KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN DI KAWASAN GUNUNG MERAPI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja dan bagi Kabupaten dan Kota merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/ pemurnian, pengangkutan mineral/ bahan tambang.   Industri pertambangan selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya karena pengrusakan lingkungan, apalagi penambangan tanpa izin yang selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya pengawasan dari dinas instansi terkait. Kondisi seperti ini terjadi di Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah tepatnya di lokasi penambangan pasir Merapi.
Desa Keningar   merupakan desa yang paling dekat dengan gunung Merapi dieksploitasi sumberdaya alamnya untuk diambil pasirnya  Pasir yang dihasilkan oleh letusan Gunung Merapi merupakan bahan tambang yang menggiurkan banyak orang. Penduduk yang  sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani menyewakan atau menjual tanah pertaniannya kepada pemilik modal untuk dijadikan  lokasi penambangan pasir . Tanah pertanian yang semula merupakan lahan pertanian produktif dikeruk oleh alat-alat berat untuk diambil pasirnya dan meninggalkan lobang-lobang bekas penambangan.
Berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Perencanaan Pembangunan  Nasional Universitas Gadjah Mada, penambangan pasir di kawasan Merapi telah terjadi kerusakan lingkungan seperti hutan, jalan.dan dam pengendali lahar. Kerusakan lingkungan terjadi pada kawasan penambangan Gunung  Merapi meningkat seiring dengan semakin intensifnya penambangan dengan penggunaan alat-alat berat. Izin penambangan yang diberikan tidak disesuaikan dengan volume cadangan terukur. (Sudibyo, 2002) mengatakan penambangan pasir sudah memasuki lokasi yang  tidak sesuai peruntukannya seperti tanggul sungai, tanggul penahan lahar dan hutan pinus milik Perhutani. Penambang yang kekurangan lahan penambangan memperluas lokasi penambangan ke daerah yang dilarang seperti tanggul sungai, tanggul penahan lahar dan kawasan hutan lindung milik Perhutani.
Kegiatan penambangan pasir di desa Keningar Kecamatan Dukun Propinsi Jawa Tengah berpotensi terhadap pengrusakan lingkungan. Kawasan Gunung Merapi yang merupakan   daerah penambangan pasir merupakan daerah resapan  dan sumber air bagi daerah di bawahnya. Dengan adanya kegiatan penambangan pasir maka akan mengubah fungsi lahan dan bentuk bentang alam.


a.    Dampak gangguan / kerusakan
Sumberdaya adalah semua potensi dan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan yang meliputi massa dan energi, benda biologis dan non biologis dapat ditetapkan sebagai keseluruhan persediaan (Sumaatmadja, 1988).  Salah satu sumberdaya alam yang penting di kawasan Gunung Merapi adalah bahan galian seperti pasir kerikilan,kerakal-berangkal, bongkah dan lava yang bersifat andesitik. Bahan galian ini sangat diperlukan untuk pembangunan sarana fisk seperti gedung, jembatan jalan dan pembangunan. Setiap pembanguna fisik   berkonstruksi berat pasti memerlukan material pasir dan batu. Kualitas pasir dan batu yang berasal dari kawasan gunung Merapi telah dikenal secara luas sebagai pasir dan batu berkualitas tinggi terutama untuk pembangunan fisk di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi penambangan pasir dan batu yang banyak terdapat di Kabupaten Magelang  antara lain terdapat di Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung.  Material hasil letusan Gunung Merapi diendapkan pada elevasi di atas 100m diatas permukaan laut, tersebar sebagai endapan sungai teras dan puncak perbukitan yang kemudian dikenal sebagai daerah sumber sedimen, Sampai dengan akhir tahun 1999, volume aliran sedimen dari daerah sumbernya diperkirakan sebanyak 60.650 juta m3 , sedangkan yang dapat ditambang adalah 31,23 juta m3. Hasil tafsiran jumlah sumberdaya pasir tereka sebanyak 5.013.119,9 m3  dengan catatan endapan teras masih boleh ditambang (P4N UGM, 2000).
Penambangan pasir di gunung merapi membawa dampak cukup berarti saat ini, antara lain:
a.Terjadinya erosi
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah, dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi yang lazim terjadi di negara tropis seperti Indonesia juga pada kasus di kawasan pegunungan Sindoro-Sumbing ini ialah erosi tanah oleh air.
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi/ pembangunan yang tidak tertata dengan baik, dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang, dan penanaman pohon.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan/ presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, dan frekuensi badai. Faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, serta kemiringn lahan juga dapat mempengaruhi banyaknya erosi. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. Sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. Porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi dari pada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. Kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. Lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. Bila pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. Kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah/ humus dihilangkan atau dipadatkan, derajat kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.
Secara singkat, erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan melalui pengurangan ketersediaan air, nutrisi, bahan organik, dan menghambat kedalaman perakaran. Erosi yang terjadi di kawasan Gunung Sindoro-Sumbing mengalir pada aliran sungai yang bertemu di aliran Sungai Serayu, selanjutnya endapan lumpur masuk ke Bendungan Mrican yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Proses terbawanya sedimen dari aliran sungai yang memberikan kontribusi endapan pada bendungan akan mengakibatkan pendangkalan dan berkurangnya umur/ masa pakai bendungan tersebut.
Erosi yang terjadi di kawasan Sindoro-Sumbing, mengakibatkan tingginya tingkat laju/ bahaya erosi dan juga menyebabkan terjadinya degradasi lahan pada kawasan tersebut. Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar dan Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar merupakan bagian dari DAS Serayu. Aliran air dari kedua daerah tersebut masuk dalam aliran Sungai Serayu melalui aliran sungai Gono dan sungai Begaluh. Aliran ini akan memberikan kontribusi berupa air maupun kandungan sedimen yang menuju sungai Serayu dan memberikan pengaruh terhadap besarnya laju sedimentasi pada daerah tangkapan waduk Mrican.

b. Terjadinya banjir                                                                      
Banjir terjadi di Kota Wonosobo terutama di musim hujan. Pada saat musim hujan selalu terjadi genangan yang sangat mengganggu aktifitas kehidupan masyarakat. Kedua dampak di atas adalah imbas yang terjadi akibat munculnya peningkatan debit aliran permukaan dari hulu ke hilir.
Kasus banjir yang sering terjadi di kawasan tersebut merupakan dampak secara langsung akibat pola tekanan kerusakan nilai konservasi di kawasan hutan. Kerusakan sarana infrastruktur dan kerusakan nilai produktivitas lahan menjadi sebuah isu utama yang dipahami oleh masyarakat namun kurang diperhatikan secara benar. Berikut adalah peranan yang dimainkan hutan dalam kaitannya dengan banjir:
1)    Keberadaan hutan mempertahankan tanah pada tempatnya, erosi yang seringkali terjadi setelah penebangan hutan adalah merupakan penyebab utama adanya kaitan antara hutan dan banjir.
2)    Keberadaan hutan memberikan kapasitas tampung air, karena besarnya evapotranspirasi hutan lebih besar daripada jenis tataguna lahan lainnya
3)    Keberadan hutan meningkatkan infiltrasi, gangguan pada permukaan tanah setelah penebangan hutan dalam bentuk bercocok tanam yan tidak mengindahkan kaidah konservasi, pembakaran tumbuhan bawah yang terus menerus atau penggembalaan yang berlebih dapat menurunkan laju infiltrasi dan meningkatkan debit puncak serta besarnya volume air lokal.
c. Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkungan merupakan suatu kondisi dimana lingkungan berada diluar ambang batas toleransi kualitas baik secara fisik maupun fungsi sehingga keberadaannya tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu akibat faktor internal (natural disaster) dan faktor eksternal (error threatment). Faktor internal dimungkinkan terjadi karena perubahan dalam lingkungan itu sendiri dan sifatnya alami sehingga prosesnya dapat diterima sebagai suksesi yang wajar dan terkendali, contohnya kerusakan lingkungan pasca bencana alam gunung meletus. Dalam hal ini manusia diluar tanggungjawab manusia, dan sifatnya bersiklus. Faktor eksternal dimungkinkan terjadi karena salah dalam mengelola potensi dan memanfaatkan fungsi yang dimiliki oleh lingkungan, sehingga prosesnya harus melalui suksesi yang dikendalikan, contohnya kerusakan lingkungan akibat penggalian bahan tambang yang berlebihan di areal rawan bencana. Faktor yang terakhir ini peran manusia sangatlah dominan dan periodenya sangat fluktuatif mengikuti pola kesadaran manusia akan fungsi lingkungan.
Model pengelolaan yang kurang bijaksana yang telah dilaksanakan di kawasan pegungungan Sindoro-Sumbing selama ini dalam mengeksploitasi lingkungan telah mulai dirasakan akibatnya baik oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat yang tidak berinteraksi dengan kawasan tersebut secara langsung. Dengan lagu deforestasi yang tinggi, diperkirakan tidak sampai 20 tahun hutan di kawasan tersebut akan habis dan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar akan jauh lebih hebat daripada yang ada saat ini. Kondisi kerusakan hutan tersebut harus segera ditangani secara serius baik oleh Pemerintah Daerah setempat maupun oleh Perum Perhutani. Terbukti sudah banyak dampak negatif yang telah dirasakan masyarakat akibat kerusakan lingkungan tersebut.
Ancaman terhadap kerusakan hutan sebenarnya tidak saja mengancam kehidupan manusia, akan tetapi juga mengancam kehidupan satwa dan fauna lainnya. Ancaman terhadap manusia setidaknya bisa berdampak pada aspek sosial, ekonomi dan budaya. Ancaman terhadap satwa dan fauna yakni punahnya beberapa jenis satwa dan fauna langka yang kerugiannya tidak bisa dinilai dengan nilai nominal. Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting antara lain sebagai hidrologi sebagai penyimpan sumber daya genetis sebagai pengatur kesuburan tanah dan iklim serta sebagai penyimpan (rosot) karbon. Kerusakan hutan dengan demikian akan menyebabkan hutan tidak mampu berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Pembangunan industri kehutanan merupakan salah satu yang menyebabkan berkurang dan hilangnya fungsi hidro ekologi hutan. Selain itu disebutkan juga bahwa ada empat faktor penyebab kerusakan hutan itu: penebangan yang berlebihan disertai pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar, kebakaran hutan dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman.
d. Berkurangnya Cadangan Air Tanah dan Penurunan Kualitas Lahan
Daerah hulu merupakan kawasan resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan yang turun agar tidak langsung menjadi aliran permukaan dan melaju ke daerah hilir, melainkan ditahan sementara dan sebagian airnya dapat diresapkan menjadi cadangan air tanah yang memberikan manfaat besar terhadap ekologi dan ekosistem. Semakin besar kegiatan pembukaan lahan dan pengalihan fungsi lahan dari kawasan konservasi menjadi kawasan produksi tanaman non konservasi akan mendorong peningkatan jumlah/ volume aliran permukaan yang melaju dari arah hulu ke arah hilir. Hal tersebut juga berdampak pada berkurangnya cadangan air tanah pada kawasan tersebut dan berimbas pula pada penurunan kesuburan tanah, karena lapisan top soil pada lahan yang tererosi telah banyak yang hilang melalui aliran permukaan. Penurunan kualitas lahan akan berdampak secara langsung pada penurunan volume dan kualitas produksi tanaman yang dibudidayakan di atasnya.

BAB II
KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN

Karakteristik daerah pegunungan merapi
Kabupaten Magelang secara geografis termasuk Propinsi Jawa Tengah yang berada pada posisi 70 19’ 33’’ – 70 42’ 13’’ Lintang Selatan dan 1100 02’ 41’’ – 1100 27’ 8’’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Magelang adalah 108.753 atau sekitar 3.34 % dari luas Propinsi Jawa Tengah, terdiri dari 21 Kecamatan dan 370 desa /kelurahan.    Wilayah Kabupaten Magelang secara administratif berbatasan dengan : ¾   Sebelah Utara        : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang ¾   Sebelah   Selatan  : Kabupaten Purworejo dan Propinsi DIY. ¾   Sebelah    Timur    :  Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali ¾   Sebelah Barat         : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo Sebagian wilayah Kabupaten Magelang,  berada dilereng Gunung Merapi. Di wilayah Gunung Merapi tersebut banyak dilakukan penambangan bahan galian Golongan C, berupa pasir, batu yang merupakan aktifitas Gunung Merapi.  Secara adminstratif Gunung Merapi berada pada wilayah perbatasan dua propinsi yaitu propinsi Jawa Tengah dan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.  Di propinsi Jawa tengah Gunung Merapi berada pada Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali sedangkan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Gunung Merapi berada di Kabupaten Sleman.   Puncak Gunung Merapi terletak pada ketinggian 2965 m di atas permukaan laut dengan lereng paling atas mempunyai kemiringan 300 – 500 yang dicirikan pula oleh lembah-lembah alur sungai yang dalam dan berdinding terjal. Lembah – lembah alur sungai itu terhampar sampai dengan ketinggian 700 m diatas permukaan laut sepanjang 13 – 17 Km dari puncak Gunung Merapi.
Kepundan Gunung  Merapi dikelilingi oleh batuan Merapi Tua di sebelah Utara dan Timur, sehingga mulut kubah ke arah Barat Daya menuju daerah  alur Sungai Krasak, Sungai Putih dan Sungai Blongkeng di wilayah    Kabupaten Magelang. Pola penyaluran di Kawasan Gunung Merapi adalah radier, berhulu di bawah puncak Merapi pada ketinggian 750 – 1500 meter dengan sungai-sungai utama meliputi Sungai Pabelan, Sungai Apu, Sungai Trising, Sungai Senowo.
Batuan penyusun daerah Kabupaten Magelang terdiri dari batuan sedimen, batuan gunung api, batuan beku terobosan dan endapan aluvial. Batuan sedimen merupakan Formasi Andesit Tua yang terdiri dari Breksi, Andesit, Tufa, Tufa Lapili, Aglomorat dan Lava Andesit. Formasi ini menempati sisi tepi bagian Barat Daya Kabupaten Magelang, yakni daerah Salaman dan Borobudur bagian selatan.  Batuan ini mengandung potensi bahan galian golongan C (berupa batuan andesit). Batuan gunung api merupakan material batuan yang dihasilkan oleh Gunung Api Merapi, Gunung Api Merbabu, dan Gunung Api Sumbing menempati satuan geomorfik lereng dan puncak gunung api tersebut terdiri dari breksi piroklastik, lelehan lava, batu pasi tufaan dan lahar.  Breksi piroklastik dan lava andesit terdapat di wilayah Kecamatan Kajoran, Kecamatan Kaliangkrik, Kecamatan Windusari, Kecamatan Grabag, Kecamatan Ngablak, Kecamatan Pakis, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Dukun, dan Kecamatan Srumbung.  Batu pasir tufaan dan lahar terdapat di Kecamatan Salaman, Kecamatan Tempuran, Kecamatan Bandongan, Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Mertoyudan, Kecamatan Mungkid, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salam dan Kecamatan Ngluwar.  Jenis batuan ini sangat baik sebagai bahan penyimpanan  akuifer (bahan yang dapat menyimpan air) dan juga sebagai sumber bahan galian golongan C (pasir dan batu). Batuan beku terobosan berupa dasit dan andesit, terdapat didaerah Salaman bagian Tenggara dan Borobudur bagian Barat Daya.  Batuan beku terobosan ini menyebabkan terjadinya bahan galian batu gamping yang mengalami metamorfosa.
Di Kabupaten Magelang terdapat endapan  aluvial. Endapan aluvial menempati satuan geomorfik dataran aluvial di sepanjang sungai-sungai yang besar yaitu sungai Progo dengan cabang-cabangnya yang mengalir di Salaman sampai Borobudur. Endapan aluvial terdiri dari material-material lepas berupa kerakal, kerikil, pasir lanau lumpur dan lempung. Endapan aluvial sangat baik sebagai batuan akuifer (penyimpan air tanah) sekaligus sebagai penghasil pasir dan batu.  Kabupaten Magelang mempunyai sumber daya bahan galian industri (bahan galian golongan C) yang cukup besar, terutama kelompok bahan galian konstruksi, seperti: andesit dan sirtu, yang tersebar luas di kawasan Merapi  Merbabu maupun kawasan Menoreh.  Sampai tahun 2005, berdasarkan data Bagian Perekonomian, setda Kabupaten Magelang (2002), tercatat ada 11 tipe bahan galian industri yang telah teridentifikasi secara makro (survei pendahuluan). Namun demikian, dari 11 jenis bahan galian tersebut hanya 8 jenis bahan galian yang telah dihitung potensi sumberdaya terekanya. Kedelapan jenis bahan galian tersebut adalah: andesit, trass,  tanah, urug, oker, lempung, kaolin, batu, gamping, kristalin (marmer) dan sirtu. Di samping itu, ada potensi lain yang berupa endapan logam, yaitu : endapan mangan (MnO2).  Endapan mangan ini secara geologik banyak ditemukan di Pegunungan Menoreh, terutama di daerah Ngargoretno. Posisi geologinya berada di sela-sela antara batugamping kristalin (marmer) dengan batuan vulkanik tua di Perbukitan Menoreh. Sampai saat ini dari sisi permintaan akan kebutuhan mangan untuk industri besi\ baja, bahan baku yang berupa endapan mangan cukup banyak dijumpai di Perbukitan Menoreh Kabupaten Maglang Berdasarkan data Statistik Lingkungan  Hidup Jawa Tengah Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Jawa Tengah, luas wilayah Kabupaten Magelang tersebut terbagi sebanyak 37.417 ha lahan persawahan dan 71.156 ha bukan lahan sawah. Kabupaten Magelang juga memiliki 33.303,00 ha lahan yang masuk kategori  sangat kritis, 35.423,50 ha lahan kritis, 24.451,80 lahan agak kritis, 5.985,90 ha lahan yang memiliki potensi kritis. Sebaran tanah pada masing-masing wilayah di Kabupaten Magelang, terbagi menjadi:
Ø  Alluvial Kelabu, terdapat di Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Mertoyudan, Kecamatan Mungkid, Kecamatan Muntilan, dan Kecamatan Ngluwar.
Ø  Alluvial Cokelat Tua, terdapat di Kecamatan Bandongan. Kecamatan Borobudur, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Mungkid, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salaman, Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Tempuran.
Ø  Komplek Regosol Kelabuan dan Latosol terdapat di Kecamatan Kajorang, Kecamatan Kaliangkrik, Kecamatan Windusari, Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun.
Ø  Komplek Latosol Kekuningan, Litosol Cokelat Tua dan Litosol terdapat di Kecamatan Salaman dan Borobudur.
Ø  Komplek Latosol Kemerahan, dan Litosol terdapat di Kecamatan Salam, Kajoran, Kaliangkrik, Salaman, Tempuran, Bangongan danWindusari.
Ø  Komplek Andosol Kelabu tua dan Litosol terdapat di Kecamatan Ngablak, Pakis, dan Sawangan.
Ø  Latosol Coklat Kemerahan terdapat di Kecamatan Grabag dan Ngablak.
Ø  Regosol Coklat terdapat di Kecamatan Sawangan, Mungkid, Muntilan, Dukun, Srumbung, Salam, dan Ngluwar.
Ø  Asosiasi Andosol Coklat terdapat di Kecamatan Grabag, dan Ngablak.
Ø  Andosol coklat terdapat di Kecamatan Grabak, Ngablak, Pakis, Sawangan.
Ø  Latosol coklat yang terdapat dan menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Magelang terdapat di kaki Gunung Sumbing dan Merbabu dengan topografi landai dan air cukup tersedia, oleh karena itu memiliki potensi pertanian yang sampai tinggi. Tanah latosol coklat terdapat di Kecamatan Windusari, Bandongan, Kaliangkrik, Kajoran, Salaman, Secang, Pakis, Tegalrejo, Candimulyo, Sawangan dan sebagian kecil di Kecamatan Mungkid.
Ø  Komplek Regosol kelabuan dan Latosol terdapat di Kecamatan Windusari, Kaliangkrik, dan Kajoran.
Air permukaan
Daerah kaki gunung Merapi bagian selatan mayoritas mempunyai kemiringan lereng yang terjal hinggga mendekati datar, hal ini menyebabkan banyak terbentuknya sungai-sungai di bagian selatan Gunung Merapi. Sungai-sungai tersebut pada bagian hulu bersifat ephemeral (mengalir saat musim hujan), dan memiliki kemiringan dasar yang tinggi, tetapi sebagian juga bersifat  perennial  (mengalir sepanjang tahun) walapun pada musim kemarau mengalami penurunan debit aliran.  Porositas batuan yang besar juga mempengaruhi faktor keringnya sungai di bagian hulu. Daerah hulu ini merupakan daerah resapan air yang menjadi komponen air tanah dan aliran dasar (base flow). Aliran air permukaan yang berasal dari Gunung Merapi terbagi menjadi 3 (tiga) arah aliran, yaitu aliran sungai yang masuk DAS Progo bagian barat, DAS Opak di bagian tengah dan DAS Bengawan Solo dibagian Timur.  Sistem sungai yang dibentuk oleh ketiga  sungai besar tersebut membentuk 3 (tiga) pola aliran sungai, yaitu: ¾  Pola aliran radial centrifugal dimulai dari kerucut Gunung Api Merapi. ¾  Pola aliran  sub parallel  terdapat pada bagian lereng kaki dengan anak-anak sungai tersebut relatif sejajar menuruni lereng.  ¾  Pola aliran sub dendritik  terjadi pada anak sungai yang akan masuk ke sungai utama dibagian dataran aluvial kaki lereng vulkanik. Sungai merupakan jalan air alami. Laluan melalui sungai merupakan cara biasa air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau  takungan air yang besar seperti danau.  Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.  Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.  Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS). Sungai menurut jumlah airnya dibedakan menjadi sungai permanen, sungai periodik, sungai intermittent, dan sungai ephemeral.  Kabupaten Magelang, sesuai dengan kondisinya, memiliki 10 (sepuluh) Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS Progo merupakan DAS terpanjang yang melewati wilayah Kabupaten Magelang yakni seluas 3.238,90 km2 atau sekitar 91% dari keseluruhan DAS yang ada di Kabupaten Magelang. Disusul oleh DAS Pabelan yang memiliki luas 103 km2 atau sekitar  2,89% DAS yang ada di Kabupaten Magelang. Secara rinci, uraian mengenai luas DAS beserta distribusinya adalah sebagai berikut:
Ø  DAS Progo seluas 3.238,90 km2 (91%)
Ø  DAS Pabelan seluas 103 km2 (2,89%)
Ø  DAS Blongkeng seluas 44 km2 (1,23%)
Ø  DAS Krasak seluas 31 km2 (0,88%)
Ø  DAS Senowo seluas 24 km2 (0,67%)
Ø  DAS Lamat seluas 36 km2 (1,02%)
Ø  DAS Batang seluas 22 km2 (0,62%)
Ø  DAS Tringsing seluas 22,5 km2 (0,63%)
Ø  DAS Putih seluas 26 km2 (0,74%) 10. DAS Apu seluas 11,25 km2 (0,32%)
            Secara fisik DAS didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh pemisah alam (punggung bukit) yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet. Batasan tersebut menunjukkan di dalam DAS terdapat wilayah yang menampung dan tempat meresapnya air yaitu wilayah hulu dan wilayah di mana air telah hampir berakhir mengalir yaitu wilayah hilir . Hidrologi sungai meliputi tiga faktor utama yaitu terkait daerah rawan banjir, debit banjir dan hidrologi air tanah.
Air tanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat didalam ruang-ruang antar butir tanah atau batuan yang membentuknya dalam retakan-retakan batuan.   Sebaran airtanah sangat dipengaruhi oleh susunan batuan dan formasi batuan yang ada. Sebagian besar airtanah yang keluar pada lereng selatan dan barat Gunung Merapi dipengaruhi oleh akuifer yang terbentuk oleh formasi hasil proses vulkanis dan endapan dari Gunung Merapi. Kawasan tersebut merupakan kawasan dengan sumberdaya airtanah yang bagus, dengan cadangan yang melimpah. 
Air tanah pada kawasan ini disebut sebagai sistem akuifer Merapi, yang secara hidrogeologis membentuk satu sistem akuifer yang berlapis banyak dan mempunyai sifat-sifat hidrolika relatif sama dan berhubungan satu dengan yang lainnya.   Menurut  Sutikno dkk, 2004, di wilayah Gunung Merapi dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok akuifer, yaitu:
Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, tersusun oleh material endapan vulkanik Gunung Api Merapi Muda (tuff; lahar; breksi dan lava andesit hingga basaltis), dan terbagi menjadi 4 (empat) satuan hirogeologis, yaitu:
Ø  Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, permeabilitas sedang hingga tinggi,  piezometrik dan muka airtanah dangkal, debit air tanah > 10 liter/detik. terdapat di dataran  alluvial kaki lereng vulkan  (fluvio volcanic foot plain) di wilayah Kabupaten Sleman hingga Kota Yogyakarta dan di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. 
Ø  Akuifer produktif dengan penyebaran luas. Permeabilitas sedang,  piezometrik dan muka airtanah dangkal, debit air tanah 5-10 liter/detik. Terdapat di kaki lereng vulkan  (volcanic foot slope)  di wilayah Sleman, Klaten dan Boyolali hingga wilayah fluvio volcanic foot plain.
Ø  Akuifer produktivitas sedang dan penyebaran luas. Permeabilitas sedang hingga rendah. Muka airtanah beragam dari dangkal hingga > 10 meter, dan debit aliran air tanah < 5 liter/detik. Penyebaran meliputi Volcanic foot slope  di Magelang dan Sleman; satuan fluvio volcanic foot plain di Klaten hingga Surakarta.
Ø  Akuifer dengan produktivitas  sedang, dengan  penyebaran lokal. Permeabilitas rendah, akuifer relative tipis dan debit aliran airtanah < 5 liter/detik. Penyebaran bersifat setempat-setempat di pertemuan Sungai Opak dan Oya.
Akuifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir, tersusun oleh material endapan vulkanik Gunung Api Merapi Muda (tuff, lahar, breksi dan lava andesit hingga basaltis) yang terdiri atas 3 (tiga) satuan hidrogeologi,yaitu:
Ø  Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas. Permeabilitas dan kedalaman muka airtanah sangat dalam, debit aliran air tanah > 5 liter/detik. penyebaran pada satuan  fluvio volcanic foot plain bagian atas, yang melingkar mengikuti kontur topografi mulai dari  dari Magelang, Sleman, Klaten hingga sampai Boyolali.
Ø  Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas. Permeabilitas sangat beragam, muka airtanah umumnya dalam dan debit airtanah umumnya < 5  liter/detik. Penyebaran  akuifer ini terbatas pada satuan kaki lereng volkan melingkar mengikuti topografi mulai dari Magelang, Sleman, Klaten hingga sampai Boyolali.
Ø  Akuifer produktif dengan penyebaran lokal. Umumnya airtanah ini tidak dapat dimanfaatkan, terdapat pada lereng vulkan dengan pola melingkar di seputar kerucut Gunung Merapi.
Daerah bukan akuifer yang merupakan daerah langka airtanah, yang tersusun oleh material endapan vulkanik  Kwarter Tuan.  Penyebaran akuifer ini terbatas pada kubah dan kerucut volkan  (volcanic cone)  dan kerucut parasiter  (parasiter cone) seperti di Bukit Turgo, Plawangan dan Maron.
Jenis tanah
Jenis tanah yang terdapat di desa Keningar adalah Regosol yaitu jenis tanah yang masih dalam taraf awal perkembangan tanah, mempunyai ciri-ciri bertekstur kasar atau banyak mengandung pasir, profil seragam permeabelitas cepat bersifat porous pH agak masam dan kesuburan rendah. Hal ini menyebabkan banyak penduduk menggali tanahnya untuk mengambil batu dan pasir, atau menyewakannya kepada orang lain untuk ditambang.
Permasalahan daerah pegunungan merapi
Analisis Dampak Terjadinya Erosi
Berdasarkan klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi menurut  Ditjen Reboisasi Dan Rehabilitasi Departemen kehutanan No.041/Kpts/V/1998 maka nilai TBE yang diperoleh masuk dalam kategori moderat dan ringan.   Hal ini harus menjadi pertimbangan dan pemikiran karena besarnya erosi yang terjadi berakibat dampak yang diakibatkan dari tingginya erosi terhadap lingkungan setempat maupun lingkungan di daerah bawah. Perkiraan dampak lingkungan dengan adanya erosi  di lokasi penambangan pasir Desa Keningar Kawasan Gunung Merapi antara lain sebagai berikut:
Ø  Potensi Terjadinya Longsor
Daerah penambangan pasir Desa Keningar kawasan Gunung Merapi merupakan daerah dengan potensi bahaya gerakan tanah (longsor) Daerah dengan tingkat bahaya erosi yang sangat tinggi menandakan tidak adanya tindakan konservasi lahan yang menyebabkan lahan mudah longsor, Potensi terjadinya longsor jelas sangat berbahaya baik bagi penambang maupun masyarakat yang berada di sekitarnya. Banyak dari pemilik tanah di sekitar lokasi penambangan karena takut terkena longsor terpaksa menjual tanahnya. sebagaimana terlihat pada gambar
Ø  Berkurangnya Ketersediaan Air 
Daerah Desa Keningar merupakan daerah tangkapan air bagi daerah di bawahnya. Dengan adanya lokasi penambangan pasir yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan lahan dibuktikan dengan tingginya tingkat bahaya erosi yang terjadi menyebabkan besarnya air larian pada permukaan tanah  sehingga kemampuan lahan untuk menampung air berkurang.  Hal ini dikeluhkan oleh warga yang mengaku air yang ada di kolam dan mata air menyusut, padahal air sangat dibutuhkan warga yang memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari.
Ø  Perubahan Struktur Tanah
Tingginya erosi yang terjadi di lokasi penambangan pasir akan menyebabkan hanyutnya partikel-partikel tanah dan sangat berpengaruh terhadap struktur tanah.  Struktur tanah remah akan berubah menjadi struktur polyder atau terlepas. Struktur tanah seperti ini menyebabkan rendahnya produktivitas hasil pertanian karena lahan tidak mengandung koloit tanah.  Koloit  tanah berfungsi sebagai perekat  partikel-partikel tanah mendorong peningkatan stabilitas struktur tanah.
Ø  Penurunan Kapasitas Infiltrasi dan Penyerapan Air Tanah
Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air tanah melalui permukaan tanah secara vertikal (Suripin, 2002).  Sedangkan banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi.  Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewati permukaan tanah secara vertikal. Rusaknya struktur tanah oleh erosi di daerah lokasi penambangan pasir di Desa Keningar, akan menyebabkan mengecilnya pori-pori tanah, sehingga kapasitas infiltrasi menurun, dan aliran permukaan menjadi lancar.  Hal ini dapat menyebabkan banjir dan longsor.
Ø  Hilangnya Bahan Organik Tanah
Penambangan pasir di Desa Keningar yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan lahan, akan menyebabkan erosi yang di ikuti hilangnya bahan organik tanah dan pemadatan tanah.   Hal ini menyebabkan berkurangnya air permukaan atau air hujan yang masuk ke dalam tanah. Akibatnya hujan yang jatuh dengan mudah terakumulasi di permukaan.  Kehilangan unsur hara karena adanya erosi di lokasi penambangan pasir Desa Keningar, akan menurunkan produktivitas  lahan.  Hal ini membahayakan bagi lingkungan di Desa Keningar maupun desa sekitarnya.
Ø  kerusakan  fisik  lingkungan
dengan adanya kegiatan penambangan pasir di Desa Keningar adalah sebagai berikut: 
1.  Tingginya tingkat erosi di daerah penambangan pasir dan juga didaerah sekitarnya.
2.  Adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor karena penambangan yang tidak
memakai sistem berteras sehinggaa sudut lereng menjadi terjal dan mudah longsor
3.  Berkurangnya debit air permukaan/ mataair 
4.  Tingginya lalu lintas kendaraan di jalan desa membuat mudah rusaknya jalan.
5.  Terjadinya polusi udara.

BAB III
STRATEGI MANAGEMEN
Kebijikan pemerintah
Penekanan kebijakan pemerintah dalam penambangan pasir bagi masyarakat sekitar guna membatasi kuota dan tempat-tempat yang rawan akan terlaji kerusakan seperti erosi, longsor, banjir, pohon tumbang, dan lain sebagainya. Kebijakan pemerintah harus bersifat tegas supaya tidak ada yang menyalahi aturan.
Penyuluhan tentang kepedulian lingkungan
Penyuluhan diadakan dari dinas pertanian setempat tentang pentingnya kepedulian lingkungan dimana setiap rukun warga akan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan setelah mengetahui dampak dari kerusakan sumber daya.
Alternatif kebijakan yang diambil bisa berupa kebijakan fisik maupun kebijakan sosial ekonomi. Berikut adalah alternatif kebijakan yang dapat diambil:
1. Alternatif kebijakan fisik:
  1. Melaksanakan kegiatan budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi dan karakteristik, serta pengelolaan tanaman yang dapat mengendalikan erosi. Hal ini dilakukan dengan menanam jenis tanaman keras lokal yaitu kemlandingan gunung, cemara gunung dan kaliandra pada batas-batas kepemilikan lahan.
  2. Pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder melaksanakan kegiatan perbaikan kawasan secara berkesinambungan dan terintegrasi, dalam bentuk pemberian proyek-proyek rehabilitasi lahan baik secara vegetatif maupun sipil teknis. Jenis tanaman yang budidayakan merupakan tanaman yang cocok dan sesuai untuk dikembangkan di kawasan tersebut, bukan sekedar jenis yang ditentukan oleh juklak juknis suatu proyek.
2. Alternatif Kebijakan Sosial ekonomi dan budaya:
  1. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembelajaran mengenai pemahaman lingkungan hidup pada masyarakat di kawasan merapi melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
  2. Pemerintah dalam hal ini Dinas teknis terkait yaitu Dinas Pertanian dan Perkebunan memberikan alternatif komoditas/ jenis tanaman pengganti dari budidaya komoditas yang tidak ramah lingkungan dengan komoditas yang ramah lingkungan.
  3. Melakukan kegiatan rehabilitasi lahan tanpa menunggu program/ proyek dari pemerintah
  4. Penyusunan rencana pengelolaan kawasan merapi berdasarkan potensi sumberdaya yang tersedia oleh pemerintah daerah dengan mengikusertakan seluruh stakeholders
  5. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan aktif dan pengawasan pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing dalam upaya pengelolaan kawasan
  6. Penegakan hukum terhadap masyarakat/ anggota masyarakat yang melanggar peraturan yang ada.
Berdasarkan sasaran strategi prioritas, alternatif kebijakan yang dipilih adalah sebagai berikut:
  1. Melaksanakan kegiatan budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi yaitu dengan membuat sistem terasering yang searah kontur serta pengelolaan tanaman yang dapat mengendalikan erosi, yaitu dengan penanaman secara tumpangsari antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan.
  2. Pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder melaksanakan kegiatan perbaikan kawasan secara berkesinambungan dan terintegrasi, dalam bentuk pemberian proyek-proyek rehabilitasi lahan baik secara vegetatif maupun sipil teknis.
  3. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pembelajaran mengenai pemahaman lingkungan hidup pada masyarakat di kawasan merapi melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
  4. Pemerintah memberikan alternatif komoditas/ jenis tanaman pengganti dari budidaya komoditas yang tidak ramah lingkungan dengan komoditas yang ramah lingkungan.
  5. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui pelibatan aktif dan pengawasan pelaksanaan sampai kepada pengawasan dan evaluasi oleh semua stakeholders sesuai dengan peranan dan fungsi masing-masing.
  6. Memadukan sistem pertanian dan pelestarian sumberdaya alam, dengan memilih tanaman semusim dan tanaman tahunan yang saling menguntungkan.
  7. Melibatkan petani dan penyuluh dalam identifikasi masalah di lapangan, perencanaan, serta pemilihan dan penerapan teknik konservasi tanah dan air.
  8. Meningkatkan peran Departemen Pertanian dalam konservasi tanah dan rehabilitasi lahan, karena konservasi tanah memerlukan penanganan yang terintegrasi antarsektor. Departeman Pertanian memang belum diberi mandat secara formal dalam penanganan konservasi untuk mengembangkan sistem usaha tani konservasi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi menurut  Ditjen Reboisasi Dan Rehabilitasi Departemen kehutanan No.041/Kpts/V/1998 maka nilai TBE yang diperoleh masuk dalam kategori moderat dan ringan.   Hal ini harus menjadi pertimbangan dan pemikiran karena besarnya erosi yang terjadi berakibat dampak yang diakibatkan dari tingginya erosi terhadap lingkungan setempat maupun lingkungan di daerah bawah. Perkiraan dampak lingkungan dengan adanya erosi  di lokasi penambangan pasir Desa Keningar Kawasan Gunung Merapi antara lain sebagai berikut:
Ø  Potensi Terjadinya Longsor, Daerah penambangan pasir Desa Keningar kawasan Gunung Merapi merupakan daerah dengan potensi bahaya gerakan tanah (longsor) Daerah dengan tingkat bahaya erosi yang sangat tinggi menandakan tidak adanya tindakan konservasi lahan yang menyebabkan lahan mudah longsor, Potensi terjadinya longsor jelas sangat berbahaya baik bagi penambang maupun masyarakat yang berada di sekitarnya. Banyak dari pemilik tanah di sekitar lokasi penambangan karena takut terkena longsor terpaksa menjual tanahnya.
Ø  Berkurangnya Ketersediaan Air  , Daerah Desa Keningar merupakan daerah tangkapan air bagi daerah di bawahnya. Dengan adanya lokasi penambangan pasir yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan lahan dibuktikan dengan tingginya tingkat bahaya erosi yang terjadi menyebabkan besarnya air larian pada permukaan tanah  sehingga kemampuan lahan untuk menampung air berkurang.  Hal ini dikeluhkan oleh warga yang mengaku air yang ada di kolam dan mata air menyusut, padahal air sangat dibutuhkan warga yang memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari.
Ø  Perubahan Struktur Tanah, Tingginya erosi yang terjadi di lokasi penambangan pasir akan menyebabkan hanyutnya partikel-partikel tanah dan sangat berpengaruh terhadap struktur tanah.  Struktur tanah remah akan berubah menjadi struktur polyder atau terlepas. Struktur tanah seperti ini menyebabkan rendahnya produktivitas hasil pertanian karena lahan tidak mengandung koloit tanah.  Koloit  tanah berfungsi sebagai perekat  partikel-partikel tanah mendorong peningkatan stabilitas struktur tanah.
Ø  Penurunan Kapasitas Infiltrasi dan Penyerapan Air Tanah, Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air tanah melalui permukaan tanah secara vertikal (Suripin, 2002).  Sedangkan banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi.  Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewati permukaan tanah secara vertikal. Rusaknya struktur tanah oleh erosi di daerah lokasi penambangan pasir di Desa Keningar, akan menyebabkan mengecilnya pori-pori tanah, sehingga kapasitas infiltrasi menurun, dan aliran permukaan menjadi lancar.  Hal ini dapat menyebabkan banjir dan longsor.
Ø  Hilangnya Bahan Organik Tanah, Penambangan pasir di Desa Keningar yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan lahan, akan menyebabkan erosi yang di ikuti hilangnya bahan organik tanah dan pemadatan tanah.   Hal ini menyebabkan berkurangnya air permukaan atau air hujan yang masuk ke dalam tanah. Akibatnya hujan yang jatuh dengan mudah terakumulasi di permukaan.  Kehilangan unsur hara karena adanya erosi di lokasi penambangan pasir Desa Keningar, akan menurunkan produktivitas  lahan.  Hal ini membahayakan bagi lingkungan di Desa Keningar maupun desa sekitarnya.
Ø  kerusakan  fisik  lingkungan,dengan adanya kegiatan penambangan pasir di Desa Keningar adalah sebagai berikut: 
1.  Tingginya tingkat erosi di daerah penambangan pasir dan juga didaerah sekitarnya.
2.  Adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor karena penambangan yang tidak
memakai sistem berteras sehinggaa sudut lereng menjadi terjal dan mudah longsor
3.  Berkurangnya debit air permukaan/ mataair 
4.  Tingginya lalu lintas kendaraan di jalan desa membuat mudah rusaknya jalan.
5.  Terjadinya polusi udara.


Saran
Kebijikan pemerintah
Penekanan kebijakan pemerintah dalam penambangan pasir bagi masyarakat sekitar guna membatasi kuota dan tempat-tempat yang rawan akan terlaji kerusakan seperti erosi, longsor, banjir, pohon tumbang, dan lain sebagainya. Kebijakan pemerintah harus bersifat tegas supaya tidak ada yang menyalahi aturan.
Penyuluhan tentang kepedulian lingkungan
Penyuluhan diadakan dari dinas pertanian setempat tentang pentingnya kepedulian lingkungan dimana setiap rukun warga akan menjadi lebih peduli terhadap lingkungan setelah mengetahui dampak dari kerusakan sumber daya.

FAHMI

No comments:

Post a Comment

Instagram