Kelembagaan Usaha Tani


MAKALAH PENGANTAR USAHA TANI
“KELEMBAGAAN PENDUKUNG USAHA TANI”


Disusun Oleh :
M Guruh Arif Zulfahmi (105040201111091)


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Sejauh ini, upaya peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian nasional sangat dipengaruhi oleh penerapan teknologi, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan target produksi dalam konteks ruang dan waktu. Akan tetapi, dalam waktu yang bersamaan, teknologi mampu meningkatkan produksi sektor pertanian, sekaligus menyingkirkan kelompok yang tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan finansial untuk mengadopsi dan menerapkannya. Dari sisi kelembagaan pertanian, teknologi telah berperan sebagai salah satu pemaksa untuk mengubah dan membentuk kelembagaan yang disesuaikan dengan arah dan tujuan program tertentu.
Pembangunan pertanian nasional selama ini memanfaatkan teknologi sebagai pemaksa untuk menghimpun petani dalam kelompok atau kelembagaan yang mendukung program pembangunan sektor. Pemaksa lembaga-lembaga pembangunan sektor dilaksanakan sejalan dengan komitmen politik pemerintah, termasuk pembentukan dan pengembangan kelembagaan baru, seperti lembaga organisasi kelompok tani, BUUD dan KUD, serta lembaga kebijakan Kredit Usaha Tani (KUT), dan lain-lain. Lembaga-lembaga tersebut difungsikan sebagai distributor, membantu proses pemasaran, dan pembinaan petani. Di tingkat nasional, disusun kebijakan pembangunan pertanian nasional sebagai kelembagaan tata pengaturan dan dasar hukum bagi implementasi dan operasionalisasi program pengembangan pertanian di berbagai hierarki.
Strategi di atas diterapkan dengan pertimbangan bahwa pengetahuan dan keterampilan teknis, dan penguasaan teknologi di kalangan petani masih rendah. Pemahaman petani akan pentingnya peran kelembagaan produksi juga masih lemah. Sebagian besar masyarakat petani saat itu belum memiliki platform sosial untuk mengembangkan inisiatif kelembagaan berdasar kebutuhan komunal. Lebih jauh lagi, pihak penyusun kebijakan cenderung mengabaikan potensi kelembagaan kemasyarakatan lokal, sehingga sering terjadi kesulitan dalam implementasi kebijakan dan operasionalisasinya di tingkat pelaksanaan. Kondisi demikian turut mempengaruhi kinerja kelembagaan pertanian di berbagai hierarki, baik kelembagaan organisasi maupun kelembagaan norma dan tata peraturan. Pada hakekatnya, kinerja kelembagaan atau organisasi pertanian tidak terpisahkan dari konteks sejarah dan budaya bertani di berbagai hierarki, terutama dalam kaitannya dengan lingkungan sosial para pengguna teknologi dan konteks kebijakan pembangunan sektor. Lingkungan sosial dan kebijakan demikian merupakan suatu ekologi kultural yang akan menentukan karakteristik strategi pembangunan dan kinerja kelembagaan pembangunan sektor tertentu.

1.2  Tujuan
a)      Agar mahasiswa mengetahui tentang karakteristik usaha tani dan komoditi pertanian
b)      Agar mahasiswa mengetahui tentang regulasi pemerintah dalam bidang pertanian
c)      Agar mahasiswa mengetahui tentang macam-macam lembaga beserta fungsinya

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Karakteristik Usaha Tani dan Komoditi Pertanian
Kedudukan usaha tani pada sistem agribisnis adalah memanfaatkan input untuk kemudian ditransformasi menjadi output yang mempunyai nilai guna.  Karakteristik usaha tani dapat disebutkan sebagai berikut :
a)      Harga jual
Bila panennya sukses, belum tentu untung, karena akan dihadapkan pada harga saat itu. Hambatan untuk bisa panen saja sudah sangat luar biasa, setelah panen belum tentu mendapatkan harga yang baik. Hal ini banyak terjadi di hampir 100% komoditi, misalnya cabe, bawang merah, jagung, sawit, kakao, cengkeh, tebu, dll. Yang lolos dalam kekhawatiran akan jatuhnya harga cuma komoditi padi (beras). Harga beras sudah dipatok karena adanya lembaga penyeimbang, yaitu bulog.
b)      Melihat musim
Menanam tanaman, khususnya di Indonesia, harus memperhatikan faktor musim, kapan musim penghujan, musim pancaroba, dan musim kemarau. Dari situ nanti bisa diatur strategi budidayanya, misalnya menanam bawang merah di musim kemarai sangat mudah, tetapi biasanya harga jualnya jatuh. Kalau ingin harga jualnya tinggi, menanamnya harus di sekitar musim hujan, tetapi budidaya penyelamatan tanaman amat sulit dan perlu perhatian ekstra.
c)      Melihat resiko
            Ada beberapa tanaman yang resiko kegagalannya besar, ada juga tanaman yang resiko kegagalannya kecil. Ini harus benar-benar diperhatikan, karena menjadi pengusaha tani ini diibaratkan sebagai berjudi yang halal.
d)     Melihat potensi keuntungan
Ada beberapa tanaman yang keuntungannya sedikit, seperti padi dan mentimun. Namun ada juga tanaman yang keuntungannya besar, seperti cabe dan bawang merah.
e)      Melihat modal
            Ada tanaman yang budidayanya tidak membutuhkan modal sedikit, ada pula yang membutuhkan banyak modal, tetapi faktor ini juga dipengaruhi oleh skala budidayanya.
f)       Melihat lamanya masa budidaya
Ada tanaman yang masa tanamnya sebentar (3-4 bulan) seperti padi dan jagung, namun ada pula yang masa tanamnya panjang seperti tebu dan ketela,
g)      Melihat tingkat kesulitan
Ada tanaman yang tingkat kesulitannya tinggi seperti cabe, melon, dan semangka, namun ada pula yang rendah seperti jagung dan ketela.

2.2    Regulasi Pemerintah dalam Bidang Pertanian
          Regulasi dalam bidang pertanian yang di keluarkan oleh pemerintah di kelompokan menjadi :
1.      Regulasi untuk menjamin lingkungan bisnis yang kompetitif
Pemerintah mengeluarkan kebijakan perlindungan hak paten,mendorong perkembangan agroindrustri yang membutuhkan bahan-bahan pertanian,dan sebagainya.
2.      Regulasi untuk control monopoli
Peran dan campur tangan pemerintah sangat di perlukan dalam mengontrol monopoli,mengingat pasar monopoli sangat rentan mengeksploitasi sumberdaya dan konsumen.
3.      Regulasi untuk vasilitas perdagangan
Ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan yang memadai akan menunjang keberhasilan pemasaran produk pertanian tidak hanya di pasar local tetapi di juga dipasar internasional.
4.      Regulasi untuk penyediaan fasilitas public
Adanya fasilitas public seperti pasar,bursa komoditas,lembaga penyedia informasi, dan sebagainya akan sangat membantu kemajuan pertannian di Indonesia.
5.      Regulasi untuk proteksi produsen dan konsumen
Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah terkait dengan di bentuknya lembaga perlindungan konsumen,menetapan kuota impor,penetapan pajak baik untuk perdagangan domestic dan internasional, dan sebagainya.
6.      Regulasi untuk harga
Penetapan harga terendah (dasar)mproduk pertanian untuk melindungi produsen agar tidak rugi dan penetapan harga atap (tertinggi) produk pertanian untuk melindungi konsumen agar tetap terjankau,sangat di perlukan untuk menjamin kelancaran dalam usaha dan pemenuhan kebutuhan hidup.
7.      Regulasi untuk pertumbuhan ekonomi dan social
Pemberalihan konsep pertanian lama menjadi agribisnis mendorong tidak hanya perkembangan dan kenaikan kontribusi sector pertanian dan agroindrustri dalam pendapatan nasional
8.      Regulasi untuk system pembiayaan pertanian
Pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan kredit ringan untuk kegiatan pertanian yang mudah diakses oleh pelaku usahatani.
9.      Regulasi untuk system penanggung resiko
Pemerintah memfasilitasi munculnya lembaga-lembaga penanggung resiko,seperti asuransi pertanian yang masih belum popular di Indonesia sebagai salah satu lembaga yang bias di manfaatkan oleh pelaku usahatani untuk menanggulangi resiko yang terjadi mengingat usahatani adalah usaha yang rentan terhadap terjadinuya resiko terutama karena terkait dengan alam yang sulit di prediksi.

2.3    Kelembagaan yang Terkait dengan Pertanian
a)      Lembaga Pembiayaan
Keuangan pertanian dimana pembiayaan perusahaan agribisnis di dalamnya berhubungan dengan soal-soal keuangan disektor pertanian. Sektor terakhir ini pada gilirannya termasuk sektor ekonomi yang bersama-sama dengan sektor industri dan sektor jasa di suatu negara, merupakan sektor ekonomi nasional negara tersebut. Keuangan pertanian berhubungan dengan permintaan, penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai status perusahaan/kegiatan di sektor pertanian. Perusahaan di sektor pertanian disebut usahatani, selama semua hasil usahatani tersebut ditujukan untuk pasaran, walaupun peringkat usahanya masih tradisional dan sederhana, masih subsisten, maupun sudah moderan dan komersil.
Keuangan pertanian adalah suatu studi makro tentang usaha untuk mendapatkan modal, memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya di bidang pertanian dalam arti agregatif, apakah itu bidang pertanian dalam arti genetif termasuk kehutanan dan perkebunan, atau di bidang peternakan, perikanan dan di bidang lainnya yang hasilnya bersumber dari alam dan sekitarnya. Pembiayaan perusahaan agribisnis merupakan bagian dari studi keuangan pertanian. Sektor pertanian, terutama di negara-negara yang sedang berkembang mempunyai kedudukan yang sangat penting, bahkan yang paling penting dalam sektor ekonomi secara keseluruhan. Pembiayaan perusahaan agribisnis adalah studi mikro tentang bagaimana menyediakan modal, kemudian memakai, dan akhirnya mengontrolnya di dalam suatu perusahaan agribisnis.
Salah satu lembaga pembiayaan dalam usaha tani adalah kredit usaha tani (KUT). Kredit Usaha Tani adalah kredit modal kerja yang disalurkan melalui lembaga keuangan (bank), koperasi atau KUD (Koperasi Unit Desa) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang digunakan untuk membiayai usahatani dalam intensifikasi tanaman padi, palawija dan hortikultura. Kredit yang dimaksud merupakan tambahan modal sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang pokok perbankan; bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan tujuan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya.
Kredit yang diberikan oleh pihak atau lembaga pemberi kredit tersebut didasarkan atas azas keercayaan sehingga dapat dikatakan secara eksplisit bahwa pemberian kredit tersebut merupakan pemberian kepercayaan. Atas dasar itulah maka pihak pemberi kredit akan memberikan kredit bila ia betul-betul yakin bahwa si penerima kredit atau dalam hal ini petani akan mampu untuk mengembalikan kredit yang diterima sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Selain unsur kepercayaan, terdapat unsur lain yaitu unsur waktu yang dalam hal ini mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan kredit dimana waktu merupakan suatu masa atau tempo yang memisahkan antara pemberian kredit di waktu awal dengan masa yang akan datang.

b)      Lembaga Pemasaran dan Distribusi
Lembaga pemasaran dalam distribusi hasil pertanian dalam usaha tani merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi pertanian dari produsen kepada konsumen akhir serta memiliki hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya.
Keberadaan lembaga pemasaran dikarenakan oleh dorongan atau keinginan konsumen untuk mendapatkan komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan. Keterlibatan lembaga pemasaran adalan menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Timbal balik dari konsumen adalah memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran.
Bentuk keterlibatan lembaga pemasaran hasil usata tani dibagi menjadi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
(i)        Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi hasil usaha tani, tetapi menguasai akses pasar, contoh : Greend Hearth di perumahan Griya Santha, kios buah
(ii)      Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai hasil komoditi pertanian untuk diperjual belikan, contoh : kelompok tani, yang langsung berhubungan dengan petani, mulai dari pembinaan kelompok, usahha tani, sampai dengan penjualan produknya
(iii)    Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai hasil komoditi usaha tani yang diperjual belikan, contoh usaha jasa transportasi

Lembaga pemasaran juga terlibat dalam mewujudkan peningkatan nilai guna pada komoditi hasil pertanian. Di antara fungsi pemasaran yang dijalankan adalah :
1.      Fungsi pertukaran (exchange function)
Fungsi ini dalam pemasaran hasil usaha tani meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Dalam melaksanakan fungsi penjualan (baik dari petani kepada kelompok tani atau dari kelompok tani kepada distributor), selalu memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk, dan waktu serta harga yang diinginkan konsumen atau lembaga pemasaran yang ada pada tantai pemasaran berikutnya. Fungsi pembelian dalam pengalihan hak kepemilikan ini diperlukan untuk memiliki komoditi pertanian yang akan dikonsumsi atau digunakan untuk proses produksi berikutnya.
2.      Fungsi fisik (physical function)
Fungsi fisik ini meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlukan oleh komoditi usaha tani, sehingga komoditi ini akan memperoleh tambahan guna tempat dan guna waktu. Fungsi fisik yang dijalankan dalam pemasaran komoditi adalah fungsi pengangkutan, yaitu memindahkan komoditi dari daerah surplus (manfaat komoditi rendah) menuju daerah defisit (manfaat tingg), atau dari produsen menjadi konsumen. Kegiatan dalam fungsi pengangkutan meliputi perencanaan, pemilihan alat-alat transportasi dalam pemasaran, menghitung resiko kerusakan, dan keadaan jalan.
3.      Fungsi penyediaan fasilitas (facilitating function)
Fungsi penyediaan fasilitas pada hakekatnya adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fisik. Fungsi ini merupakan usaha perbaikan sisten pemasaran guna meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Fungsi ini meliputi standarisasi, penggunaan resiko, informasi harga, dan penyediaan dana. Standarisasi merupakan salah satu fungsi penyediaan fasilitas untuk menetapkan grade kriteria kualitas komoditi. Penetapan ini didasarkan pada karakteristik atau atribut komoditi sehingga kepuasan konsumen dan efisiensi pemasaran dapat ditingkatkan

c)      Koperasi
Koperasi merupakan suatu badan usaha yang tunduk kepada hukum badan usaha atau perusahaan. Walaupun koperasi merupakan suatu badan usaha, tetapi tidak sama dengan badan usaha yang berorientasi pada keuntungan atau laba. Dalam koperasi, petani termasuk ke dalam bagian anggota koperasi kaum produsen, terutama di dalam koperasi usaha tani.
Dalam koperasi usaha tani, kelompok masyarakat yang umum ditemui pada tingkat pedesaan adalah petani. Petani termasuk kelompok kaum produsen oleh karena pekerjaannya antara lain membudidayakan tanaman seperti padi, jagung, buah-buah, sayuran, dsb. Bagi petani, yang menjadi perhatiannya untuk dikoperasikan adalah bagaimana mendapatkan sarana produksi tepat waktu, lalu bagaimana menjual hasilnya dengan harga yang pantas pada waktu musim panen.
Begitu pula selanjutnya, bagaimana caranya agar mereka tidak menjadi korban ”lintah darat” yang setiap peminjaman selalu dibebani bunga yang berat. Untuk memenuhi keperluan ini, maka jenis koperasi serba usaha adalah jenis usaha yang paling sesuai untuk petani. Oleh karena itu, pengembangan koperasi unit desa (KUD) baik sekali untuk dihidupkan di lingkungan ekonominya. Sebagai koperasi ganda usaha, diharapkan agar koperasi di pedesaan akan dapat melayani berbagai keperluan petani produsen setempat.
Koperasi pertanian beranggotakan petani pemilik tanah, buruh tani, dan orang-orang yang berkepentingan serta bermata pencaharian yang berhubungan dengan usaha-usaha pertanian. Tujuan utama dari koperasi ini adalah melakukan kegiatan usaha ekonomi pertanian. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan koperasi pertanian antara lain memberikan pinjaman modal, menyediakan pupuk, menyediakan pestisida, menyediakan benih dan peralatan pertanian, memberi penyuluhan teknik pertanian, dan membantu penjualan penjualan hasil pertanian anggotanya.

d)     Lembaga Pendidikan
Sebatas menjadi petani, sesungguhnya tidak terlalu perlu melewati sebuah pendidikan formal tertentu, apalagi bagi petani kecil di pedesaan yang hidup hanya dengan lahan terbatas. Para petani di pedesaan, belajar pertanian biasanya melalui cara-cara yang praktis dan sederhana, meniru orang tua atau para tetangga yang bekerja menjadi petani. Sementara lainnya, ada orang belajar tentang pertanian melalui sekolah dan universitas, yang dilaksanakan secara sistematis, mengikuti kurikulum, cara belajar, serta evaluasi.
Budaya bertani, dapat dibangun melalui kedekatan seseorang dengan dunia pertanian itu sendiri. Selama ini lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan tinggi sekalipun, belum banyak yang mengembangkan usaha ke arah itu. Lembaga pendidikan pertanian atau fakultas pertanian semestinya tidak berlokasi di tengah kota, melainkan di desa yang lahannya masih luas. Dengan begitu para siswa atau mahasiswa tidak hanya berwacana atau membayangkan dunia pertanian, melainkan secara langsung belajar tentang pertanian sebagaimana anak desa dalam belajar bertani, sehingga selain belajar tentang prinsip, konsep, dan teori tentang pertanian, mereka juga akan akan belajar dari pengalaman. Akhirnya, selain mereka akan berhasil mengembangkan ilmu dan keahliannya, maka sekaligus akan membangun kultur, budaya, atau kecintaan terhadap pertanian. Jika demikian, bidang pertanian akan menarik, dan sebagai akibatnya, peminat ilmu pertanian di negeri agraris yang tanahnya luas dan subur ini akan selalu bertambah, sehingga tidak sebagaimana saat ini, Indonesia sebagai negeri agraris, tapi rakyatnya tidak menyukai pertanian.

e)      Lembaga Penyuluh Pertanian
Kelembagaan penyuluhan pertanian merupakan salah satu organisasi yang terdapat dalam dinas pertanian. Fungsi utama kelembagaan ini adalah sebagai wadah dan organisasi pengembangan sumber daya manusia pertanian serta menyelenggaran penyuluhan. Di antara beberapa fungsi lembaga ini adalah :
(i)        Fungsi perencanaan dan penyusunan program penyuluhan
(ii)      Fungsi penyediaan dan penyebaran informasi teknologi, serta model usaha agrobisnis dan pasar bagi petani di pedesaan
(iii)    Fungsi pengembangan SDM pertanian, untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan
(iv)    Penataan administrasi dan peningkatan kinerja penyuluh pertanian yang berdasarkan kompetensi dan profesionalisme
(v)      Kegiatan partisipasi petani, penyuluh, dan peneliti.

Sedangkan peran kelembagaan di tingkat kabupaten, kota, kecamatan, dan tingkat kelembagaan petani antara lain :
1)        Sebagai sentra pelayanan pendidikan non formal dan pembelajaran petani dan kelompoknya dalam usaha agrobisnis
2)        Sebagai sentra komunikasi, informasi, dan promosi teknologi, sarana produksi, pengolahan hasil peralatan dan model-model agrobisnis
3)        Sebagai sentral pengembangan SDM pertanian dan penyuluhan berbasis kerakyatan, sesuai kebutuhan petani dan profesionalisme penyuluhan pertanian
4)        Sebagai sentra pengembangan kelembagaan sosial ekonomi petani
5)        Sebagai sentra pengembangan kompetensi dan profesionalisme penyuluh pertanian
6)        Sebagai sentra pengembangan kemitraan dengan dunia usaha agrobisnis

Kelembagaan penyuluhan pertanian di pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan, bertanggung jawab kepada menteri. Untuk melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan optimalisasi kinerja penyuluhan pada tingkat pusat diperlukan wadah koordinasi penyuluhan nasional, yaitu Badan Penyuluhan Nasional.
Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan yang diketuai oleh gubernur. Untuk menunjang kegiatannya dibentuk sekretariat yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat Eselon II-a
Kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan, yang dipimpin oleh pejabat setingkat Eselon II dan bertanggung jawab kepada bupati.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). BPP merupakan lembaga penyuluhan structural yang berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat desa, ditetapkan adanya pos penyuluhan yang merupakan lembaga terdepan dengan petani atau kelompok tani. Pos penyuluhan merupakan lembaga yang mengkoordinasikan kegiatan kelompok tani atau gapoktan.

f)       Lembaga Penjamin dan Penanggung Resiko
Dalam usaha tani, peran usaha besar dan menengah sangat diharapkan dapat membantu permodalan yang dibutuhkan usaha kecil dan mengembangkan usahanya. Dalam upaya mengembangkan kemitraan usaha agrobisnis terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat kesinambungan dan kemajuan sisten agrobisnis. Salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan lembaga asuransi sebagai lembaga proteksi apabila terjadi resiko dalam menjalankan praktek kemitraan usaha agrobisnis.
Asuransi merupakan salah satu aspek yang penting dalam agrobisnis, karena bidang pertanian merupakan satu bidang yang berkaitan dengan masalah resiko. Peristiwa alam, seperti bencana alam, dapat menimbulkan kerugian yang banyak kepada hasil pertanian. Oleh karena itu untuk mengalihkan resiko dari bahaya-bahaya tersebut supaya terhindar dari kerugian yang cukup besar, seharusnya petani mengasuransikan hasil pertanian yang belum dipanennya kepada perusahaan asuransi.
Usaha asuransi merupakan suatu lembaga pengalihan dan pembagian resiko yang banyak manfaatnya dalam kehidupan petani, di antaranya dapat menggalang suatu tujuan yang lebih besar sehingga melahitkan rasa optimisme dalam meningkatkan usaha, yang berakibat pula menaikkan efisiensi dan kegiatan perusahaan.



BAB III
KESIMPULAN

                             Upaya peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian nasional sangat dipengaruhi oleh penerapan teknologi, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan target produksi dalam konteks ruang dan waktu. Akan tetapi, dalam waktu yang bersamaan, teknologi mampu meningkatkan produksi sektor pertanian, sekaligus menyingkirkan kelompok yang tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan finansial untuk mengadopsi dan menerapkannya. Dari sisi kelembagaan pertanian, teknologi telah berperan sebagai salah satu pemaksa untuk mengubah dan membentuk kelembagaan yang disesuaikan dengan arah dan tujuan program tertentu. Karakteristik Usaha Tani dan Komoditi Pertanian merupakan salahsatunya. Kedudukan usaha tani pada sistem agribisnis adalah memanfaatkan input untuk kemudian ditransformasi menjadi output yang mempunyai nilai guna.  Karakteristik usaha tani dapat disebutkan sebagai berikut :
a)      Harga jual
b)      Melihat musim
c)      Melihat resiko
d)     Melihat potensi keuntungan
e)      Melihat modal
f)       Melihat lamanya masa budidaya
g)      Melihat tingkat kesulitan
Dan untuk lembaga yang mendukung di antaranya :
a)      Lembaga pembiaayaan
b)      Lembaga pemasaran & distribusi
c)      Koperasi
d)     Lembaga pendidikan
e)      Lembaga penyuluh pertanian
f)       Lembaga penjamin & penanggung resiko



DAFTAR PUSTAKA


Angelsen, Brokhaus. 2010. Mewujudkan REDD+ : Strategi Nasional dan Berbagai Pilihan Kebijakan. Bogor. CIFOR
Bahri, Sjaiful. 2005. Aplikasi Policy Analysis pada Pertanian Indonesia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta. Penerbit ANDI
Li, Tania Murray. 1999. Transformin the Indonesian Uplands : Marginality, Power, and Production. Canada. Overseas Publishers Association
P.H., Sutrisno. 1992. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Yogyakarta. ANDI
Rahardi, F. 2003. Cerdas Beragrobisnis : Mengubah Rintangan Menjadi Peluang Berinvestasi. Jakarta. Agromedia Pustaka
Rahoyo, Stefanus. 2007. Laporan Pembangunan Dunia 2008 : Pertanian untuk Pembangunan. Jakarta. Salemba Empat
SA, Awang., et al. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Jakarta. Harapan Prima
Suharto, Imam. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan. Yogyakarta. Kanisius
Suyatno, Thomas., et al. 1999. Kelembagaan Perbankan. Jakarta. Gramedia
Todaro, Michael P. 2006. Economic Development. Jakarta. PT Gelora Aksara Pratama
Van Den Ban, A.W., H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta. Kanisius



FAHMI

No comments:

Post a Comment

Instagram