“STRATEGI
PEMBERDAYAAN FINANSIAL”
Dalam
melakukan upaya pemberdayaan finansial perlu adanya strategi untuk mencapainya
antara lain adalah mengeni:
1.
Pengetahuan dan
pengertian tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana melaksanakannya dalam
bidang finansial.
2.
Pengetahuan dan
pengertian tentang sikap dan kemungkinan tanggapan terhadap upaya pemberdayaan
finansial. Termasuk kecenderungan atau kemauan untuk melaksanakan rancangan
yang dikehendaki.
3.
Kemampuan
sasaran atau khalayak untuk melaksanakan cita-cita yang dikembangkan tersebut
setelah dapat diterimanya.
Mengenai strategi
pemberdayaan financial terdapat dua pendekatan strategi pemberdayaan financial
melalui UMKM yaitu Konsep Strategi Pemberdayaan UMKM dan Strategi Penguatan UKM melalui Pendekatan Klaster
Bisnis , berikut adalah pemaparan dari kedua pendekatan ini:
·
Konsep Strategi Pemberdayaan Umkm
1
|
(1)
Identifikasi
Potensi
Identifikasi Potensi dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik sumber daya manusia (SDM) UMKM dan lingkungan
internalnya baik lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya alam (SDA) khususnya
yang terkait dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal usaha. Dengan langkah
ini diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan kemampuan
dan potensi wilayahnya masing-masing.
(2)
Analisis
Kebutuhan,
Dari hasil identifikasi ditindaklanjuti
dengan analisis kebutuhan. Pada
tahapan ini analisis dilakukan oleh perwakilan UMKM yang dapat difasilitasi
oleh Perguruan Tinggi / LSM / BDS (Bussines Development Services) maupun
instansi terkait untuk memberikan fasilitasi dan pandangannya tentang berbagai
kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar. Dengan pola analisis kebutuhan
semacam ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya manifestasi kebutuhan UMKM
selaku individu pengusaha maupun sebagai anggota kelompok. Dengan demikian
antara individu pengrajin maupun kelompok dapat diharapkan saling beriringan
dan saling mendukung dalam mencapai tujuan kemajuan bersama.
(3)
Rencana Kerja Bersama,
2
|
Setelah kebutuhan dapat ditentukan,
langkah berikutnya adalah merumuskan/membuat
program kerja bersama untuk mencapai kondisi yang diinginkan berdasarkan
skala prioritas yang ditetapkan bersama. Dalam tahap ini pihak luar baik BDS
maupun instansi terkait berperan sebagai fasilitator.
(4)
Pelaksanaan,
Setelah rencana program kerja telah
disepakati maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan program kerja. Dalam
tahap ini fungsi instansi pemerintah terkait selaku fasilitator pemenuhan
kebutuhan UMKM, sedangkan PT / LSM dapat bertindak selaku BDS dengan memberikan
jasa konsultansi. Sebagai konsultan idealnya BDS harus mendapatkan jasa dari
layanan yang diberikan kepada UMKM, karena tidak mudah untuk menarik biaya
konsultasi dari UMKM maupun kelompoknya, maka yang terpenting adalah adanya
keiikutsertaan pengusaha UMKM dalam bentuk kontribusi membantu pelaksanaan program
kerja khususnya pelatihan-pelatihan peningkatan ketrampilan proses produksi
maupun manajemen usaha UMKM.
3
|
Selain bank memberikan kredit sebagai
tugas utamanya, bank dapat membantu UMKM dengan memberikan pendampingan (Technical
Assistant / TA) baik dilakukan oleh bank sendiri atau bekerjasama dengan
PT/LSM/BDS pendamping.
(5)
Monitoring dan Evaluasi.
Dari hasil pelaksanaan program kerja dilakukan
monitoring dan evaluasi, tidak saja untuk mengetahui apakah yang dikerjakan
sudah sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan, namun juga untuk
membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan sesuai dengan perubahan kondisi
lingkungan UMKM.
·
Strategi Penguatan UKM melalui Pendekatan Klaster
Bisnis
Praktek Terbaik Dukungan Non-Finansial
Praktek terbaik dukungan non-finansial memperhatikan
tiga hal:
4
|
Secara singkat,
BDS kerap diartikan sebagai jasa non-finansial yang bertujuan meningkatkan kinerja
suatu perusahaan individual. Secara khusus, Committee of Donor Agencies for
Small Enterprise Development mendefinisikan BDS sebagai jasa non-finansial
yang meningkatkan kinerja perusahaan, aksesnya ke pasar, dan kemampuannya untuk
bersaing, yang mencakup beraneka ragam jasa usaha yang dirancang untuk melayani
kebutuhan perusahaan secara individual, bukan untuk melayani komunitas bisnis
secara luas.
Dari definisi-definisi di atas,
setidaknya, secara generik BDS, diartikan sebagai jasa nonfinansial yang
bertujuan meningkatkan kinerja, akses ke pasar dan kemampuan bersaing suatu
perusahaan individual, yang tersedia untuk jangka waktu singkat atau sementara.
Lingkup aneka jasa yang dimaksud antara lain: pelatihan manajemen dan teknik
(jangka pendek); konsultasi masalah manajerial dan teknis; perbaikan dan
pemeliharaan; desain produk; sertifikasi produk dan proses; konsultasi jasa
teknologi informasi dan komputer; jasa informasi; jasa kurir; jasa riset pasar,
pialang perdagangan, jasa iklan dan hubungan masyarakat; jaringan pialang; jasa
akuntansi, sekretarial, perpajakan, dan hukum; konsultasi finansial dan
kepialangan; serta konsultasi dan pelatihan pembukaan usaha baru.
5
|
6
|
Dalam rangka pengembangan BDS itu
sendiri, diperlukan intervensi secara langsung, terutama dari pemerintah dan
donor, sebagai upaya menghadapi kendala institusional-fundamental dan guna
mengembangkan pasar secara efektif. Hal ini terkait dengan hambatan khas UKM
dan respon intervensinya secara tepat. Dalam konteks pengembangan praktek terbaik,
perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu: (1) tujuan intervensi haruslah pengembangan
pasar; (2) intervensi pemerintah harus menjelaskan bagaimana kesinambungan akan
tercapai. Artinya, misalnya, hal seperti kontrol, biaya pembayaran jasa, dan
pengukuran kinerja dan evaluasi harus dipertimbangkan sejak awal dan bukan sesudahnya;
(3) diperlukan pelaku dan mekanisme berbeda untuk mendukung pengembangan pasar.
Dalam hal ini terdapat dua pelaku dalam mendukung jasa bisnis: penyedia BDS dan
fasilitator BDS.
Penyaluran dukungan pemerintah atau
donor ke fasilitator BDS, bukan ke lembaga penyedia BDS (apalagi langsung ke
perusahaan UKM), merupakan elemen kunci dalam pendekatan baru untuk
mengembangkan pasar BDS yang berfungsi dengan baik.
Strategi
pengembangan BDS dalam konteks pengembangan UKM, sebagaimana diuraikan di atas,
sesungguhnya merupakan embrio atas konsep klaster bisnis. Konsep klaster
bisnis, yang dimaksud dalam hal ini, setidaknya merupakan pendekatan baru, yang
membedakan dengan kebijakan-kebijakan lama (konvensional). Dengan demikian, sesungguhnya,
klaster bisnis bisa berkembang, dengan tidak harus melibatkan intervensi langsung
pemerintah dan lembaga donor dalam konteks pengembangan UKM yang memang sudah
seharusnya berorientasi bisnis.
2. Teknologi untuk Pengembangan UKM
8
|
Penguasaan teknologi, terkait dengan
segala aspek yang menyertai pengembangan UKM, dari mulai pengadaan bahan baku,
pengolahan dan peningkatan mutu produk, distribusi, dan kelayakan atas kondisi
pasar yang ada. Dengan demikian, diharapkan UKM akan semakin efektif dan
efisien, memenuhi kebutuhan skala lokal, bahkan jika memungkinkan juga
kebutuhan dalam skala internasional.
Tidak banyak UKM yang telah memiliki
kapasitas jaringan dan monitoring yang memungkinkan mereka untuk mampu
mengakses informasi secara baik. Padahal, biasanya UKM bisa menentang kehadiran
resiko lebih parah, bila mereka mampu melakukan inovasi-inovasi yang didasarkan
pada teknologi baru. Walaupun memiliki keterbatasan, format baru yang
dikembangkan dengan memakai teknologi yang tepat, merupakan awal yang baik bagi
tumbuhnya pendapatan yang akan diperoleh perusahaan, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Gambaran umum atas format baru yang dimaksud, terkait
dengan kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru, dengan melibatkan
teknologi dan proses-proses yang terkait dengannya, atau dengan memproduksi dan
memasarkan produk-produk baru tersebut.
9
|
Peran pemerintah dalam hal ini amatlah
signifikan. Pemerintah sebagai fasilitator, memungkinkan untuk menciptakan
situasi kondusif bagi pengembangan dan penguasaan teknologi, serta merangsang
berbagai inovasi atas penguasaan teknologi tersebut, serta, yang utama ialah
menumbuhkan semangat belajar untuk menguasai teknologi baru yang berkembang
demikian cepat. Dibutuhkan interaksi antara penentu kebijakan dengan aktor UKM
dalam mengembangkan proses pengembangan UKM berbasis teknologi –yang terkait
erat dengan investasi dan pemasaran.
10
|
3. Fasilitasi Akses Teknologi Informasi
dan Telekomunikasi
Teknologi informasi dan telekomunikasi
telah merambah ke semua sektor ekonomi, termasuk di dalamnya komoditi primer,
manufaktur, dan jasa. Pentingnya penguasaan teknologi informasi dan
telekomunikasi makin dirasakan manfaatnya, terutama dalam mengantisipasi
perkembangan dan kompetisi usaha yang makin dinamis. Teknologi informasi dan
telekomunikasi memberi kesempatan pada perusahaan untuk memperoleh informasi
signifikan bagi upaya mengembangkan usahanya, dan sebagai akibatnya bisa dicapai
optimalisasi efektifitas dan efisiensi usaha. Diakui perkembangan teknologi
informasi dan telekomunikasi, memicu upaya-upaya efektifitas dan efisiensi
usaha, dan dengan demikian manfaatnya bagi perusahaan, tak saja mereka tetap
eksis dan bertahan, melainkan diharapkan mampu melakukan inovasi dan
langkah-langkah maju.
Yang kini tengah menjadi fenomena adalah kehadiran
internet, yang dirasakan sebagai sarana yang revolusioner dalam memecahkan jarak
dan waktu, dengan sedemikian efisien dan murah. Walaupun fenomena internet
telah mewabah, di Indonesia kesadaran atas penguasaan teknologi informasi dan
telekomunikasi bagi pengembangan UKM masih perlu ditumbuhkan. Tidak hanya
kesadaran saja tapi juga penguasaan dan pemanfaatan yang seoptimal mungkin,
dalam konteks membangun jaringan, mengakses pasar, dan memperoleh informasi
terkini dan hal-hal yang merangsang inovasi.
Internet, bagaimanapun, merupakan sarana bagi
negera-negara sedang berkembang untuk bisa bekerjasama dan mengakses
infrastruktur informasi global. Dan, agaknya akses ke teknologi informasi dan
telekomunikasi di negara-negara berkembang atau negara-negara dalam transisi
penguasaan teknologi, masih diliputi keterbatasan-keterbatasan.
Dengan penguasaan dan pemanfaatan yang optimal akan
teknologi informasi dan telekomunikasi, UKM berkesempatan untuk “memenangkan”
kompetisi ekonomi global, terutama dari sudut penguasaan informasi. Mereka
terpacu untuk meningkatkan kualitas produk berdasarkan standar internasional,
serta membangun aliansi strategis dan hubungan kerjasama silang (cross-border
partnerships) antar perusahaan di berbagai negara. Pemanfaatan internet
secara optimal juga mampu menekan biaya yang signifikan bagi UKM, terutama dalam
mengiklankan (advertises) dan mempromosikan produk-produk dan kontak
antara buyers dan suppliers dalam tingkat global.
Penguasaan insfrastruktur teknologi informasi dan
telekomunikasi tampaknya telah menjadi kebutuhan utama, dalam konteks
pengembangan UKM. Maka keahlian dalam bidang penguasaan dan pemanfaatan
teknologi informasi dan telekomunikasi, amat mendesak untuk dilakukan, bahkan
telah menjadi keharusan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
kemampuan untuk mengakses infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi;
kemampuan untuk mengembangkan teknik-teknik e-commerce; kemampuan untuk
menginformasikan produk-produk yang dikembangkan dalam modelmodel bisnis yang
ada; dan sebagainya. Penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi amat bermanfaat
bagi pengembangan internal perusahaan, serta keperluan interconections dengan
pasar dan suppliers. Penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi,
sesungguhnya tidak hanya terbatas pada kapabilitas teknis, tetapi juga, yang
lebih penting lagi adalah, kaitannya dengan efektifitas perencanaan dan
kemampuan organisasional. Pemerintah, sebagai pihak fasilitator, sudah
selayaknya membantu mengembangkan infrastruktur teknologi informasi dan
telekomunikasi, dan juga menciptakan berbagai aturan kebijakan yang konstruktif
dan merangsang inovasi serta berkepentingan untuk memasyarakatkan penguasaan
teknologi informasi dan telekomunikasi bagi pengembangan UKM.
Praktek Terbaik Dukungan Finansial
Di atas telah dipaparkan aspek non-finansial dalam
pendekatan praktek terbaik pengembangan UKM. Kini, saatnya menyimak pendekatan
praktek terbaik pada aspek finansial. Dalam konteks ini dibahas tentang
hambatan utama pembiayaan UKM; dan, eksistensi jasa finansial dan
keterbatasannya.
1. Hambatan Utama Pembiayaan UKM
14
|
15
|
2. Jasa Finansial dan Keterbatasannya
Berikut ini akan dijelaskan secara
singkat hal-hal yang berkaitan dengan jenis-jenis jasa financial serta beberapa
hal yang melingkupinya.
a. Sektor Jasa Finansial Formal
Sektor jasa finansial formal, terutama
bank-bank komersial, menunjukkan kesukaran dalam menumbuhkan UKM dalam akses
penguasaan modal (kapital):
-
Laba yang sedikit atau tak ada sama
sekali, bila berurusan dengan sektor UKM;
-
Merupakan pasar yang tidak komplet (incomplete
market) untuk instrumen finansial,khususnya untuk hutang jangka-panjang;
-
Membutuhkan waktu lama, dari lamanya
negosiasi dan prosesnya hingga disetujui (approval);
-
Respon yang lambat dalam merubah
kebutuhan hak-hak dalam lingkungan yang berubah;
-
Produk-produk finansial yang berorientasi
non-pelanggan (non-customized); dan,
-
Jasa-jasa untuk kebutuhan individual
UKM.
16
|
b. Sektor Jasa Finansial Informal
Pembiayaan informal ternyata telah memainkan peran
dan pengaruhnya yang luas dalam soal financing bagi UKM di negara-negara
sedang berkembang. Termasuk dalam hal ini antara lain modal dari para pemberi
hutang individual (individual moneylenders), tabungan bersama (mutual
savings), dan asosiasi pemberi pinjaman, dan perusahaan-perusahaan mitra (partnership
firms).
c. Pemisahan atas lembaga finansial dan
bank-bank pembangunan (development banks)
Banyak negara yang telah mapan (established)
memisahkan lembaga finansial mereka dalam menyediakan kredit khusus bagi UKM.
d. Skema penjaminan
17
|
e. Leasing
Leasing finansial
adalah sebuah persetujuan kontrak di mana UKM dapat memanfaatkan aset yang ada
dengan membayar sewa yang ditetapkan. Leasing, bagaimanapun merupakan
salah satu cara bagi UKM untuk memecahkan problema kebutuhan jangka menengah.
Biasanya, UKM di negara-negara sedang berkembang menggantungkan keuntungan
mereka pada penggunaan (atas manfaat) transfer teknologi yang ada, sehingga
banyak membutuhkan kebutuhan finansial jangka menengah.
f. Dana Modal Ventura (Venture capital
funds)
Dana modal ventura adalah sebuah
mekanisme investasi yang terdiri dari modal equity dan asistensi
manajerial untuk menumbuhkan perusahaan. Sebagai target perusahaan untuk
mengembangkan produk-produk dan jasa-jasa baru, penyedia-penyedia modal ventura
melakukan tugasnya dengan mengatasi kendala-kendala biaya UKM.
18
|
DAFTAR
PUSTAKA
Kaimun, Firman. 2011. Apa Itu Kebebasan Finansial. http://www.kerjaforex.com/2011/11/.
Diakses tanggal 22 September 2012.
Korten,
David C., 1980, Community Organization and Rural Development: A Learning
Process Approach, Public Administration Review, September/October 1980
p.480-509.
19
|
No comments:
Post a Comment