Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penulisan Makalah
Hak, Kewajiban Warga
Negara dan Rule of Law untuk melengkapi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan tepat pada waktunya.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada Dosen
Pendidikan Kewarganegaraan yaitu Bapak Moh. Anas yang telah membimbing
dan memberikan ilmu kepada kami sehingga kami dapat membuat
dan menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada teman-teman jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP-UB khususnya kelas E yang telah banyak membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Terakhir, terimakasih kepada orangtua dan keluarga
kami atas semua doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan.
Kami
menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, namun kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
I.
PENDAHULUAN
Hak dan
Kewajiban Warga Negara dalam batas-batas tertentu telah difahami orang akan
tetapi karena setiap orang melakukan akitivitas yang beraneka ragam dalam
kehidupan kenegaraan, maka apa yang menjadi hak dan kewajibannya seringkali
terlupakan. Dalam kehidupan kenegaraan kadang kadang kala hak warga negara
berhadapan dengan kewajibannya. Bahkan tidak jarang kewajiban warga negara
lebih banyak dituntut sementara ha-hak warga negara kurang mendapatkan
perhatian.
Hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan kenegaraan
maupun hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan pribadinya, secara historis
tidak pernah dirumuskan secara sempurna, karena organisasi negara tidak
bersifat statis. Artinya organisasi negara itu mengalami perkembangan sejalan
dengan perkembangan manusia. Kedua konsep hak dan kewajiban warga
negara/manusia berjalan seiring. Hak dan kewajiban asasi marupakan konsekwensi
logis dari pada hak dan kewajiban kenegaraan juga manusia tidak dapat
mengembangkan hak asasinya tanpa hidup dalam organisasi negara.
II. PEMBAHASAN
2.1.1
Konsep Dasar tentang Warga Negara;
hak dan kewajiban
Dalam pengertian warga
negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara serta mengandung arti peserta, anggota atau warga dari
suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan
kekuatan bersama. Dahulu istilah
warga negara seringkali disebut hamba atau kawula negara yang dalam bahasa
inggris (object) berarti orang yang memiliki dan mengabdi kepada pemiliknya. AS Hikam mendifinisikan bahwa warga negara
yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas
yang membentuk negara itu sendiri. Sedangkan
Koerniatmanto S, mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai
anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap
negaranya.Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik
terhadap negaranya.
Dalam konteks
Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dikhususkan
untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai
warga negara. Dalam pasal 1 UU No. 22/1958 bahwa warga negara Republik
Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau
perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak
Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.Dalam
konteks Indonesia, hak warga negara terhadap negara telah diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi
dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. Diantaranya hak asasi manusia
yang rumusan lengkapnya tertuang dalam pasal 28 UUD gubahan kedua.
1 Lihat H. L. A. Hart, “Positivism and the Separation of Law and Morals”, Harvard
Law Review 71 (1958); 593
(yang membela positivisme); Lon L. Fuller,
“Positivism and Fidelity to Law – A Reply to Professor Hart”, Harvard Law
Review 71 (1958): 630 (yang mengkritik Hart karena mengabaikan peran
moralitas dalam pembentukan hukum).
2Teori-teori lain tentang sifat kedaulatan
hukum dalam karya-karya Franz Neumann dan Otto Kircheimer juga
mengambil masa ini sebagai titik tolaknya.
Lihat Franz Neumann, Behemoth: The Structure and Practice of National
Socialism (Frankfurt am Main: Europäjsche Verlagsanshalt, 1977), 1933-44;
Franz Neumann, The Rule of Law: Political Theory and the Legal System in
Modern Society (Dover: Berg Publishers, 1986); William E. Scheuerman,
ed., The Rule of Law under Siege: Selected Essays of Franz L. Neumann and Otto
Kirchheimer (Berkley: University of California Press, 1996). Untuk suatu
eksposisi yang menarik tentang pandangan para pakar tersebut, lihat William E.
Scheuermann, Between the Norms and the Exception: The Frankfurt School and
the Rule of Law (Cambridge: MIT Press, 1994), yang mencoba
menerapkan analisis Neumann dan Kirchheimer
ke dalam negara kesejahteraan kapitalis abad
ke-20.
Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap
warganegara antara lain kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama antara
negara dengan warga, membela tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan
keamanan negara (pasal 29), menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi
pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28 J),dan sebagainya.
Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga secara
langsung ataupun perwakilan dalam saetiap perumusan dan kewajiban tersebut
sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian
dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
2.1.2
Asas
Kewarganegaan
Asas kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan
ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut. Dalam menerapkan asas
kewarganegaraan dikenal dua pedoman penetapan, yaitu:
1). Asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dijumpai dua bentuk asas yaitu, ius soli dan ius sanguinis. Dalam bahasa Latin ius berarti hukum, dalih atau pedoman, soli berasal dari kata solum yang berartinegeri, tanah atau daerah dan sanguinis yang berarti darah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran,sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan.
2). Asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan yang dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami- isteri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak terpecah dalam suatu kesatuan yang bulat, sehingga perlu adanya kesamaan pemahaman dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama dan meniscayakan kewarganegaraan yang sama pula. Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masingpihak. Mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyeludupan hukum sehingga banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraan .
2.1.3
Unsur-Unsur yang Menentukan
Kewarganegaraan
Dalam menentukan kewarganegaraan setiap negara memberlakukan
aturan yang berbeda, namun secara umum terdapat tiga unsur yang seringkali
digunakan oleh negara - negara di dunia, antara lain :
1.Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan
dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, prinsip
ini berlaku diantaranya di Inggris, Amerika, Perancis, Jepang, dan Indonesia.
2. Unsur Daerah
Tempat Kelahiran (Ius Soli)
Daerah tempat
seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan,prinsip ini berlaku di Amerika,
Inggris, Perancis, dan Indonesia, terkecuali di Jepang.
3.Unsur Pewarganegaraan ( Naturalisasi)
3.Unsur Pewarganegaraan ( Naturalisasi)
Syarat-syarat atau
prosedur pewarganegaraan disesuaikan menurut kebutuhan yang dibawakan oleh
kondisi dan situasi negara masing-masing.Dalam pewarganegaraan ini ada yang
aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapa
menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga
negara dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif,seseorang yang
tidak mau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat
menggunakan hak repuidasi yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan
tersebut.
Pembicaraan status kewarganegaraan seseorang
dalam sebuah negara ada yang dikenal dengan apatride untuk orang-orang yang
tidak mempunyai status kewarganegaraan, bipatride untuk orang- orang yang
memiliki status kewarganegaraan rangkap/dwi-kewarganegaraan, dan multipatride
untuk menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang memiliki dua atau lebih
status kewarganegaraan.
2.1.4
Konsep dan Prinsip Dasar Rule of Law dalam konteks
kewarganegaraan
Sebagai negara hukum, Indonesia
perlu memperjelas upaya-upaya penjaminan hak-hak warga negaranya melalui sistem
yang tertata rapi. Sistem penegakan hukum perlu dibuat agar kekuatan hukum
bukan berada pada orang tapi pada institusi. Upaya penerapan penegakan hukum di
Indonesia perlu dibenahi sehingga dapat menjangkau seluruh kalangan, tanpa
pandang bulu.
Secara historis, penegakan hukum
atau rule of law merupakan suatu doktrin
dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran
negara berdasar hukum (konsitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh
disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan di tangan
penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Berdasarkan pengertiannya, Friedman
(1959) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in
the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideological sense).
Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi
(organized public power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai
aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan
penegakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yaitu baik dan buruk (just and
unjust law).Ada tidaknya penegakan hukum, tidak cukup hanya ditentukan oleh
adanya hukum saja, akan tetapi lebih dari itu, ada tidaknya penegakan hukum
ditentukan oleh ada tidaknya keadilan yang dapat dinikmati setiap anggota
masyarakat.
Rule of law tidak saja hanya
memiliki sistem peradilan yang sempurna di atas kertas belaka, akan tetapi ada
tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh ”kenyataan”, apakah
rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil
dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga
inti dari rule of law adalah adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh
masyarakat/bangsa. Rule of law merupakan
suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak,
tidak personal, dan otonom.
Rule
of law adalah
suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan
kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh
suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara
dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya.
Paham rule
of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum dan keadilan, di
Amerika diletakkan pada hak-hak asasi manusia, dan di Belanda paham rule of
law lahir dari paham kedaulatan negara, melalui paham kedaulatan hukum
untuk mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah.
Di
indonesia, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat
prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan
secara formal terhadap ”rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia. Dengan kata lain,
pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of law dan sekaligus rule
of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945
bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD
1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Fungsi Rule
of Law
Fungsi rule
of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap ”rasa keadilan”
bagi rakyat indonesia dan juga ”keadilan sosial”, sehingga diatur pada
Pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan
bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan
dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik
di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa
keadilan, terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip
rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
1. Negara indonesia
adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3);
2. Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelengggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan (Pasal 24 ayat 1);
3. Segenap warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1);
4. Dalam Bab X A tentang Hak
Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat 1);
5.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2).
·
Prinsip-prinsip rule
of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
a. bahwa kemerdekaan itu adalah hak
segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri
keadilan”;
b. …kemerdekaan Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
c. …untuk memajukan “kesejahteraan
umum”,…dan “keadilan social”;
d. …disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”;
e. “…kemanusiaan yang adil dan
beradab”;
f. …serta dengan mewujudkan suatu “keadilan social” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan social.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan social.
● Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil)
erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum)
“the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan,
terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan
pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the
enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap
bangsa (Sunarjati Hartono: 1982).
Dinamika
Pelaksanaan Rule of Law
Pelaksanaan
the rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum,
yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus
diartikan secara hakiki (materiil), yaitu dalam arti ”pelaksanaan dari just
law”. Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat
erat kaitannya dengan ”the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan
pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi
prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan
pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan ”the
enforcement of the rules of law” tergantung kepada kepribadian nasional
masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan
bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur
sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of
law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di
dalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antarmanusia,
masyarakat, dan negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan
memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan
bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur
yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of
law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya
belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan
pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
Hal-hal yang mengemuka untuk dipertanyakan antara lain adalah bagaimana
komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law.
Proses
penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang terdiri
dari:
1.
Kepolisian
2.
Kejaksaan
3.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
4. Badan Peradilan:
a. Mahkamah Agung
b. Mahkamah Konstitusi
c. Pengadilan Negeri
d.
Pengadilan Tinggi
2.1.5
Menuju kedaulatan hukum
Usaha untuk
menaati kedaulatan hukum dalam masa gejolak politik sering kali menimbulkan
dilema. Terdapat ketegangan antara kedaulatan hukum dalam masa transisi, yang
sering kali melihat ke belakang selain ke depan, mapan sekaligus dinamis. Dalam
dilema ini, kedaulatan hukum pada akhirnya menjadi kontekstual; alih-alih
merupakan dasar tatanan hukum saja, ia juga memediasi pergeseran normatif yang
mencirikan masa-masa tidak biasa tersebut. Di Negara-negara demokratis,
pandangan kita adalah bahwa kedaulatan hukum memiliki arti ketaatan pada aturan
yang sudah ada, yang dipertentangkan dengan tindakan pemerintah secara
sewenang-wenang.
Dilema tentang
arti kedaulatan hukum sebenarnya tidak terbatas pada masa-masa transformasi
politik dan mencakup pula dasar negara liberal. Bahkan pada masa-masa biasa, negara-negara
yang demokrasinya stabil pun sering kali mengalami kesulitan untuk mengartikan
ketaatan pada kedaulatan hukum. Dilema kedaulatan hukum ini biasanya muncul di
lingkup-lingkup politik yang konteroversial, di mana nilai perubahan legal
mengalami ketegangan dengan nilai ketaatan pada prinsip hukum yang menjadi preseden.
Pada masa biasa, masalah ketaatan pada kontinuitas legal ini dilihat sebagai
tantangan yang ditimbulkan perubahan politik dan social dalam jangka waktu yang
panjang.
STUDI
KASUS
a. KPAI
: 50 Juta Anak Indonesia Tak Miliki Akte Kelahiran
b.
Urus
Akta Anak Panti Asuhan Rp 1 Juta per Orang
c. Pemkot
Siantar Diharapkan Perhatikan Hak Anak
Tribun Medan - Senin, 9 April 2012 22:02 WIB
Laporan Wartawan Tribun Medan/ Adol Frian Rumaijuk
III.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan
UUD 1945 pasal 26) dikhususkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang
disahkan undang-undang sebagai warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan
setiap negara memberlakukan aturan yang berbeda, namun secara umum terdapat
tiga unsur yang seringkali digunakan oleh negara - negara di dunia, antara lain
: unsur darah keturunan (ius
sanguinis), unsur daerah
tempat kelahiran (ius soli), unsur
pewarganegaraan ( naturalisasi).
Secara
formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi
(organized public power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai
aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan
penegakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yaitu baik dan buruk (just and
unjust law).
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat
memahami mengenai Hak dan Kewajiban
sebagai Warga
Negara dan Rule of Law pada suatu negara. Serta dapat menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2012. Konsep Dasar tentang Warga Negara: hak dan
Kewajiban. http://sugiartoagribisnis.wordpress.com/2010/08/27/konsep-dasar-tentang-warga-negara/(online). Diakses
tanggal 12 April 2012.
Anonymous. 2012. Rule of Law. http://courseware.politekniktelkom.ac.id/
BUKU_TK/SemesterPancasiladanKewarganegaraan/BabHakAsasiManusiadanRuleLaw.pdf(online). Diakses
tanggal 12 April 2012.
Hart, H. L. A., “Positivism and the Separation of Law and Morals”, Harvard
Law Review 71 (1958).
Fuller, Lon L., “Positivism and Fidelity to Law – A Reply
to Professor Hart”, Harvard
Law Review 71 (1958).
Fuller, Lon L., The Morality of Law, New Haven: Yale University
Press, 1964.
Hart, H.L.A., The Concept of Law, edisi
kedua, Oxford-Clarendon Press 1994.
Kant, Immanuel, The Metaphysical Elements
of Justice: Part 1 of the Metaphisics of Morals, terjemahan J.I. Ladd,
Indianapolis: Bobb-Merrill, 1965.
Kelman, Mark, A Guide to Critical Legal Studies, Cambridge:
Harvard University Press,1986.
Kusmiaty, Dra, dkk. 2000. Tata Negara.
Jakarta : PT Bumi Aksara
Neumann, Franz, The Rule of Law: Political Theory and the Legal System
in Modern Society, Dover: Berg Publishers, 1986.
Scheuermann, E., Between the Norms and the Exception: The Frankfurt
School and the Rule of Law, Cambridge: MIT Press, 1994.
Scheuerman, William E. (ed.), The Rule of Law under
Siege: Selected Essays of Franz L. Neumann
and Otto Kirchheimer, Berkley: University of California Press, 1996.
Tim Dosen
Kewarganegaraan UPT Bidang Study Unipersitas Padjadjaran. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung: UPT Bidang Study Universitas Padjadjaran
Wahab, Abdul Azis dkk. 1993. Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKBUD
Wahab, Abdul Azis dkk. 1993. Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKBUD
No comments:
Post a Comment