Studi Kasus Konservasi Tanah Di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri


TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN KAWASAN PEGUNUNGAN
Studi Kasus Konservasi Tanah Di Kecamatan Jatisrono
Kabupaten Wonogiri

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah termasuk sumberdaya alam yang terbatas dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu dalam pemanfaatannya harus dikelola dan digunakan secara bijak. Artinya dalam pemanfaatan tanah (lahan) harus ada pemeliharaan dan pencegahan terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan tanah dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip konservasi. Pada daerah daerah yang tidak menerapkan kegiatan konservasi tanah apalagi pada daerah atas (upper watershed area) sering timbul dampak negatif pada lingkungan baik pada daerah yang bersangkutan (on site) yang berupa erosi, penurunan produksi lahan menjadi kritis maupun pada daerah hilirnya (off site) berupa sedimentasi, kekeringan, banjir. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim (i) dan jasad hidup (o) terhadap suatu bahan induk (b) yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (t ) (Sitanala Arsyad, 1989).  Tanah yang merupakan sumberdaya alam mempunyai pengaruh yang besar bagi kehidupan manusia, baik dipandang sebagai tempat melakukan segala aktifitas dipermukaan bumi, maupun sebagai media alami bagi pertumbuhan tanaman, sehingga tanah akan mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya serta tidak diikuti dengan usaha-usaha konservasi tanah dan air, akan menyebabkan tanah menjadi kritis, sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya alam yang ada. Penurunan kualitas sumberdaya alam tersebut salah satunya bisa di sebabkan karena kerusakan lingkungan, erosi merupakan salah satu dari sekian banyak kerusakan lingkungan yang terjadi. Erosi Tanah adalah proses penguraian dan proses pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi, seperti air dan angin (Morgan, 1979 dalam Taryono 1995). Bentuk-bentuk erosi ada 4 macam yaitu : erosi percik (Splash erosion), erosi lembar (Sheet erosion), erosi alur (Rill erosion) dan erosi parit (Gully erosion). Dengan menjaga keutuhan tanah inilah, maka adanya tindakan-tindakan konservasi tanah akan sangat diperlukan (Sitanala Arsyad, 1989).

Konservasi merupakan upaya memelihara atau menjaga kelestarian untuk menyangga kehidupan. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan persyaratan yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Sistem untuk penilaian tanah tersebut dirumuskan dalam sistem klasifikasi dalam kemampuan lahan yang ditujukan untuk 1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, 2) memperbaiki tanah yang rusak, 3) memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat digunakan secara lestari (Sitanala Arsyad, 1989).

Dengan demikian maka konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi penyesuaian macam penggunaannya dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar dapat berfungsi secara lestari. Bentuk-bentuk konservasi tanah dapat di bedakan menjadi 3, yaitu : cara mekanis, vegetatif dan cara gabungan dari kedua cara tersebut, cara mekanis dapat dilihat dengan adanya pembuatan teras-teras seperti teras kredit, teras guludan dan teras bangku sedangkan cara vegetatif yakni berupa penanaman sejajar kontur dan reboisasi serta penghijauan tanah milik penduduk (Anonymous, 2010) .

Tanah dibagian bawah lereng mengalami erosi yang sangat berat dibandingkan di atas lereng karena semakin ke bawah, air yang terkumpul semakin banyak dan kecepatan aliran juga meningkat, sehingga daya erosinya besar. Beberapa pakar mendapatkan bahwa erosi meningkat 1,5 kali bila panjang lereng menjadi dua kali lebih panjang. Pada dasarnya erosi merupakan proses perataan kulit bumi. Jadi selama kulit bumi tidak rata, erosi akan tetap terjadi dan tidak mungkin untuk menghentikannya. Oleh karena itu usaha konservasi tanah tidak berusaha untuk menghentikan erosi, tetapi hanya mengendalikan erosi ke suatu nilai tertentu yang tidak merugikan. (Arsyad, 1989)

Permasalahan yang sering dihadapi di daerah yang berbukit-bukit, adalah permasalahan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, seperti dengan adanya proses erosi, dan faktor manusia dan vegetasi yang kurang mendukung konservasi tanah. Oleh karena itu perhatian pada tindakan konservasi tanah sangat diperlukan. Agar tindakan konservasi tanah dapat efisien dan efektif baik dari segi waktu maupun biaya, maka diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan dapat dimulai dengan mengidentifikasi jenis dan penyebab kerusakan pada tanah. Identifikasi diperlukan agar dalam pelaksanaan dapat diarahkan sesuai dengan sasaransasaran yang dituju, yang merupakan sumber kerusakan, sehingga dapat ditentukan prioritas mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan akhirnya dapat ditentukan metode perlakuan konservasi tanah pada masing-masing lahan.

Dengan diketahuinya masalah-masalah yang berada diwilayah perbukitan ini perlu adanya solusi/strategi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.


Tujuan

·         Mengetahui Permasalahan-permasalah Sumber Daya Lahan di Daerah Perbukitan/Pegunungan

·         Dapat Memberikan Strategi Managemen Kawasan Pegunungan/Perbukitan dan Tingkatan Pengambilan Keputusan untuk Menyelesaikan Permasalahan yang ada

BAB II. KAJIAN PUSTAKA
Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi lingkungan fisik termasuk iklim, topografi / relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. (anonymous, 2010)

Sitanala Arsyad (1989) mengemukakan bahwa konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Sistem penilaian tanah untuk maksud tersebut dirumuskan dalam system klasifikasi kemampuan lahan yang ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi, memperbaiki tanah yang rusak dan memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari.

Studi kelerengan bisa menjadi parameter seberapa besar tingkat erosi yang terjadi. Jika lereng permukaan menjadi dua kali lebih curam maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2,0-2,5 lebih banyak dengan kata lain erosi semakin besar dengan makin curamnya lereng. Sementara besarnya erosi menjadi lebih dari dua kali lebih curam, jumlah aliran permukaan tidak banyak bertambah bahkan cenderung mendatar. Hal ini disebabkan jumlah aliran permukaan dibatasi oleh jumlah air hujan yang jatuh (Sitanala Arsyad, 1989)

Kajian terhadap morfometri lereng dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan konservasi tanah. Konservasi tanah menurut Sitanala Arsyad (1989) dibagi sebagai berikut :

A. Metode Vegetatif.
Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan dan daya rusak aliran permukaan dan erosi. Yang termasuk dalam metode vegetatif adalah sebagai berikut:

1. Penanaman dalam strip (strip cropping)
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dala m sistem ini semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dandikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman.
Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu:
(1) penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang tepat  menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat,
 (2) penanaman dalam strip lapangan, berupa strip-strip tanaman yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng, dan
 (3) penanaman strip yang berpenyangga berupa stripstrip rumput atau leguminosa yang dibuat diantara strip -strip tanaman pokok menurut kontur.
2. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan
Pemanfaatan sisi-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa, yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa organic yang penting dalam pembentukan tanah.

3. Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilirdalam urutan tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan keuntungan untuk membrantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat-sifat dan kesuburan selain mampu mencegah erosi.

4. Tanaman penutup tanah
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau besama-sama dengan tanaman pokok.

5. Sistem pertanian hutan
Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau pengguna tanah yang mengintegrasikan tanaman pohon-pohonan de ngan tanaman rendah. Berbagai sistem pertanian hutan ini antara lain

a. Kebun pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buahan, sayuran dan tanaman meramba t, sayuran dan herba yang menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta obat-obatan sepanjang tahun

b. Talun kebun
Talun kebun adalah suatu sistem pertanian hutan tradisional dimana sebidang tanah ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial dan urutan temporal. Fungsi talon kebun adalah:
 a) produksi subsistemkarbohidrat, protein, vitamin, dan mineral,
 b) produksi komersil komoditiseperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu, tembakau dan  bawang merah,
c) sumber genetic dan koservasi tanah dan d) kebutuhan social seperti penyediaan kayu baker bagi penduduk desa.

c. Tumpang sari
Tumpang sari adalah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada sistem ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung, ubi kayu dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohon-pohonan hutan dan membersihkan gulma. Setelah tiga tahun mereka dipindah ke tempat baru.

B. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik adalah :

1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.

2. Pengolahan tanah menurut kontur
Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan membentuk jalur-jalur menurut kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut garis kontur. Pengolahan menurut kontur antara lain:
a. Guludan
Guludan adalah tumoukan tanah yang dibuat memanjang menurut garis kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung pada kecuraman lereng. Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan sampai 6%.
b. Guludan bersaluran
Guludan bersaluran memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan kemiringan lereng 12%
c. Parit pengelak
Parit pengelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng dengan kemiringannya yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5 m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan kecepatan rendah ke saluran pembuangan yang ditanami oleh rumput.
d. Teras
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu:
(1) Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deretan berbentuk tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada tanah dengan lereng 20-30%.
(2) Teras berdasar lebar, merupakan suatu saluran yang permukaannya lebar atau galengan yang dibuat memotong lereng pada tanah-tanah yang berombak dan bergelombang. Teras berdasar lebar dapat dapat digunakan pada tanah antara 2-8%. Pada daerah yang lerengnya sangat panjang, teras dipergunakan pada tempat yang berlereng 0-5%. Teras ini dapat digunakan pula pada tanah tanah berlereng hingga 20%.
(3) Teras berlereng
Teras berlereng dipakai pada tanah berlereng antara 1-6%.
(4) Teras datar
Teras datar dapat diterapkan pada lereng sekitar 2%.

BAB III. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN KAWASAN PEGUNUNGAN


Karakteristik Daerah Studi Kasus

Dalam kajian studi kasus mengenai konservasi sumberdaya lahan berada di daerah Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah, berdasarkan hasil orientasi lapangan yang sudah dilakukan sebelumnya di daerah studi kasus aspek morfometri dan morfologinya sangat bervariasi. Daerah tersebut termasuk satuan morfologi kaki gunung api dan merupakan daerah lereng gunung lawu. Ciri dari satuan morfologi ini adalah medan agak miring dengan arah agak memutar dari arah dari arah ke barat daya, selatan dan tenggara. Daerah pada studi kasus mempunyai topografi yang bervariasi dari berombak hingga bergunung dengan ketinggian medan berkisar antara 75-130 m. secara geologi terletak pada formasi Wonosari – Punung dengan batuan utama berupa batu gamping, dengan  jenis tanah yaitu  Jenis tanah Litosol dan  Jenis tanah Mediteran cokelat, jenis Penggunaan lahan yang ada meliputi lahan sawah irigasi, permukiman, hutan, sawah tadah hujan dan tegalan. Dari orientasi lapangan banyak ditemukan bentuk-bentuk erosi yang bervariasi. Praktek konservasi tanah yang dilakukan penduduk setempat saat ini memang sudah ada namun sebagian besar masih sederhana, secara tidak langsung menunjukkan bahwa praktek pengelolaan lahan perlu dilakukan pembenahan-pembenahan agar erosi yang ada tidak terus berkembang dan dapat ditekan seminimal mungkin agar tanah dapat berfungsi secara optimal.

Permasalahan di Kawasan Pegunungan

Permasalahan yang sering dihadapi di daerah studi kasus adalah permasalahan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, seperti dengan adanya proses erosi, dan faktor manusia dan vegetasi yang kurang mendukung konservasi tanah. Oleh karena itu perhatian pada tindakan konservasi tanah sangat diperlukan. Agar tindakan konservasi tanah dapat efisien dan efektif baik dari segi waktu maupun biaya, maka diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan dapat dimulai dengan mengidentifikasi jenis dan penyebab kerusakan pada tanah. Identifikasi diperlukan agar dalam pelaksanaan dapat diarahkan sesuai dengan sasaransasaran yang dituju, yang merupakan sumber kerusakan, sehingga dapat ditentukan prioritas mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan akhirnya dapat ditentukan metode perlakuan konservasi tanah pada masing-masing lahan.

Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan bagian hulu, yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan menyebabkan degradasi lahan Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi
tanah.

Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Perlu difikirkan pada saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global. Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah.

Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya sarana produksi dan pemasaran.

Permasalahan yang diakibatkan oleh Kegiatan Manusia antara lain adalah :
  • Mengganggu kestabilan lereng misal dengan memotong lereng.
  • Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang wilayah/tata ruangdesa.
  • Mengganggu vegetasi penutup lahan sehingga aliran permukaan melimpah misal dengan over cutting, penjarahan atau penebangan tak terkendali, hal ini akan menyebabkan erosi mundur maupun erosi lateral.
  • Menambah beban mekanik dari luar misal penghijauan atau hasil reboisasi yang sudah terlalu rapat dan pohonnya sudah besar-besar di kawasan rawan longsor lahan dan tidak dipanen karena merasa sayang. Untuk ini maka sangat diperlukan pengaturan hasil yang baik bagi hutan rakyat, program penghijauan yang lain maupun program reboisasi baik yang berupa pemanenan maupun penjarangan yang teratur. Untuk dapat memberikan perhatian atau perlakuan khusus pada kawasan rawan longsor lahan tersebut perlu dilakukan zonasi kawasandengan memperhatikan karakteristik kawasan rawan longsor lahan. Karakteristik kawasan rawan longsor antara lain :
    1. Kawasan yang mempunyai kelerengan ³ 20 %
    2. Tanah pelapukan tebal
    3. Sedimen berlapis : Lapisan permeabel menumpang pada lapisan impermeabel
    4. Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi)
    5. Erosi lateral intensif sehingga menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng makin curam.
    6. Mekanisme tektonik penurunan lahan
    7. Patahan yang mengarah keluar lereng
    8. Dip Perlapisan sama dengan Dip Lereng
    9. Makin curam lereng, makin ringan nilai kestabilannya.

BAB IV. STRATEGI MANAGEMEN KAWASAN PEGUNUNGAN/PERBUKITAN DAN TINGKATAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Untuk mencapai keberlanjutan produktifitas lahan perlu tindakan konservasi tanah dan air, serta mencegah hanyutnya seresah dan hunus tanah. Tujuan ini dapat dicapai dengan menerapkan teknologi konservasi secara vegetativ dan mekanik. Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas pada usaha untuk mengendalikan erosi atau aliran permukaan, tetapi termasuk usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah. Konservasi tanah vegetatif mencakup semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum menjalar, semak atau perdu, maupun pohon dan rumput-rumputan serta tumbuh-tumbuhan lain, yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan limpasan air permukaan yang berlebihan.
Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dikombinasikan  dengan teknik konservasi tanah mekanik.
Adapun Strategi dan pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang terdapat di daerah studi kasus dapat dilakukan konservasi vegetativ sebagai berikut :
Penerapan Sistem BudiDaya Lorong
Pemahaman akan pentingnya  peranan masa bera telah mendorong para peneliti untuk mengembangkan sistem pengelolaan lahan yang baru. Suatu konsep untuk memperbaiki kesuburan tanah yang dinamakan alley cropping system muncul di awal tahun 1970-an dari hasil penelitian International Institute of Tropical Agricultur (IITA) di Ibadan, Nigeria. Sistem ini dirancang untuk dapat menggunakan lahan secara intensif tetapi tetap mempertahankan peranan ganda dari sitem masa bera dengan semak belukar. Penelitian ini dilakukan di Nigeria dengan menggunakan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala Lam.) sebagai tanaman pagar. (Kang et al., 1984)
Dalam alley cropping system  ini, yang kemudian dikenal di Indonesia disebut sebagai Sistem Budi Daya Lorong, tanaman pangan (semusim) sebagai tanaman utama ditanam pada bidang olah di lorong-lorong (alleys) antara barisan-barisan tanaman pagar (hedgerow) dari semak berkayu atau pohon legum, yang secara berkala dipangkas untuk mengurangi naungan dan sebagai sumber bahan organik. tanaman semak atau pohon yang ditanam sebagai pagar tersebut tetap mempunyai fungsi seperti pada sistem bera dengan semak belukar (bush-fallow system), yaitu mendaur ulang unsur hara, sumber mulsa dan pupuk hijau, menekan pertumbuhan gulma dan mengandalikan erosi. Penggunaan tanaman pagar legum lebih disenangi karena juga dapat menyediakan nitrogen bagi sitem pertanian ini.oleh karena itu, sistem budidaya lorong dapat juga disebut sebagai sistem bera dengan semak belukar yang diperbaiki, yaitu dengan menggabungkan masa pertanaman dengan masa bera untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan. Terdorong oleh keberhasilan penelitian tersebut, maka kemudian banyak penelitian budi daya lorong lain dilakukan di Afrika. Penelitian on-farm juga dilakukan sejak awal tahun 1980-an dan dengan dimasukkannya ternak ruminansia kecil oleh International Livestock Centre for Africa (ILCA) dalam sistem bididaya lorong dengan menggunakan pakan ternak dari pangkasan tanaman pagar telah mengawali berkembangnya konsep budidaya lorong. (Kang et al., 1990)
Di Indonesia, penelitian sistem budi daya lorong mulai banyak dilakukan sejak akhir tahun 1980-an dan hasilnya juga menunjukkan bahwa sistem ini sangat baik untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Misalnya, hanya dalam waktu satu musim hujan, sistem budi daya lorong dengan Flemingia congesta  sebagai tanaman pagar telah menunjukkan keunggulannya, yaitu menghambat laju erosi dan aliran permukaan menjadi rendah, dibandingkan dengan tiga teknik pengelolaan tanah lainnya, yaitu pengolahan tanah penuh dikombinasikan dengan penanaman tanaman penutup tanah benguk (Mucuna mnaneae), pengolahan tanah penuh dikombinasikan dengan sisa tanaman dibenamkan, dan pengolahan tanah minimum dikombinasikan dengan sisa tanaman dibakar.
Flemingia congesta  sebagai tanaman pagar mampu menghambat laju aliran permukaan dan menghasilkan pangkasan biomasa banyak (3-9 t ha-1 6 bulan-1), dapat digunakan sebagai mulsa untuk melindungi tanah dari daya rusak butiran air hujan. Pengaruh tidak langsung dari sistem budidaya lorong ini adalah mempertahankan kadar bahan organik tanah dan memperbaiki  sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Selain menunjukkan peranan budidaya lorong, dengan tanaman pagar Flemingia congesta, pada penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan peranan pemupukan dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, karena tanaman yang dipupuk dapat tumbuh dan menutupi permukaan tanah jauh lebih cepat daripada tanaman yang tidak dipupuk. Penutupan permukaan tanah secara rapat dan cepat oleh tajuk tanaman adalah suatu teknik konservasi yang sangat evektif, khususnya dari erosi percikan air hujan. Jadi pemupukan merupakan langkah awal konservasi tanah, yaitu untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik, yang sekaligus berperan sebagai penutup tanah yang baik. Pemberian pupuk yang dikombinasikan dengan sistem budidaya lorong mempunyai pengaruh sinergis dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan serta peningkatan produksi tanaman.
Penerapan sistem budidaya lorong pada lahan berlereng mampu membentuk teras alami setinggi 20-30 cm dalam waktu 4 tahun. Dengan terbentunya teras, maka panjang lereng berkurang dan kemiringan lahan di masing-masing bidang oleh juga berkurang. Teras alami terbentuk karena sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan tertahan oleh barisan tanaman pagar. Pembentukkan teras dipercepat dengan pengolahan tanah, karena setelah diolah tanah menjadi gembur dan lepas sehinnga erosi menjadi lebih tinggi. Selain dapat menekan erosi dan aliran permukaan, budi daya lorong juga menekan kehilangan unsur-unsur hara dari bidang olah. Budidaya lorong dapat menekan kehilangan unsur hara N, P dan K hingga menjadi seperlimannya. Kehilangan hara dapat ditekan lebih rendah lagi bila diikuti dengan tindakan konservasi tanah yang lain, misalnya pemberian mulsa dan pengolahan tanah minimum.
Meskipun sistem budi daya lorong mempunyai berbagai kelebihan, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu luas bidang olah berkurang, perlu tambahan tenaga untuk pemeliharaan dan pemangkasan atau panen tanaman pagar, dan adanya sifat alelopati dan jenis tanaman pagar tertentu. Selain itu juga dolaporkan terjadi persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman pokok dalam serapan unsur hara, cahaya dan air sering mengurangi dampak positif dari budidaya lorong (Van Noordwijk et al., 1998).
Keuntungan budi daya lorong baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Kenyataan ini sering membuat petani kurang tertarik untuk menerapkan sistem ini pada lahan pertaniannya. Petani cenderung untuk mendapat keuntungan berjangka pendek dan kemudahan pengerjaannya di lapangan. Oleh karena itu, pemilihan tanaman pagar perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut, agar didapatkan hasil yang optimum.
Pemilihan jenis tanaman pagar juga perlu mempertimbangkan peranan ganda tanaman pagar tersebut. Dari penelitian yang pernah dilakukan pemilihan tanaman pagar rumput raja atau rumput gajah lebih menguntungkan dari pada Flemingia congesta, karena hasil pangkasan rumput dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan tetap berperan sangat nyata dalam menekan erosi. Pengembangan teknologi sistem budidaya lorong sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pendekatan perspektif, yaitu dengan melibatkan petani sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi serta diseminasi hasilnya. Pendekatan tersebut penting agar teknologi yang dikembangkan sesuai dengan keinginan dan potensi petani sehingga lebih banyak petani akan mengadopsinya. Tanaman pagar jenis Flemingia congesta lebih baikdalam memperbaiki sifat fisik tanah, terutama berat isi dan menghasilkan C-organik tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lamtoro dan kaliandra (Caliandra calotyrsus). Hal ini disebabkan pangkasan Flemingia congesta  lebih banyak, dan dengan semakin kecilnya berat isi berati tanah menjadi lebih gembur, sehingga pengolahan tanah minimum dapat dianjurkan.
Agro-silvi-pastura merupakan suatu bentuk modifikasi dari sistem budi daya lorong yang memadukan tanaman pangan, tanaman pohon (hutan) sebagai pagar, dan pastura atau padang penggembalaan pada lorongnya (alley). Sistem ini dapat dibangun dari pastura alami yang rusak akibat penggembalaan yang berlebihan dengan memperbaiki tata botaninya melalui introduksi rumput dan legum unggul yang dapat beradaptasi dan memberikan pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hutan pastura terdiri atas komponen pastura  yang dikombinasikan dengan komponen tanaman hutan atau kayu-kayuan yang ditanamn membentuk pagar. Jika pastura luas, maka letak komponen pertanian dan pasturanya dapat diatur berselang-seling diantara tanaman pagar. Fungsi tanaman pohon yang diatur sebagai pagar adalah mengurangi erosi, mengurangi kecepatan dan mematahkan arah angin, penghasil kayu, sumber pakan, serta tempat ternak berlindung dari panas sinar matahari dan tiupan angin yang kencang. Selain itu hutan pastura juga meningkatkan kadara bahan organik dan P-tanah, keanekaragaman hayati yang mendekati sistem hutan, serta meningkatkan produksi hijauan pakan ternak dan daya dukung ternak sapi. Dalam 5 tahun sistem hutan pastura dapat meningkatkan kadar C-organik sebesar 2-3 kali lipat. Sistem hutan pastura juga mempengaruhi iklim mikro, di mana selisih suhu udara antara siang dan malam pada hutan pastura relatif lebih kecil dibandingkan pastura tanpa hutan, demikian kelembaban udara juga lebih baik.
Teknik Pengelolaan Lahan yang Produktif dan Konservatif Melalui Agroforestry
Berubahnya Lanskap akibat adanya tekanan penduduk dan intensifikasi pemanfaatan sumberdaya lahan, mengarah pada pengakuan terhadap agroforestry sebagai alternatif sistem pengelolaan lahan dalam rangka pembangunan berkelanjutan baik didataran tinggi maupun di dataran rendah).

Berbeda dengan bidang pertanian maupun kehutanan murni, kontribusi agroforestry dalam bidang sosial ekonomi bisa lebih bervariasi karena komponen usahanya lebih beragam. Tambahan lagi selain membuka kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan peningkatan taraf hidup mampu juga menimbulkan multiplier effect dan agroforestry juga memperbaiki serta meningkatkan kondisi lingkungan (Anonimus, 2010). Kelemahan para petani pada umumnya adalah pada sistem pemasaran hasil.

Dengan menawarkan kombinasi hasil, produktivitas lebih lestari. Adanya komponen pohon yang bisa diatur pemungutan hasilnya hanya apabila diperlukan, karena apabila tidak diperlukan bisa dibiarkan hidup dengan tidak kawatir rusak dan bahkan nilainya akan bertambah. Kelestarian hasil lebih diperjelas dengan tambahan adanya produksi bidang peternakan, sedang konsumsi harian dapat ditopang oleh produk tanaman pertanian. Produk agroforestry bisa lebih ditingkatkan menjadi produk yang diorientasikan pada agribisnis dengan dukungan dari swasta atau pemerintah daerah misalkan menyediakan pabrik pengolahan hasil misal pabrik pengelolaan nanas atau komoditas lainnya dalam skala kecil menengah.
Peluang bagi digunakannya sistem agroforestry dalam pengelolaan lahan juga
disebabkan karena :
1.    Agroforestry adalah metode biologis untuk konservasi dan pemeliharaan penutup tanah sekaligus memberikan kesempatan menghubungkan konservasi tanah dengan konservasi air.
2.    Dengan agroforestry yang produktif dapat digunakan untuk memelihara dan meningkatkan produksi bersamaan dengan tindakan pencegahan erosi.
3.    Kegiatan konservasi yang produktif memperbesar kemungkinan diterimanya konservasi oleh masyarakat sebagai kemauan mereka sendiri. Digunakannya tehnik diagnostik dan designing untuk merumuskan pola tanam secara partisipatif merupakan kelebihan dari tehnik agroforestry.

Pola Tanam
Pola tanam adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman hampir sama  umur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani lahan kering. Dalam pengembangannya pola tanam ini sangat tergantung kepada jenis tanah, iklim, topografi, dan pemasaran hasil. Lahan dengan kemiringan < 8% dapat mendukung suaha tanaman pangan sebagai tanaman utama. Adapun kemiringan 8% pertanaman diusahakan searah kontur atau teras dan tanaman pangan tidak lagi berfungsi sebagai tanaman utama, melainkan sudah beralih ke tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit, dan tanaman tahunan lainnya. Beberapa sistem pola tanam yang dapat dikembangkan yang sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif adalah pertanaman campuran, pertanaman berurutan, pertanaman tumpang sari, pertanaman tumpang gilir, pertanaman berlajur, dan pertanaman bertingkat.
Tanaman Penutup Tanah
            Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam untuk menutupi permukaan lahan pertanian yang berguna mengendalikan erosi dan memperbaiki sifat-sifat tanah. Tujuan dari penanaman penutup tanah adalah melindungi permukaan tanah dari erosi percikan akibat jatuhnya tetesan air hujan, meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki sifat-sifat fiik dan kimia tanah, menekan pertumbuhan gulma sehingga dapat mengurangi biaya perawatan tanaman, dan meminimumkan perubahan-perubahan iklim mikro dan suhu tanah, sehingga dapat menyediakan lingkungan hidup yang lebih baik bagi tanaman.
            Tanaman penutup tanah harus memenuhi persyaratan antara lain mudah diperbanyak teutama dengan biji, tumbuh cepat dan menghasilkan banyak daun, toleran terhadap pemangkasan dan injakkan, bukan tanaman inang hama dan penyakit, sistem perakaran tidak kompetisi berat dengan tanaman pokok, dan mampu menekan gulma. Jenis tanaman penutup tanah yang umum digunakan adalah rumput dab kacang-kacangan/leguminosa. Tanaman penutup tanah kacang-kacangan yang merambat paling baik sebagai penutup tanah, karena mapu secara langsung memfiksasi nitrogen dari udara, dan mampu beregenerasi sendiri.

Penanaman Rumput
Penanaman rumput pada berbagai tempat terbuka sangat penting dalam membantu mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan pertanian. Teknik ini baik untuk lahan yang berlereng <30%. Penguatan lereng dengan menanam rumput merupakan teknik untuk melindungi dan menstabilkan lereng dari suatu lahan pertanian. Penanaman rumput ini juga mengurangi biaya pemeliharaan lereng dan menambah keindahan dari bentang alam. Jenis rumput yang ditanam sebaiknya yang dapat tumbuh rapat dan berakar dalam. Kalau keadaannya memungkinkan, dapat ditanam tanaman yang berbunga. Pada waktu penanaman rumput tersebut perlu dipupuk karena tanahnya berasal dari lapisan bawah yang umumnya miskin unsur hara.

Pupuk Hijau
Pupuk hijau dapat ditanam secara khusus untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan berguna sebagai pupuk. Kandungan nitrogen pupuk hijau tertinggi pada masa awal pembentukan bunga, waktu tanam masih lunak dan mudah dilapuk. Oleh karena itu, tanaman pupuk hijau sebaiknya dipangkas pada waktu itu dan segera dibenamkan kedalam tanah waktu masih berwarna hijau. Tanaman pupuk hijau dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah, memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan kimia tanah serta meningkatkan katahanan tanah terhadap erosi. Tanaman pupuk hijau dapat dipakai untuk memperbaiki tanah berpasir, tanah liat berat atau tanah-tanah lain yang tidak produktif. Pupuk hijau juga dapat ditanam di antara baridan tanaman yang sudah ada atau ditanam pada lahan yang bera sebelum ditanami tanaman utama.

Tanaman pupuk hijau yang mudah menghasilkan biji akan lebih baik dan menarik karena petani dapat secara mudah dan langsung mengumpulkan bijinya. Tanaman pupuk hijau yang baik untuk lahan – lahan berlereng antara lain adalah turi (Sesbanian grandiflora), Desmodium rensonii, Flemingia congesta, Stylosanthes guyanensis, Arachis pintoi, Gracideae sepium. Jarak tanam tanaman pupuk hijau diatur disesuaikan dengan jarak tanaman utama. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan atau waktu air tanah masih cukup.

Mulsa
Mulsa adalah penutup tanah yang berasal dari pangkasan rumput, sisa panen atau bahan – bahan lain yang penggunaannya disebarkan di permukaan tanah sepanjang barisan tanaman atau melingkari batang pohon. Mulsa berguna untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan, mengurangi gulma dan mengurangi biaya perawatan, mengatur suhu tanah, meningkatkan kandungan bahan organik, dan mengurangi penguapan air tanah atau meningkatkan kelembaban tanah. Jika digunakan mulsa plastk maka peran pulsa untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah tidak dapat dicapai. Penutup tanah atau rumput yang ditanam di antara tanaman pohon-pohonan dapat dengan mudah dipangkas dan dijadikan mulsa.
Dalam menerapkan teknik mulsa perlu diperhatikan beberapa hal yaitu pemberian mulsa perlu dijaga agar tidak menebabkan berkembangnya hama dan penyakit tanaman/kebakaran, pemberian mulsa pada perkebunan jangan terlalu tebal dan sebaiknya diletakkan dalam strip atau barisan. Jika digunakan mulsa plastik, maka aliran permukaan akan meningkat, sehingga perlu disiapkan drainase dan saluran pembuangan air yang cukup.

Pematah Angin
Pematah angin adalah barisan pohon atau rumput tinggi yang ditanam dengan jarak yang tepat untuk mencegah atau mengurangi erosi angin dan kerusakan tanaman yang disebabkan oleh angin. Pematah angi berguna untuk mengendalikan erosi angin, mengurangi kerusakan fisiologis atau mekanis terhadap tanaman yang disebabkan oleh angin yang keras, mengurangi evapotranspirasi, mengurangi kerusakan tanaman akibat garam jika lokasi dekat laut.
Pohon yang digunakan untuk pematah angin adalah pohon yang tubuhnya tegak dengan perakaran dalam dengan cabang dan ranting yang kuat dan dapat menahan angin yang keras. Spesies tanaman yang dapat dipakai antara lain Accacia mangium, Accacia auriculiformis, Mahagonia sp., sesbania grandiflora, Casuarina sp, dan bambu.

Pengendalian Longsor Lahan
Rekayasa vegetatif dan rekayasa tehnik dalam rangka usaha pencegahan atau mengurangi longsor lahan baik di lahan rakyat maupun di lahan hutan negara antara lain
dengan:
a.    Menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali dan tidak terencana (over cutting, penebangan cuci mangkuk, dan penjarahan).
b.    Penanaman vegetasi tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel.
c.    Mengembangkan usaha tani ramah longsor lahan seperti penanaman hijauan makanan ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas.
d.    Mengurangi beban mekanik pohon-pohon yang besar-besar yang berakar dangkal dari kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel.
e.    Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan tinggi dan merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah (SPAT) pada hujan yang rendah.
f.     Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah.
g.    Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor.
h.    Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah).
i.      Bila perlu, di tempat-tempat tertentu bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan  mekanik.
Beberapa contoh jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak serta yang berakar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang sebagai berikut :

A. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak.
1. Aleurites moluccana (kemiri)
2. Vitex pubescens (laban)
3. Homalium tomentosum (dlingsem)
4. Lagerstroemia speciosa (bungur)
5. Melia azedarach (mindi)
6. Cassia siamea (johar)
7. Acacia villosa
8. Eucalyptus alba
9. Leucaena glauca
B. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang
1. Swietenia macrophylla (mahoni daun besar)
2. Gluta renghas (renghas)
3. Tectona grandis (jati)
4. Schleichera oleosa (kesambi)
5. Pterocarpus indicus (sono kembang)
6. Dalbergia sissoides (sono keling)
7. Dalbergia latifolia
8. Cassia fistula (trengguli)
9. Bauhinia hirsula (tayuman)
10. Tamarindus indicus (asam jawa)
11. Acacia leucophloea (pilang)

Dewasa ini ditemukan pendekatan baru mengenai konservasi tanah yang disebut land husbandry yang diwujudkan dalam usaha tani dengan pendekatan konservasi. Ciri dari pendekatan ini adalah:
1.    Memfokuskan pada hilangnya tanah dan pengaruhnya terhadap hasil tanaman sehingga perhatian utamanya bukan lagi pada bangunan fisik tetapi kepada metode biologis untuk konservasi seperti halnya penanaman penutup lahan.
2.    Memadukan tindakan konservasi tanah dan konservasi air sehingga masyarakat mendapat keuntungan langsung dari usaha tersebut.
3.    Melarang bertani dilereng bukan penyelesaian masalah. Tindakan seperti ini tidak bisa diterima secara sosial dan politis. Yang harus dicari adalah metode bertani yang bisa mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan dan alam.
4.    Konservasi lahan akan berhasil bila ada partisipasi dari masyarakat terutama para petani. Motivasi masyarakat akan timbul bila mereka melihat keuntungan yang akan diperoleh.
5.    Yang terpenting lagi adalah perlu adanya pemahaman bahwa kegiatan konservasi lahan adalah bagian integral dari usaha perbaikan sistem usaha tani. Agroforestry sebagai sistem penggunaan lahan makin diterima oleh masyarakat karena terbukti menguntungkan bagi pembangunan sosial ekonomi, sebagai ajang pemberdayaan masyarakat petani dan pelestarian sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan daerah pedesaan. (anonymous, 2010)

BAB V. KESIMPULAN
Konservasi tanah dan air harus dilaksanakan secara terpadu dengan koordinator yang jelas demi menjamin kelestarian sumber daya alam, terutama dalam upaya konservasi tanah dan air bagi kesejahteraan rakyat. Kelembagaan yang menangani konservasi tanah dan air tidak lagi relevan dibentuk secara adhoc saja, akan tetapi harus dilekatkan pada fungsi, tugas dan wewenang pada para pelaksanannya di lapangan yang terkait secara struktural dengan instansi yang kompeten

Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dikombinasikan  dengan teknik konservasi tanah mekanik. Adapun strategi dan pengambilan keputusan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penerapan Sistem Budidaya Lorong, Teknik Pengelolaan Lahan yang Produktif dan Konservatif Melalui Agroforestry, Pengaturan Pola tanam, Penanaman tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, dan penggunaan pupuk hijau.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2010. Konservasi Lahan Kering. http://ridiah.wordpress.com/konservasi-lahan-kering. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.50 WIB.
Arsyad, Sitanala. (1989). Konservasi Tanah dan Air, Bogor: Penerbit Institut Pertanian Bogor (IPB)
Carolyn W. Fanelli dan Lovemore Dumba.. 2007. Pertanian Konservasi di Pedesaan Zimbabwe. http://salam.leisa.info/index.php?url. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 16.50 WIB.
Kang, B.T. , G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1984. Alley Cropping a Stable Alternative to Shifting Cultivation. International Institute of Tropical Agriculture (IITA). Ibadan, Nigeria.
Kang, B.T., L. Reynolds, and A.N. Atta-Krah. 1990. Alley Farming. Advances in Agronomy Vol 43 : 315 – 359
Van Noodwijk, M., K. Hairiah, B. Lusiana, and G. Candish. 1998. Tree-soil-crop interactions in sequential and simultaneous agroforestry system. P. 173-190.  In L. Bergstrom and H. Kirchmann (Eds). Carbon and Nutrient Dynamics in Natural and Agricultural Tropical Ecosystems. CAB International. Wallingford, UK.

FAHMI

No comments:

Post a Comment

Instagram