
Pemerintah
Strategi Pengembangan Sistem
Agribisnis
a.
Pembangunan
Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang
dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis.
Hal ini dapat diartikan bahwa
perkembangan pertanian, industri dan jasa harus saling berkesinambungan dan
tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering kita dapatkan selama ini adalah
industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya
dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan baku yang dihasilkan pertanian
dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh
perkembangan industri pengolahan ( Membangun industri berbasis sumberdaya
domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan Agribisnis Vertikal.
b.
Membangun
Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi
pembangunan kepada pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya
digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu
mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk
utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian
berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif
dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat
Innovation and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya saing
produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan
bersaing, yaitu dengan cara:
Mengembangkan subsistem hulu
(pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman
industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara
internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem
agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and
skill labor intensive.
Pembangunan sistem agribisnis yang
digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini peranan Litbang menjadi sangat
penting dan menjadi penggerak utama sistem agribisnis secara keseluruhan.
Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini merupakan
produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
Perlu orientasi baru dalam
pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi
harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta
harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien
c.
Menggerakkan
kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis
Oleh karena itu untuk menggerakkan
Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/
pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta
perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
d.
Menjadikan
Agroindustri sebagai A Leading Sector.
Agroindustri adalah industri yang
memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat
dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas
pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan
pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan
keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan
baku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan
kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa
didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri
pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi
pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan
industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai A Leading Sector
apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Memiliki
pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat menarik
pertumbuhan perekonomian secara total.
2.
Memiliki
pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
3.
Memiliki
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik
pertumbuhan banyak sektor lain.
4.
Keragaan
dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun
daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.
5.
Tingginya
elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.
6.
Elastisitas
Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar
7.
Angka
pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar
8.
Kemampuan
menyerap bahan baku domestic
9.
Kemampuan
memberikan sumbangan input yang besar.
e.
Membangun
Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata
rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara
keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi
(kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma
dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti
kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada
industri perbenihan. Untuk membangun industri perbenihan diperlukan suatu
rencana strategis pengembangan industri perbenihan nasional. Oleh karena itu
pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas
unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
industri perbenihan modern. Pada tahap berikutnya daerah-daerah yang memiliki
kesamaan agroklimat dapat mengembangkan jenjang benih yang lebih tinggi seperti
jenjang benih induk,
f.
Dukungan
Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Dalam rangka memodernisasi
agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak jenis dan ragam produk industri
agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub sistem agribisnis. Untuk kondisi di
Indonesia yang permasalahannya adalah skala pengusahaan yang relatif kecil,
tidak ekonomis bila seorang petani memiliki produk agro-otomotif karena
harganya terlalu mahal. Oleh karena itu perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan
oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri.
Dukungan Industri Pupuk dalam
pengembangan sistem agribisnis.
Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu
mengembangkan sistem Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun
Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan
penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah
perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena
perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis
intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga
terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan
pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.
g.
Pengembangan
Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Perlu adanya perubahan
fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
·
Meningkatkan
kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
·
Meningkatkan
daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih optimal.
·
Menyediakan
produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
·
Meningkatkan
peluang pasar
·
Memperbaiki
mutu produk dan jasa
·
Meningkatkan
pendapatan
·
Menjadi
Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
·
Menjadikan
koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan koperasi dengan
anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling esensial dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat.
·
Melakukan
kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi anggota.
·
Perlu
mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi
koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi
agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung distribusi, pemasaran
dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta perlu melakukan promosi untuk
memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi
Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani
kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.
h.
Pengembangan
Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis.
Dalam membangun sistem informasi
agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi
produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta
informasi pasar.
i.
Tahapan
pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan pembangunan sistem
agribisnis di Indonesia:
1. Tahap kelimpahan faktor produksi
yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak terdidik. Serta dari sisi produk
akhir, sebagian besar masih menghasilkan produk primer. Perekonomian berbasis
pada pertanian.
2. Akan digerakkan oleh kekuatan
Investasi melalui percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan
serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis. Tahap ini akan
menghasilkan produk akhir yang didominasi padat modal dan tenaga kerja
terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga pangsa pasar
internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.
3. pembangunan sistem agribisnis yang
didorong inovasi melalui kemajuan teknologi serta peningkatan Sumberdaya
manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan Litbang pada setiap sub sistem agribisnis
sehingga teknologi mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari berbasis
Modal ke perekonomian berbasis Teknologi.
j.
Membumikan
pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up,
yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi
nasional akan terjadi di setiap daerah.
k.
Dukungan
perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk membangun agribisnis di
daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting.
Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju
mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya
alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm
agribisnis. Selama 30 tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis
di daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit perbankan. Padahal sekitar
60 % dari penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm
agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem
perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang demikian
selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat)
ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang
biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang
berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan
kembali ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu
dengan merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni
perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal.
Kebutuhan kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta perbedaan juga
terjadi pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat agunan kredit juga
disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang modal lainnya, juga bisa
penggunaan Warehouse Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif agunan
pada petani. .WRS adalah suatu sistem penjaminan dan transaksi atas surat tanda
bukti (Warehouse Receipt).
l.
Pengembangan
strategi pemasaran
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting
peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus
mengalami perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah
mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh
pasar (konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma tersebut, maka
pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap
wilayah, negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk
segmentasi pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang
dihasilkan. Selain itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang
didasarkan preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan
produk (product mapping).. Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran
modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang
didasarkan pada kajian mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan.
m.
Pengembangan
sumberdaya agribisnis
Dalam pengembangan sektor agribisnis
agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan
sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta
pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor
pengembangan agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan
adalah pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming,
teknologi proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga peran
Litbang sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan litbang
diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan
mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar komponen
jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna langsung dan
mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada konsumen. Dalam
pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama tim (team work) SDM
Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis pelaku langsung dan SDM
Agribisnis pendukung sektor agribisnis.
n.
Penataan
dan pengembangan struktur Agribisnis
Struktur agribisnis yang
tersekat-sekat telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh karena
itu penataan dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua
sasaran pokok yaitu:
1.
Mengembangkan
struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran
produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis
pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan
manajemen.
2.
Mengembangkan
organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang menangangani
seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai dengan subsistem
agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada subsistem
agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.
Dalam penataan tersebut, ada 3
bentuk :
1. Pengembangan koperasi agribisnis
dimana petani tetap pada subsektor agribisnis usahatani, sementara kegiatan
subsektor agribisnis hulu dan hilir ditangani koperasi agribisnis milik petani.
2. Pengembangan Agribisnis Integrasi
Vertikal dengan pola usaha patungan (Joint Venture). Pada bentuk ini pelaku
ekonomi pada subsektor hulu, primer dan hilir yang selama ini dikerjakan
sendiri-sendiri harus dikembangkan dalam perusahaan agribisnis bersama yang
dikelola oleh orang-orang profesional.
3. Pengembangan Agribisnis
Integratif Vertikal dengan pola pemilikan Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian
keuntungannya didasarkan pada pemilikan saham
o.
Pengembangan
Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis.
Perlu perubahan orientasi lokasi
agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi
bahan baku, dalam hal ini untuk mengurangi biaya transportasi dan resiko
kerusakan selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta
perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama
ekonomi. Serta berdasar Keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan
perlu dilakukan secara nasional sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan
setiap propinsi dalam menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat
secara nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik
akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.
p.
Pengembangan
Infrastruktur Agribisnis.
Dalam pengembangan pusat pertumbuhan
Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan
dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air,
pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.
q.
Kebijaksanaan
terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan
agribisnis.
·
Kebijaksanaan
pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
·
Kebijaksanaan
tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
·
Kebijaksanaan
pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
·
Kebijaksanaan
ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.
Beberapa kebijaksanaan operasional
untuk mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, antara lain:
1. Mengembangkan forum komunikasi
yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis dengan
penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kebijaksanaan yang
dapat mempengaruhi sistem agribisnis keseluruhan, atau subsistem didalam
agribisnis.
2. Forum tersebut terdiri dari
perwakilan departemen terkait.
3. Mengembangkan dan menguatkan
asosiasi pengusaha agribisnis.
4. Mengembangkan kegiatan
masing-masing subsistem agribisnis untuk meningkatkan produktivitas melalui
litbang teknologi untuk mendorong pasar domestik dan internasional.
r.
Pengembangan
agribisnis berskala kecil.
Ada 3 kebijaksanaan yang harus
dilakukan adalah:
1.
Farming
Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan
diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta
reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan
lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.
2.
Small-scale
Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan
manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
3.
Services
Rasionalization
Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga
penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing
lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang
khususnya penyuluhan.
s.
Pembinaan
Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi
pedesaan.
Dalam era Agribisnis, aktor utama
pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada
pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani
serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran
penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena
itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal,
kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini
sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS
t.
Pemberdayaan
sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan dan Devisa.
Perlu langkah-langkah reformasi
dalam memberdayakan sektor agribisnis nasional, yaitu:
·
Reformasi
strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada industri
agribisnis domestik.
·
Kebijakan
penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan pangan.
·
Reformasi
pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu Departemen yaitu DEPARTEMEN
AGRIBISNIS
·
Pengembangan
agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui koperasi
agribisnis.
3. HUBUNGAN ANTARA AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
Agroindustri merupakan sub
sektor yang luas yang meliputi industri hulu sektor pertanian sampai dengan
industri hilir. Industri hulu adalah industri yang memproduksi alat-alat dan
mesin pertanian serta industri sarana produksi yang digunakan dalam proses budidaya
pertanian. Sedangkan industri hilir merupakan industri yang mengolah hasil
pertanian menjadi bahan baku atau barang yang siap dikonsumsi atau merupakan
industri pascapanen dan pengolahan hasil pertanian.
Secara
garis besar agroindustri dapat digolongkan menjadi 4 (empat) yang meliputi:
pertama, agroindustri pengolahan hasil pertanian; kedua, agroindustri yang
memproduksi peralatan dan mesin pertanian; ketiga, agroindustri input pertanian
(pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) dan keempat, agroindustri jasa
sektor pertanian (supporting services).
Dengan
demikian, agroindustri dan agribisnis sangat terkait dan berhubungan. Dalam
system agribisnis terdapat agribisnis hulu (saprodi, alsintan) dan agribisnis
hilir (pengolahan hasil pertanian). Demikian juga dengan agroindustri hulu yang
menghasilkan sarana produksi pertanian; serta agroindustri hilir yang mengolah
hasil-hasil pertanian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa agroindustri ada di
dalam subsistem agribisnis, merupakan industry yang menghasilkan keperluan dan
hasil untuk subsystem agribisnis.
Bagan:
Subsistem
agribisnis hulu
|
usahatani
|
Subsistem
agribisnis hilir
|
AGROINDUSTRI
|
Agroindustri
4. AGROINDUSTRI
PRODUK
Di dalam agroindustri dibagi
menjadi dua yaitu industri hulu dan industri hilir. Dimana di masing-masing
agroindustru tersebut memiliki tahapan-tahapan tersendiri. Agroindustri hilir
misalnya menghasilkan sarana produksi pertanian yaitu pupuk, benih, bibit, dan
lain sebagainya. Kemudian untuk agroindustri hilir misalnya mengolah hasil
pertanian.
Diambil contoh untuk
agroindustri yang menangani tentang agroindustri hilir, dimana agroindustri ini
lebih fokus terhadap pengolahan hasil pertanin. Pada agroindustri hilir ini
terdapat beberapa tahapan pengolahan yaitu misalnya mengubah struktur fisik
maupun dlam bentuk kimianya. Hingga pada akhir tahap, dimana input sudah
mengalami perubahan bain fisik ataupun kimia.
Agroindustri hilir ini
akan berjalan lancar ditentukan oleh ketersediaan bahan baku, kreatifitas, dan
tingkat pe,mnafaatan teknologi proses.
Misal produk yang akan diolah yaitu
tomat. Dimana tomat ini dapat dijadikan produk olahan saos tomat ataupun
torakur (tomat rasa kurma).
Pada saat sebelum pada proses
agroindustri hilir, melalui tahapan agroindustri hulu, yaitu penyediaan benih
terlebih dahulu, kmeudian membudidayakan dengan baik dan benat. Setelah
agroindustri tersebut selesai, saatnya agroindustri hilir berjalan.
Mengaa memilih buah tomat? Karena tomat
dapat diolah menjadi beberapa olahan makanan yang enak, lezat da bermutu.
Kegiatan pengolahan yaitu:
1.
Penyucian
Tomat
yang telah dipanen dicuci agar kotoran atau tanah yang menempel akan hilang
serta terhindar dari kuman atau pestisida yang tertinggal di kulit buah bersih.
2.
Penyortiran
Dipilihlah tomat
yang berwarna merah denan kualitas unggulan dijadikan saos, lemudian kualitas 2
dpat dijadikan torakur.
Untuk torakur, terdapat beberapa tahap
yaitu:
1.
menyiapkan tomat segar yang warnanya merah merata
2. Buah tomat
tersebut dicuci dengan air bersih dan ditusuk dengan menggunakan sendok
trifungsi ( sendok torakur ) secara merata guna menghilangkan rasa asam pada
tomatnya ataupun dapat dengan tusukan lainnya
3. Buah tomat
yang telah ditusuk tersebut dibelah menjadi dua bagian yang sama besarnya dan
biji yang berada di dalam tomat tersebut dikeluarkan / dibersihkan.
4. Kemudian
direndam di air kapur sirih kurang lebih 1 jam
5. Siapkan
wajan/kuali untuk memasak/ mengolah tomat yang telah direndam air kapur sirih
tersebut, selanjutnya tomat dicampur dengan gula pasir dengan
perbandingan antaratomat denga gula pasir adalah 5 : 1 ( 5 Kg tomat
dengan 1 Kg gula pasir.
6. Panaskan
tomat dan gula pasir hingga sampai mengeluarkan bau yang wangi
7. Bila telah
mengeluarkan bau yang wangi tomat diangkat, kemudian dipisahkan antara tomat
dengan air ( ditus )
8. Setelah
tidak ada lagi airnya yang menetes, ambil wadah / tampah guna dilakukan
penjemuran / pengeringan cahaya matahari pada rumah plastik atau oven ( kurang
lebih 3 hari )
9. Torakur siap
TUGAS
PEMBELANJARAN 2
1. STUDI
KASUS USAHA AGRIBISNIS
Studi kasus usaha agribisnis
pupuk “kelinci”
Pupuk adalah kebutuhan
mendasar bagi kelangsungan kegiatan agribisnis. Pupuk bisa jadi mahal bisa pula
menjadi barang murah, bahkan mubadzir. Semua tergantung persepsi dan sikap kita
terhadapnya. Bagi peternak yang tak memiliki kebutuhan akan tanaman bisa jadi
sampah yang tiada bernilai. Hal ini tentu berbeda dengan para pengelola
agribisnis yang setiapkali musim tanam selalu melihat pupuk sebagai barang
berharga, saking berharganya bisa pula menjadi sesuatu yang eksklusif.
Ada banyak jenis pupuk, tetapi
dari sekian jenis pupuk kandang, pupuk kelinci yang terdiri dari tahi (feses)
dan kencing (urine) dipadukan, ia akan menjadi pupuk handal untuk menghasilkan
produksi tanaman.
Satu ekor kelinci yang berusia
dua bulan lebih, atau yang beratnya sudah mencapai 1 Kg akan menghasilkan 28,0
g kotoran lunak per hari dan mengandung 3 g protein serta 0,35 g nitrogen dari
bakteri atau setara 1,3 g protein. (Spreaadburi dan Yono C. Rahardjo: 1978)
Di dalam kandungan pupuk tersebut, Majalah Domestik Rabbit di Amerika Serikat tahun 1990 silam menyebutkan terdapat kandungan 2,20% Nitrogen, 87% Fosfor , 2,30% Potassium, 36 Sulfur%, 1,26% Kalsium, 40% Magnesium.
Di dalam kandungan pupuk tersebut, Majalah Domestik Rabbit di Amerika Serikat tahun 1990 silam menyebutkan terdapat kandungan 2,20% Nitrogen, 87% Fosfor , 2,30% Potassium, 36 Sulfur%, 1,26% Kalsium, 40% Magnesium.
Hasil riset tiga peneliti dari
Balai Penelitian Ternak (Balitnak Bogor), Sajimin, Yono C. Rahardjo dan
Nurhayati D. Purwantari (2005) menyimpulkan, pupuk kandang dari kotoran kelinci
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan maupun produksi rumput P.maximum dan leguminosa
S.hamata setelah 6 kali panen (umur 258 hari). Sedangkan dengan penambahan
probiotik pada pupuk kelinci interaksinya telah memberikan pengaruh nyata pada
tanaman pakan dan meningkatkan produksi hijauan sebesar 34,8-38,0%.
Menurut penelitian tersebut,
“komposisi bahan organik C:N rasio, unsur makro dan mikro lebih tinggi pada
pupuk kelinci yang ditambahkan probiotik pada waktu proses dekomposisi.
Penggunaan probiotik pada pupuk kelinci untuk tanaman sayuran kentang dan kubis
juga berdampak positif di mana dengan perlakukantrichoderma rata-rata
produksinya lebih tinggi 16,3% (kentang) dan 5% (kubis) di banding tanaman
kontrol.”
Sedangkan pada tabel berikut ini menyebutkan
kandungan unsur-unsur dalam feses dan urin kelinci berbanding ternak lainnya
sebagai berikut.
Jenis
ternak
|
Unsur
Hara
|
|||
N (%)
|
P (%)
|
K (%)
|
H2O
(%)
|
|
Kuda
(padat)
|
0,55
|
0,30
|
0,40
|
75
|
Kerbau
(padat)
|
0,60
|
0,30
|
0,34
|
85
|
Sapi
(padat)
|
0,40
|
0,20
|
0,10
|
85
|
Domba
(padat)
|
0,75
|
0,50
|
0,45
|
60
|
Babi
(padat)
|
0,90
|
0,35
|
0,40
|
80
|
Ayam
|
0,40
|
0,10
|
0,45
|
97
|
Kelinci
muda*
|
1,6-2,0
|
0,43-1,3
|
0,4-1,0
|
44,7-32,5
|
Kelinci
dewasa**
|
2,72
|
1,1
|
0,5
|
55,3
|
Sumber: Trubus (1996). Klaus
(1985 dalam Kartadisastra (2001); Baririh, N.R, Wafiatiningsih, I.Sulistyo,
R.A. Saptati BPPT Kaltim 2005)
Djiman Santoso, jutawan kelinci dari Sleman Yogyakarta
sebagaimana ditulis di Tabloid Agrina 29 Nopember 2006 lalu mengatakan, “harga
pupuk kotoran kelinci mencapai Rp7.500/kg, sedangkan air kencingnya
Rp5.000/liter. Seratus ekor kelinci menghasilkan 25 kg kotoran basah per hari.”
Mereka yang memahami manfaat pupuk kelinci wajar jika
kemudian memilihnya sebagai pendorong produktivitas. Mu’tazim Fakkih, peternak
kelinci dan penggerak pertanian Serikat Islam di Klaten misalnya, sudah
bertahun-tahun memanfaatkan pupuk kelinci.
Sebagaimana diulas dalam Tabloid Kontan 29 April 2009 lalu,
Tazim membuktikan pupuk dan urin kelinci membuat tanaman sayuran dan buah lebih
netral dan kesegarannya lebih tahan lama. Sayangnya, sekalipun ia
memiliki ratusan ekor kelinci, pasokan untuk kegiatan agribisnisnya masih
kurang.
Di Negara-negara yang sudah menerapkan proyek agribisnis atau
agroindustri seperti Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Spanyol dan lain-lain
pupuk kelinci telah memainkan peranan sebagai bagian terpenting menghasilkan
tanaman yang baik, termasuk sebagai cara menghasilkan uang paling hebat dalam
pasar pertanian modern.
Saking potensialnya, pupuk kelinci justru mendapatkan
perhatian yang serius sehingga dalam mendesain kandang harus diperhatikan.
Tujuan membuat desain kandang selain untuk menghindari kemubadziran feses dan
urin juga untuk tujuan memudahkan pembersihan keduanya.
2. SUBSISTEM
DAN ASPEK
Dalam usaha agribisnis
terdiri atas 3 subsistem, yaitu agroindustri hulu, usaha tani/farming,
agroindustri hilir. Dari ketiga subsistem tersebut menurut kelompok kami
agroindustri hilir merupakan usaha yang paling menguntungkan diantara yang
lainnya. Hal ini terjadi karena adanya beberapa aspek yang memudahkan
pengerjaan ataupun pengembangan suatu usaha atau industri.
Agribisnis hilir merupakan bisnis usaha tani
yang berada pada tahap kedua atau selanjutnya dari sistem usaha ini. Dimana
dalam hal ini berperan mengolah bahan baku yang telah didapatkan dari industry
hilir untuk usaha selanjutnya yang bernilai komersil. Dalam hal pengkajian
usaha bisnis olahan apel malang ini, agribisnis hilir terletak pada usaha
pengolahan apel malang menjadi produk lainnya seperti kripik apel, dodol atau
jenang apel, dan sari apel . Ada beberapa hal yang dapat dikaji dalam
pengolahan apel ini untuk mengetahui manajemen agribisnis yang diterapakan,
yakni prsose produksi, agro industry, home industry, tenaga kerja, nilai
tambah, harga, aspek pemasaran, kelayakan ekonomi serta kelayakan financial.
A. Proses Produksi
Proses produksi
pengolahan apel malang pada prinsipnya merupakan pengolahan semi teknologi,
sebab dalam prosesnya tidak semua menggunakan mesin juga menggunakan cara
manual atau kerja manusia. Ada beberapa produk olahan buah-buahan dari usaha
ini,namun yang bersektorkan pada bahan baku buah apel adalah kripik apel, dodo
apel dan sari apel. Usaha ini beskala home industry (industry rumahan). Pada
industry hilir ini, selain industry rumahan juga ada usaha yang berskala agro
industry, namun pda kesempatan ini praktikan akan menjelaskan mengenai industry
rumahan pengolahan apel.
Pada proses pembuatan
sari apel, pada awalnya dilakukan sortasi buah yang tidak busuk dan rusak,
mencucinya dengan air yang mengalir, serta memotong-motong menjadi bagian- bagian
kecil setebal kurang lebih 1 cm menggunakan mesin pemotong sederhana. Merebus
apel tersebut dalam air mendidih selama 15 menit, kemudian pisahkan ampas buah,
sambil mengaduk masukkan gula sedikit demi sedikit dan caramel sesuai warna
yang diinginkan, memasukkan asam sitrat serta benzoate. Lakukan penyaringan
menggunakan mesin filling yang suhunya tetap terjaga 800C. dan langkah akhir
dilakukan pengemasan.
B. Tenaga Kerja
Dalam hal ini, tenaga
kerja dibutuhkan dari awal proses produksi mulai dari pengolahan produk dan
pengemasan. Ada beberapa jenis tenaga kerja yang digunakan yakni tenaga kerja
tetap yang berperan dalam proses pengolahan secara langsung dan mendapatkan
upah yang tetap, serta tenaga kerja lepas (TKL) yang berperan secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses pengolahan, dan pengemasan yang dibayar upah
secara honorer.
Analisa tentang tenaga
kerja dan bahan baku berpengaruh terhadap nilai tambah, dimana jika dalam usaha
tersebut kekurangan bahan baku atau dibutuhkan tenaga kerja tambahan maka
diperlukan adanya penambahan biaya, begitu juga jika adanya niat perluasan
usaha maka dibutuhkan pula penambahan bahan baku dan tenga kerja.
C. Pemasaran
Setelah dilakukan proses
pengolahan dan pengemasan apel tersebut, selanjutnya dalam aspek pemasaran
dilakuakn pemasaran dalam pasar domestic maupun ekspor. Untuk dalam daerah jawa
timur, dilakukan distribusi melalui toko oleh-oleh, pasar tradisional, dan supermarket.
Sedangkan daerah lainnya seperti Jakarta, Bandung, Kalimantan, dan Sulawesi
administrasi pemasarannya melalui distributor langganan dan agen-agen besar
yang dilakukan kerjasama secara komperensif. Untuk skala ekspor, pemasran
melaui distributor resmi ke Negara Papua Barat (Irian jaya).
3. PERENCANAAN
USAHA
Elemen dalam sistem agribisnis pupuk “kelinci”
·
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
·
Sumber Daya Manusia
·
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
·
Pasar
·
Finansial / Modal Kerja
·
Kelembagaan
4. PENGARUH
FAKTOR LINGKUNGAN
Pengaruh faktor lingkungan bagi usaha agribisnis
pupuk “kelinci”
·
Kebijakan Ekonomi Pemerintah
Untuk
lebih mendorong dan mempercepat pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini
telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan
beras. Pengambilan kebijakan ini dianggap perlu untuk mempermudah ketersediaan
pupuk di lokasi petani dan penggunaannya dengan harga terjangkau, serta
pengadaan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam Negeri. Diharapkan dengan
kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi gabah mereka yang berarti pada
satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di dalam Negeri dan pada sisi lain
meningkatkan income mereka. Sementara di sisi pengadaan, dengan kewenangan luas
yang diberikan kepada beberapa lembaga untuk terlibat dalam pengadaan pangan
akan menjamin stabilitas persediaan Dalam Negeri, antara lain Departemen
Pertanian dan Perum Bulog.
Secara
umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa konsekuensi
kini mulai muncul. Sebagai contoh, kebijakan penyaluran pupuk (Kepmen Perindag
Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004) memberikan kewenangan pada pihak-pihak swasta dan
koperasi/KUD sebagai penyalur/pengecer pupuk ke konsumen. Berbeda dengan
kebijakan sebelumnya (Kepmen Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998), kebijakan
baru ini tidak lagi memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD untuk
menyalurkan pupuk, yang berarti peran koperasi/KUD dalam penyaluran pupuk kini
menurun. Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam jangka pendek
mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan
pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu produksi
gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi gabah
merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk sudah
tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras mengancam
ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan sosial. Penurunan
produksi petani berarti juga penurunan pendapatan mereka dan menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara nasional, penurunan produksi beras
di satu sisi dan peningkatan permintaan beras di sisi lain akan membuka kran
impor. Dalam jangka pendek impor beras berguna mengatasi kekurangan persediaan
dalam negeri, tetapi dalam jangka panjang menguras sumberdaya domestik
(menguras devisa) dan melemahkan stabilitas nasional. Konsekuensi perubahan
kebijakan yang mengganggu sistem distribusi pupuk akan terlihat pada
ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian kebebasan kepada
berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi sementara di sisi lain pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”,
akan merugikan individu masyarakat
(petani) yang menggunakannya. Hal ini muncul disebabkan karena terjadi monopoli dan tindakan-tindakan lainnya
untuk mengambil keuntungan sendiri dan
merugikan para pelaku lain. Hal ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang kesulitan mendapat pupuk dengan harga di atas
HET. Di sisi lain koperasi/KUD yang terkena
dampak kebijakan tersebut telah menghadapi kondisi “idle capacity.” Indikasi idle capacity koperasi juga
terlihat pada penurunan jumlah koperasi yang berfungsi
melayani kegiatan pengadaan pangan.
Keseluruhan
konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu kebijakan dapat menguntungkan sebagian pelaku tetapi juga
merugikan pelaku lain. Just et al (1982)
mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu kebijakan yang bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen
atau konsumen) tidak selamanya membuat
pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua pihak).
Ketidakseimbangan
pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku setiap pelaku dalam merespon perubahan yang terjadi di pasar.
Perubahan perilaku para pelaku pasar
terlihat dari berubahnya keputusan-keputusan mereka dan teridentifikasi dalam aspek-aspek seperti terjadi excess demand dan
shortage supply atau sebaliknya, harga pasar
yang meningkat atau menurun, serta peningkatan atau penurunan fungsi kedua pelaku beserta lembaga yang membawahinya.
Selalu
terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui kebijakan yang diambil, tetapi yang terpenting
adalah tujuan yang hendak dicapai. Jika
tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan pangan dalam negeri, maka pemerintah harus
menyediakan anggaran/biaya untuk mengkompensasi
konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang diambil itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai
biaya pengadaan produksi pangan.
Kompensasi
ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai akibat kesalahan pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika
kebijakan distribusi pupuk yang diambil
teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi petani (karena petaniB sebagai pelaku utama supply side) maka
secara substansial kebijakan tersebut tidak layak.
Mempelajari
perilaku para pelaku pasar yakni koperasi/KUD dan nonkoperasi
(swasta)
dalam distribusi pupuk, akan diketahui keputusan-keputusan yang mereka ambil. Dapat juga diketahui seberapa
besar penawaran dan permintaan pupuk pada
masing-masing pihak, apakah terjadi excess demand dan excess supply pupuk, dan seberapa besar harga pupuk di pasar berada
di atas HET. Apakah penyaluran pupuk
oleh masing-masing pelaku sampai ke tangan petani sesuai prinsip enam tepat? Juga dapat dibandingkan pelaku mana yang
menyalurkan pupuk sesuai tujuan kebijakan
distribusi pupuk.
Ketimpangan peran koperasi
akibat idle capacity yang dialami berpeluang mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini
disebabkan karena : (1) koperasi berperan
dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak langsung melalui penyaluran pupuk), (2) koperasi melakukan
pengadaan dan pengolahan gabah/beras petani,
dan (3) koperasi menyalurkan beras kepada konsumen. Mengenai pembinaan produksi, koperasi membawahi sekian banyak
petani sehingga penyaluran pupuk yang
tepat akan memberikan jaminan bagi produksi petani.
REFERENSI :
No comments:
Post a Comment