Pengendalian
Degradasi Kesuburan Tanah
Penulis: Muhammad Guruh Arif Zulfahmi
NIM: 105040201111091
Kelas: H
Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang
Definisi Tanah
Darmawijaya (1990) mendefinisikan tanah sebagai
akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi,
yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh
iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief
tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Sedangkan Jooffe dan Marbut (1949), dua orang
ahli Ilmu Tanah dari Amerika Serikat menjelaskan definisi tanah sebagai
berikut,
Tanah adalah tubuh alam
yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap
bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi
membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan
berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam
hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya.
Tinjauan Umum Kesuburan Tanah
Sebagai
sumberdaya alam untuk budidaya tanaman, tanah mempunyai dua fungsi, yaitu : (1)
sebagai sumber penyedia unsur hara dan air, dan (2) tempat akar berjangkar.
Salah satu atau kedua fungsi ini dapat menurun, bahkan hilang.Hilangnya fungsi
inilah yang menyebabkan produkvitas tanah menurun menjadi Tanah Marjinal.
Dengan demikian, Tanah Marjinal untuk budidaya tanaman merupakan tanah yang
mempunyai sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi yang tidak optimal untuk
kebutuhan pertumbuhan tanaman. Kalau tanah ini diusahakan untuk budidaya
tanaman memerlukan masukan teknologi, sehingga menambah biaya produksi. Selain
itu, tanah ini juga tidak mempunyai fungsi ekologis yang baik terhadap
lingkungan.
Tanah
produktif harus mempuyai kesuburan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif. Tanah subur akan
produktif jika dikelaola dengan tepat,..., dan dalam perimbangan yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman tertentu dengan didukung oleh faktor pertumbuhan
lainnya (Yuwono dan Rosmarkam, 2008).
Pengukuran
kualitas tanah merupakan dasar untuk penilaian keberlanjutan pengelolaan tanah
yang dapat diandalkan untuk masa-masa yang akan datang, karena dapat dipakai
sebagai alat untuk menilai pengaruh pengelolaan lahan. Pada umumnya proses
degradasi tanah dalam sistem pertanian dapat disebabkan oleh erosi, pemadatan,
penurunan ketersediaan hara atau penurunan kesuburan, kehilangan bahan organik
tanah dan lain-lain.
Permasalahan Degradasi Pada Tanah
Defenisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah,
namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah
apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut
FAO adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah
secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Defenisi
tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan
dengan pertanian (Firmansyah, 2003).
Firmansyah (2003)
merumuskan,“Bentuk degradasi tanah yang
terpenting di kawasan Asia antara lain adalah erosi tanah, degradasi sifat
kimia berupa penurunan kadar bahan organik tanah dan pencucian unsur hara.” Perubahan penggunaan lahan dan pola pengelolaan tanah menyebabkan
perubahan kandungan bahan organik tanah. Makin intensif penggunaan suatu lahan,
makin rendah kandungan bahan organik tanah. Oleh karena itu tanah yang
terdegradasi perlu dilakukan upaya rehabilitasi. Dari rehabilitasi ini di
harapkan dapat memperbaiki (memulihkan), meningkatkan dan mempertahankan
kondisi tanah yang rusak agar berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur
produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan lingkungan
(Latifah, 2005).
Faktor-Faktor
terjadinya Degradasi Tanah
Degradasi tanah pada umumnya
disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alami dan akibat faktor campur tangan
manusia. Degradasi tanah dan lingkungan, baik oleh ulah manusia maupun karena
ganguan alam, semakin lama semakin meningkat. Lahan subur untuk pertanian
banyak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Sebagai akibatnya
kegiatan-kegiatan budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis yang
memerlukan infut tinggi dan mahal untuk menghasilkan produk pangan yang
berkualitas (Mahfuz, 2003).
Lima faktor penyebab
degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara langsung, yaitu :
deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, ekploitasi berlebihan, serta
aktivitas industri dan bioindustri. Sedangkan faktor penyebab tanah
terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain : deforestasi, mekanisme
dalam usaha tani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman
secara monokultur (Lal, 2000). Faktor-faktor tersebut di Indonesia pada umumnya
terjadi secara simultan, sebab deforestasi umumnya adalah langkah permulaan
degradasi lahan, dan umumnya tergantung dari aktivitas berikutnya apakah
ditolerenkan, digunakan ladang atau perkebunan maka akan terjadi pembakaran
akibat campur tangan manusia yang tidak terkendali (Firmansyah, 2003).
Pengaruh
Degradasi Tanah terhadap Produktivitas
Dalam rangka rehabilitasi
lahan-lahan kritis yang luasnya semakin besar di Indonesia serta meningkatnya
produktivitas untuk keperluan pertanian, perkebunan, kehutanan dan pelestarian
alam, maka perlu dilakuakan upaya-upaya yang dapat yang dapat memodifikasi
lingkungan tersebut (Subiksa, 2002). Degradasi tanah berpengaruh terhadap
penurunan produktivitas tanah. Kehilanagn produktivitas dicirikan dengan
terjadinya erosi akibat tanah terdegradasi diperkirakan 272 juta Mg pangan
dunia hilang berdasarkan tingkat produksi tahun 1996 (Lal, 2000).
Tanah yang mengalami kerusakan
baik kerusakan karena sifat fisik, kimia dan maupun biologi memiliki pengaruh
terhadap penurunan produksi padi mencapai sekitar 22% pada lahan semi kitis, 32
% pada lahan kritis, dan diperkirakan sekitar 38% pada lahan sangat kritis.
Sedangkan untuk kacang tanah mengalami penurunan sekitar 9%, 46%, 58%
masing-masing pada tanah semi kritis, kritis dan tanah yang sangat kritis.
Sifat tanah yang berkorelasi nyata terhadap produksi padi adalah kedalaman
solum, kandungan bahan organik (Sudirman dan Vadari, 2000).
Rehabilitasi terhadap Degradasi Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah
Upaya perbaikan terhadap sifat tanah adalah dalam pemantapan agregat tanah
yang memiliki tekstur lepas dengan menggunakan polimer organik. Polyacrilamide
(PAM) berberat molekul tinggi dan bermuatan negatif sedang mampu memantapkan
permukaan tanah, menurunkan run-of dan erosi. Rehabilitasi tanah terdegradasi
dapat ditinjau dari sifat tanah yang mengalami penurunan dan diupayakan
dilakukan perbaikan dengan menggunakan amelioran. Bentuk degradasi tanah yang terpenting
di kawasan Asia antara lain adalah erosi tanah, degradasi sifat kimia berupa
penurunan bahan organik tanah dan pencucian unsur hara (Firmansyah, 2003).
Perbaikan terhadap lahan yang terdegradasi meliputi penanaman dengan
vegetasi asal, penanaman tanaman penutup tanah yang cepat tumbuh, serta dengan
penggunaan pupuk organik dan anorganik. Rehabilitasi pada tanah terdegradasi
yang dicirikan dengan penurunan sifat kimia dan biologi tanah umumnya tidak
terlepas dari penurunan kandungan bahan organik tanah, sehingga amelioran yang
umum digunakan berupa bahan organik sebagai agen resiliensi... Peranan asam fulvik dalam mengkhelat Al jauh lebih tinggi dibandingkan asam
humik sekitar tiga kalinya (Widjaja, 2002).
Teknik Pengelolaan Tanah
Apabila
dihadapkan pada kondisi tanah masam, ketersediaan hara rendah, bahan organik
tanah rendah, dan tanah memiliki slope tertentu serta berada pada daerah dengan
intensitas hujan tinggi, maka secara teknik pengolahan tanah yang dilakukan
harus berprinsip peningkatan kesuburan tanah dan adanya pelaksanaan konservasi
tanah dan air.
Pada prinsipnya untuk meningkatkan atau mempertahankan kemampuan tanah dapat dilakukan teknik pengelolaan tanah secara mekanik dan vegetatif. Secara mekanik pembuatan teras misalnya teras gulud, teras bangku atau teras individu dan pembuatan saluran drainase. Sedangkan secara vegetatif adalah penerapan pola tanam yang menutup permukaan tanah sepanjang tahun baik dengan hijauan maupun vegetasi misalnya dengan pergiliran tanaman , tumpang sari atau penanaman budidaya lorong.
Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud menurut Sinukaban (1994).
1. Teras
gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%.
2. Pada
tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut arah kontur.
Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring terhadap kontur,
tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang
tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar ladang
dengan kecepatan rendah.
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga... Teras bangku dapat dibuat datar, miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem wanatani (Madjid, 2006)
Teras individu adalah teras yang
dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini
biasa dibangun di areal perkebunan atau pertanaman buah-buahan.
Pengelolaan tanah secara vegetatif
dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
(1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan
memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk
mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga
memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi (Rahim, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S. 2003. Degradasi tanah pertanian Indonesia. (http://www.sinar tani-online.co.id.) Diakses tanggal 27April2013
Handayani, I. P. 1999.
Kuantitas dan variasi nitrogen tersedia pada tanah setelah penebangan hutan.
J. Tanah Trop. 8:215-226
Hidayati, N. 2000. Degradasi
lahan pasca penambangan emas dan upaya reklamasinya: kasus penambangan emas
Jampang-Sukabumi. Prosidng kongres Nasional VII HITI: pemanfaatn sumberdaya
tanah sesuia dengan potensinya menuju keseimbanagan lingkungan hidup
dalamrangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bandung 2-4 Nopember 1999.
Himpunan tanah Indonesia. Hal: 283-294
Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan
Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah,
(3) Teknologi Pupuk Hayati, dan (4) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut.
Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana Unsri. (online), (http://dasar2ilmutanah.blogspot.com),
diakses 27 April 2013
Widjaja, H. 2002. Peningkatan karbon pada lahan terdegradasi, (online), (http://rudyct.tripod.com/sem2 012/hermanu w.htm.), diakses pada tanggal 27 April 2013
No comments:
Post a Comment