LAPORAN PRAKTIKUM
Ilmu Hama Tanaman
“Hubungan Antara Populasi Dengan Perkembangan Hama”
Nama : M Guruh Arif Zulfahmi
Nim : 105040201111091
Praktikum : Rabu 13.00
Asisten : R. Ardian Iman
JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama adalah hewan atau organisme yang aktivitasnya dapat menurunkan dan merusak kualitas juga kuantitas produk pertanian. Menurut Winarno (2006), suatu bahan dianggap rusak bila menunjukan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter yang biasa digunakan manusia. Berdasarkan keawetannya bahan pangan dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu: tahan lama, mudah rusak dan semi perishable. Setelah dipanen, biasanya bahan pangan perlu disimpan, baik digudang atau di tempat penyimpanan lainnya. Selam penyimpanan, bahan pangan tersebut dapat mengalami kerusakan yaitu tergantung jenis produk yang disimpan dan cara penyimpanannya. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh salah satunya adalah hama gudang.
Menururt Karatasapoetra (1991), perlu dijelaskan bahwa hama-hama yang terdapat dalam gudang tidak hanya menyerang produk yang baru dipanen daja melainkan juga produk industri hasil pertanian tersebut. Produk tanaman yang disimpan dalam gudang yang terserang hama tidak hanya terbatas pada produk biji-bijian melulu melainkan pula produk betupa daun-daunan dan kayu-kayuan/kulit kayu. Ini menjelaskan bahwa hama gudang juga perlu diperhatikan dalam penanganannya.
Salah satu populasi makhluk hidup yang penting terutama terkait peranannya terhadap kehidupan manusia adalah populasi serangga. Serangga memiliki beragam peran bagi manusia, salah satunya dapat menjadi hama bagi budidaya pertanaman yang dibuat oleh manusia. Serangga-serangga yang berperan sebagai hama, perlu diperhatikan keberadaannya terutama berkaitan dengan populasi dan tingkat serangannya.
Oleh karena itu, pembuatan laporan praktikum ini berguna untuk mengetahui hubungan populasi hama dan perkembangannya sehingga dapat diketahui upaya pengendalian dengan tepat.
Tujuan
- Untuk mengetahui mengenai pengertian populasi dan model pertumbuhan populasi.
- Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi populasi hama.
- Untuk mengetahui mengenai klasifikasi, ekologi, morfologi, dan siklus hidup dari Callosobruchus chinensis.
- Untuk mengetahui hubungan antara populasi hama dan perkembangannya berdasarkan jumlah populasi awal yang berbeda dalam jumlah pakan yang sama.
Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hubungan antara populasi hama dan perkembangannya pada jumlah populasi awal yang berbeda dalam jumlah pakan yang sama, sehingga nantinya dapat diketahui upaya pengendalian yang tepat terkait dengan tingkat serangannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Populasi
Populasi adalah kumpulan makhluk hidup dari spesies yang sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama mendiami suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula (Odum, 1971). Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson, 1985). Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu satu spesies yang mampumenghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya (Alikodra, 1990). Populasi adalah himpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalam satu spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah tertentu (Tarumingkeng, 1994).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hama
Faktor yang menentukan tinggi rendahnya populasi suatu organisme terdiri dari faktor internal, eksternal, dan makanan. Faktor internal serangga meliputi siklus hidup, sex ratio, dan keperidian. Siklus hidup yaitu lamanya waktu perkembangan serangga mulai telur hingga serangga tersebut meletakkan telur untuk pertama kali. Semakin pendek siklus hidup maka perkembangan populasi serangga akan semakin cepat. Sex ratio adalah perbandingan serangga jantan dan betina yang mana semakin banyak betina yang dihasilkan akan semakin cepat populasi serangga tersebut berkernbang.
Keperidian yaitu jumlah telur yang diproduksi oleh seekor betina, tentunya semakin tinggi tingkat keperidian seekor serangga akan semakin cepat populasi serangga tersebut berkembang.
Faktor ekstemal terdiri dari lingkungan abiotik dan biotik. Lingkungan abiotik meliputi curah hujan, suhu/temperatur, kelembaban, dan lain-lain yang akan membatasi atau mendorong populasi serangga untuk berkembang. Curah hujan yang tinggi dapat rnempengaruhi perkembangan populasi serangga secara langsung yaitu dengan pengaruh fisiknya akibat turunnya hujan terutama untuk serangga-serangga berukuran kecil dan mempengaruhi secara tidak langsung yaitu dengan mernbuat kondisi yang baik bagi perkernbangan penyakit yang dapat menjadikan serangga sakit hingga mengalarni kematian, dll. Sementara faktor lingkungan biotik meliputi predator, parasitoid, patogen, kompetitor, dan lain-lain. Kehadiran predator dan parasitoid dalarn suatu pertanaman akan rnenekan perkembangan populasi serangga hama tersebut. Faktor makanan merupakan faktor lainnya yang sangat menentukan perkembangan populasi serangga harna. Faktor kualitas dan kuantitas makanan akan memberikan pengaruh pada tinggi rendahnya perkernbangan populasi(Dadang, 2006).
Model Pertumbuhan Popolasi
Model pertumbuhan populasi menurut Tarumingkeng (1994) terdapat dua, yaitu model eksponensial dan model logistik: Model pertumbuhan populasi eksponensial dapat disebut sebagai penggandaan pertumbuhan populasi. Model pertumbuhan ini terjadi pada populasi yang tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan. Nilai er dari suatu populasi merupakan perbandingan antara populasi daridua waktu.pada keadaan lingkungan yang tidak terbatas, maka model pertumbuhan populasi sebagai berikut: Model pertumbuhan populasi logistik yaitu model pertumbuhan populasi yang terpait kerapatan. Pendekatan yang dilakukan untuk merumuskan model populasi yang lebih realistik yaitu dengan memasukkan salah satu faktor penting yaitu kerapatan populasi sehingga terbentuk model yang terpaut dengan kerapatan (density dependent model).
Callosobruchus cinensis
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Bruchidae
Genus : Callosobruchus
Species : Callosobruchus chinensis L.(Kalshoven, 1981).
Ekologi
- Telur
Telur diletakkan pada permukaan biji, biasanya pada satu biji hanya diletakkan satu telur. Telur berwarna keputih-putihan. Jumlah telur yang diletakkan seekor kumbang betina berkisar antara 50-150 butir.Telur berbentuk jorong dengan panjang rata-rata 0,57 mm, berbentuk cembung pada bagian dorsal serta rata pada bagian yang melekat dengan biji.Telur menetas antara 4-8 hari (Sinaga, 2010).
- Larva
Larva yang baru menetas akan terus menggerek dengan cara memakan kulit telur yang menempel pada biji dan kulit biji dan masuk ke dalam kotiledon. Larva hidup dengan cara memakan dan menggerek kulit biji. Larva berkembang sepenuhnya di dalam satu butir biji, membentuk satu lubang keluar persis di bawah kulit biji, berupa semacam jendela bulat yang terlihat dari luar, tetap tinggal di dalam biji sampai menjadi imago. Stadia larva berlangsung selama 10-13 hari (Sinaga, 2010).
- Pupa
Larva instar keempat telah memakan isi biji dekat di bawah kulit biji, maka akhirnya larva menjadi pupa dan tetap berada pada tempat tersebut sampai menjadi dewasa. Pupa berwarna putih kekuningan. Stadia pupa berkisar antara 4-6 hari (Sinaga, 2010).
- Imago
Callosobruchus chinensis yang baru dewasa, beberapa hari tetap berada dalam biji kacang hijau, 2-3 hari keluar dari biji dengan cara mendorong kulit biji yang digores dengan mandibelnya sehingga terlepas dan terbentuklah lubang. Imago berukuran 5 mm panjangnya dan berbentuk bulat telur, cembung pada bagian dorsal. Panjang tubuh kumbang jantan antara 2,40 -3 mm, sedangkan betina 2,76-3,48 mm. Antena kumbang jantan bertipe sisir (pectinate) dan betina bertipe gergaji (serrate). Stadia imago antara 25-34 hari (Sinaga, 2010).
Morfologi
Ukuran tubuh Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis) memiliki ukuran tubuh yang relative kecil dibandingkan dengan hama gudang lainnya. Callosobruchus chinensis L. berbentuk bulat telur sampai cembung. Warna tubuh Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis) berwarna coklat kehitam-hitaman, sayapnya berwarna kekuning-kuningan. Callosobruchus chinensis L.warna coklat terdapat pada thoraknya. Kepala Callosobruchus chinensis L. relatif kecil dan bagian belakang (posteror) abdomen lebih lebar. Satu ruas abdomen terakahir nampak terlihat seluruhnya atau sebagian.Imago dari hama ini berbentuk bulat telur. Bagian kepala (Caput) agak meruncing, pada elytra terdapat gambaran agak gelap. Pronotum halus, elytra berwarna cokelat agak kekuningan. Kaki belakangnya bergigi dua buah dan bentuk mata seperti tapal kuda.
Pada kumbang jantan mempunyai ukuran tubuh 2,4 mm - 3 mm sedangkan kumbang betina mempunyai ukuran tubuh 2,76 mm – 3,49 mm. Imago betina dapat menghasilkan telur sampai 700 butir. Telur berbentuk lonjong agak transparan atau kekuning-kuningan atau berwarna kelabu keputih-putihan. Panjang telur 0,57 mm, berbentuk cembung pada bagian dorsal, dan rata pada bagian yang melekat pada biji.Larva Callosobruchus chinensis L. tidak bertungkai, berwarna putih dan pada kepala agak kecoklatan (Talekar, 1981).
Siklus hidup 25-35 hari, keperidian 150 butir telur, dalam hidup imago betina 1-2 minggu (imago tidak makan) Kondisi optimum: temperatur 320 C dan RH 90%. Telur diletakkan di permukaan biji, satu telur per biji, larva dan pupa hidup di dalam biji. Imago Callosobruchus chinensis L.betina dapat bertelur hingga 150 butir, telur diletakkan pada permukaan produk kekacangan dalam simpanan dan akan menetas setelah 3-5 hari. Larva biasanya tidak keluar dari telur, tetapi hanya merobek bagian kulit telur yang melekat pada material. Larva akan menggerek di sekitar tempat telur diletakkan. Larva selanjutnya berkembang dalam biji.Sebelum manjadi pupa larva membuat lubang pada biji untuk keluarnya imago. Stadium larva sekitar dua minggu Lama stadia pupa adalah 4-6 hari. Kemudian pupa berubah menjadi Imago. Imago Callosobruchus chinensis L.mempunyai daur hidup yang pendek, pada kondisi optimum hanya bertahan paling lama 12 hari (Talekar, 1981).
BAB III
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat
- Fial film : sebagaitempatuntukmembiakkanC. chinensis.
- Kainkasa : untukmenutup fial film yang sudahdiisiC. chinensis
- Karetgelang : untukmengikatkankainkasapadafial film.
- Label : untukmenandaitiapperlakuan..
- Petridish : tempat mengidentifikasi C. chinenss jantan dan betina.
- Lup : untukmelihatperbedaanC. chinensisjantan dan betina
Bahan
- Callosobruchuschinennsis : spesimen yang diamatiperkembanganpopulasinya.
- KacangHijau : BahanpakanuntukC. chinensis.
Cara Kerja
- Menyediakan 4 buah fial film
- Mengisi fial film dengan kacanghijau (1/2 bagianfial film)
- MemasukkanCallosobruchuschinensis
1 jantan, 1 betina
1 jantan, 2 betina
1 jantan, 3 betina
2 jantan, 3 betian
4. Tutup dengan kainkasa
Beri label sesuai jumlah Callosobruchus chinensis jantan dan betina (1 jantan 1 betina; 1 jantan 2 betina; 1 jantan 3 betina; dan2 jantan 3 betina). Amati tiap 2 harisekaliselama 1 minggu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel pengamatan Callosobruchus chinensisdengan komposis 1 jantan, 1 betina
Pengamtan ke- 1
∑ telur ∑ larva ∑ pupa ∑ imago baru
- 2 - 9
Tabel pengamatanCallosobruchus chinensis dengan komposis 1 jantan, 2 betina
Pengamtan ke-1
∑ telur ∑ larva ∑ pupa ∑ imago baru
- - - 2
Tabel pengamatanCallosobruchus chinensis dengan komposis 1 jantan, 3 betina
Pengamtan ke- 1
∑ telur ∑ larva ∑ pupa ∑ imago baru
- - - 4
Tabel pengamatanCallosobruchus chinensis dengan komposis 2 jantan, 3 betina
Pengamtan ke-
∑ telur ∑ larva ∑ pupa ∑ imago baru
- - - 5
Pembahasan
Kumbang Callosobruchus sp. mempunyai moncong yang pendek dan femur tungkai belakang yang membesar. Bentuk tubuh kumbang dewasa kebanyakan bulat atau lonjong. bentuk tubuhnya bulat telur dengan bagian kepalanya yang agak runcing. Pada sayap depannya terdapat gambaran gelap yang menyerupai huruf U dan pronotumnya halus. Warna sayap depannya coklat kekuning-kuningan (Wikipedia, 2008). Gejala serangan pertama pada kacang hijau tampak bintik-bintik putih, setelah itu kacang hijau menjadi berlubang-lubang akibat gerekan larva dan imago dan dari lubang itu keluar tepung (Slamet, 1983). Hal tersebut sama dengan pengamatan kami yang kami lakukan yakni adanya bintik – bintik putih. Hal tersebut kemungkinan terdapat telur ataupun larva pada kacang merah tersebut. selain itu terdapat lubang pada biji yang kemungkinan di dalam lubang tersebut terdapat pupa atau bahkan imago muda baru yang baru keluar dari kacang merah tersebut.
Jumlah imago baru yang ada, komposisi C. Chinensis tertinggi terletak pada komposisi satu jantan dan satu betina dengan jumlah imago baru pada pengamatan terakhir berjumlah 9 ekor. Semakin rendah populasi hama yang ada pada suatu tempat maka perkembangan populasi hama tersebut juga akan semakin tinggi, karena kompetisi dalam hal ruang dan makanan juga semakin rendah sehingga serangga dapat tumbuh dengan baik. Seks ratio juga berpengaruh terhadap populasi serangga, Talekar (1988) melaporkan bahwa sex ratio antara jantan dan betina C. Chinensisadalah 1:1.Sedangkan untuk populasi terendah yaitu pada satu betina dan dua jantan dua betina yakni sebanyak 2 ekor. Hal ini dimungkinkan karena imago keluar dari fial film atau mati. pada perlakuan komposisi satu jantan dan satu betina perkembangannya lebih cepat dibandingkan dengan komposisi 2 jantan 3 jantan. Hal tersebut karena faktor biotik yang mana sex ratio ini mempengaruhi Serangga hama pada umumnya berkembang biak melalui perkawinan walaupun ada beberapaspesies tertentu yang menghasilkan keturunannya tanpa melalui pembuahan telurnya disebut parthenogenesis.Perbandingan serangga jantan dan serangga betina atau lebih dikenal dengan sex ratio sangat penting dalammenentukan cepatnya pertumbuhan populasi hama. Dalam hal kopulasi hama C. Chinensis ini lebih bias betina karena banyak telur yang dibuahi oleh jantan sehingga keturunannya lebih banyak betina dari pada jantan.
Selain itu serangga hama yang mempunyai keperidian cukup tinggi biasanya diketahui dengan faktor luar sebagai penghambat perkembangannya, yang tinggi pula. Baik berupa makanannya, musuh alami, faktor fisik: ataupun faktorkompetisi antara serangga hama itu sendiri dalam memperoleh ruang tempat hidup, kompetisimemperoleh makanan dan lain sebagainya.Pada serangga hama tertentu meletakkan telur satu per satu dan dalam jumlah yang tidak begitu banyak,serangga hama ini akan meletakkan telur secara berkelompok dan begitu menetas akan terjadi kompetisidiantara serangga sendiri.Kompetisi akan terjadi pada individu-individu dalam suatu habitat untuk mendapatkan sumber kebidupan.Kompetisi antar individu dalam terjadi dalam bentuk (Slamet, 1983) :
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institit Pertanian Bogor, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogo.
Anderson, J.R. Muirs. 1985. Textbook of Pathology, edisi 12. Baltimora.
Dr. Ir. Dadang, MSc. 2006 . Konsep Hama Dan Dinamika Populasi. Workshop Hama dan Penyakit Tanaman Jarak (Jatropha curcas linn.): Potensi Kerusakan dan TeknikPengendaliannya BogarDepartemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPS JI. Kamper, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680.
Kalshoven, L. G. E., and Rothschild, G. H. L. 1981.Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P. A. Van Der Laan. PT. IchtiarBaru- Van Hoeve, Jakarta.
Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W. H. Freeman and Co. San Francisco.
Sinaga, N. M. R. 2010. PengendalianCallosobruchus chinensis(Coleoptera :Bruchidae) DenganMenggunakanSerbuk Dan EkstrakBijiSirsak, Saga Dan BengkuangPadaBenihKacangHijau. Departemen Hama Dan PenyakitTumbuhanFakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara.Medan.
Slamet, M. 1983. Beberapa Aspek Biologi Callosobruchus chinensis L. (Coleoptera; Bruchidae) pada Lima Varietas Kacang Hijau dan Pengaruh Kerusakan yang ditimbulkan Kumbang tersebut pada Mutu Benih. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana , Institut Pertanian Bogor.
Talekar, 1988. Biologi, Damage and Control of Bruchid Pest of Mungbean. Proceeding of the Second International Symposium, Mungbean. Bangkok, 16-20 November 1988.
Talekar, N.S. and Yuuo Hwa Lin. 1981. Two Sources with Differing Modes of Resistance to Callosobruchus chinensis (L). In Mungbean. Journ. Economic Entomology 7 (1) : p. 639-642
Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi : Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 284 hlm.
Luar biasa
ReplyDelete