STRATEGI PEMBERDAYAAN FINANSIAL


“STRATEGI PEMBERDAYAAN FINANSIAL”


Dalam melakukan upaya pemberdayaan finansial perlu adanya strategi untuk mencapainya antara lain adalah mengeni:
1.      Pengetahuan dan pengertian tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana melaksanakannya dalam bidang finansial.
2.      Pengetahuan dan pengertian tentang sikap dan kemungkinan tanggapan terhadap upaya pemberdayaan finansial. Termasuk kecenderungan atau kemauan untuk melaksanakan rancangan yang dikehendaki.
3.      Kemampuan sasaran atau khalayak untuk melaksanakan cita-cita yang dikembangkan tersebut setelah dapat diterimanya.
Mengenai strategi pemberdayaan financial terdapat dua pendekatan strategi pemberdayaan financial melalui UMKM yaitu Konsep Strategi Pemberdayaan UMKM dan Strategi Penguatan UKM melalui Pendekatan Klaster Bisnis , berikut adalah pemaparan dari kedua pendekatan ini:
·            Konsep Strategi Pemberdayaan Umkm
1
Menurut Korten(1980), Keberhasilan pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UMKM sebagai pelaku maupun stakeholder lain yang turut serta dan berperan dalam pengembangannya. Dalam hal ini lebih banyak menitikberatkan pada metode “bottom up”, dimana perencanaan lebih diupayakan menjawab kebutuhan UMKM dan dilakukan secara partisipatif. Dalam praktek untuk menggugah partisipasi masyarakat sasaran langkah langkah yang dapat dilakukan adalah
(1)      Identifikasi Potensi
Identifikasi Potensi dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik sumber daya manusia (SDM) UMKM dan lingkungan internalnya baik lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya alam (SDA) khususnya yang terkait dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal usaha. Dengan langkah ini diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan kemampuan dan potensi wilayahnya masing-masing.
(2)      Analisis Kebutuhan,
Dari hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan analisis kebutuhan. Pada tahapan ini analisis dilakukan oleh perwakilan UMKM yang dapat difasilitasi oleh Perguruan Tinggi / LSM / BDS (Bussines Development Services) maupun instansi terkait untuk memberikan fasilitasi dan pandangannya tentang berbagai kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar. Dengan pola analisis kebutuhan semacam ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya manifestasi kebutuhan UMKM selaku individu pengusaha maupun sebagai anggota kelompok. Dengan demikian antara individu pengrajin maupun kelompok dapat diharapkan saling beriringan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan kemajuan bersama.
(3)     
2
Rencana Kerja Bersama,
Setelah kebutuhan dapat ditentukan, langkah berikutnya adalah merumuskan/membuat program kerja bersama untuk mencapai kondisi yang diinginkan berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan bersama. Dalam tahap ini pihak luar baik BDS maupun instansi terkait berperan sebagai fasilitator.

(4)         Pelaksanaan,
Setelah rencana program kerja telah disepakati maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan program kerja. Dalam tahap ini fungsi instansi pemerintah terkait selaku fasilitator pemenuhan kebutuhan UMKM, sedangkan PT / LSM dapat bertindak selaku BDS dengan memberikan jasa konsultansi. Sebagai konsultan idealnya BDS harus mendapatkan jasa dari layanan yang diberikan kepada UMKM, karena tidak mudah untuk menarik biaya konsultasi dari UMKM maupun kelompoknya, maka yang terpenting adalah adanya keiikutsertaan pengusaha UMKM dalam bentuk kontribusi membantu pelaksanaan program kerja khususnya pelatihan-pelatihan peningkatan ketrampilan proses produksi maupun manajemen usaha UMKM.
3
Sumber pembiayaan utama pengembangan UMKM masih mayoritas dari pihak ketiga baik pemerintah maupun swasta, namun diharapkan UMKM dalam jangka panjang sedikit demi sedikit mampu mandiri dan mampu memberikan balas jasa yang diterima dari lembaga konsultan (BDS). Kondisi ini juga perlu didukung lembaga konsultan yang professional. Untuk kondisi awal pengembangan UMKM, maka peran pemerintah seperti Deperindag dan Departemen Koperasi UKM masih sangat perlu. Kebutuhan akan permodalan UMKM salah satunya dapat dipenuhi dengan fasiltiasi BDS sebagai Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) bagi pengrajin maupun kelompok.
Selain bank memberikan kredit sebagai tugas utamanya, bank dapat membantu UMKM dengan memberikan pendampingan (Technical Assistant / TA) baik dilakukan oleh bank sendiri atau bekerjasama dengan PT/LSM/BDS pendamping.
(5) Monitoring dan Evaluasi.
Dari hasil pelaksanaan program kerja dilakukan monitoring dan evaluasi, tidak saja untuk mengetahui apakah yang dikerjakan sudah sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan, namun juga untuk membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan UMKM.

·         Strategi Penguatan UKM melalui Pendekatan Klaster Bisnis
Praktek Terbaik Dukungan Non-Finansial
Praktek terbaik dukungan non-finansial memperhatikan tiga hal:
4
1. Menciptakan Business Development Services (BDS) atau Layanan Pengembangan Bisnis yang efektif.
 Secara singkat, BDS kerap diartikan sebagai jasa non-finansial yang bertujuan meningkatkan kinerja suatu perusahaan individual. Secara khusus, Committee of Donor Agencies for Small Enterprise Development mendefinisikan BDS sebagai jasa non-finansial yang meningkatkan kinerja perusahaan, aksesnya ke pasar, dan kemampuannya untuk bersaing, yang mencakup beraneka ragam jasa usaha yang dirancang untuk melayani kebutuhan perusahaan secara individual, bukan untuk melayani komunitas bisnis secara luas.
Dari definisi-definisi di atas, setidaknya, secara generik BDS, diartikan sebagai jasa nonfinansial yang bertujuan meningkatkan kinerja, akses ke pasar dan kemampuan bersaing suatu perusahaan individual, yang tersedia untuk jangka waktu singkat atau sementara. Lingkup aneka jasa yang dimaksud antara lain: pelatihan manajemen dan teknik (jangka pendek); konsultasi masalah manajerial dan teknis; perbaikan dan pemeliharaan; desain produk; sertifikasi produk dan proses; konsultasi jasa teknologi informasi dan komputer; jasa informasi; jasa kurir; jasa riset pasar, pialang perdagangan, jasa iklan dan hubungan masyarakat; jaringan pialang; jasa akuntansi, sekretarial, perpajakan, dan hukum; konsultasi finansial dan kepialangan; serta konsultasi dan pelatihan pembukaan usaha baru.
5
Suatu strategi realistik dengan kinerja tinggi dan ekonomis untuk menciptakan jasa pengembangan usaha (BDS), setidaknya harus didasarkan pada tiga tiang utama: pertama, harus diciptakan kondisi untuk menggairahkan pengembangan sektor swasta. Sektor swasta bagaimanapun memerankan peran yang signifikan bagi pengembangan UKM, oleh karenanya pemerintah harus mengkondisikan iklim usaha yang kondusif yang berdampak positif bagi pasar dan bisnis. Kedua, pengembangan pasar BDS yang semakin diprioritaskan. Artinya pola penyediaan jasa BDS yang berdasar pada ketersediaan dan subsidi pemerintah, harus digeser ke arah pola yang mengembangkan lingkungan pasar yang efektif, sehingga memungkinkan penyediaan BDS secara komersial atas dasar permintaan pasar. Ketiga, upaya mengembangkan pasar BDS swasta seyogyanya dilengkapi dengan pengurangan dan rasionalisasi keterlibatan sektor pemerintah.
6
Dalam konteks penyedia jasa BDS, setidaknya harus diperhatikan dua hal: selayaknya bersikap sebagaimana pelaku pasar lainnya dan mengikuti permintaan pasar (market oriented); sebaiknya memfokuskan diri pada bidang yang benar-benar dikuasainya. Bagaimanapun, tampaknya, jasa bisnis menjadi semakin penting di semua negara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sesungguhnya keberadaan jasa bisnis (di tengah lingkungan global dan lokal yang makin kompleks dan kompetitif) sebagai penambah nilai pada komoditi, barang dan proses makin diakui, sehingga memungkinkan perusahaan bersaing lebih efektif, dapat mengakses pasar baik yang ada maupun yang baru dan beroperasi dengan lebih efisien.
Dalam rangka pengembangan BDS itu sendiri, diperlukan intervensi secara langsung, terutama dari pemerintah dan donor, sebagai upaya menghadapi kendala institusional-fundamental dan guna mengembangkan pasar secara efektif. Hal ini terkait dengan hambatan khas UKM dan respon intervensinya secara tepat. Dalam konteks pengembangan praktek terbaik, perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu: (1) tujuan intervensi haruslah pengembangan pasar; (2) intervensi pemerintah harus menjelaskan bagaimana kesinambungan akan tercapai. Artinya, misalnya, hal seperti kontrol, biaya pembayaran jasa, dan pengukuran kinerja dan evaluasi harus dipertimbangkan sejak awal dan bukan sesudahnya; (3) diperlukan pelaku dan mekanisme berbeda untuk mendukung pengembangan pasar. Dalam hal ini terdapat dua pelaku dalam mendukung jasa bisnis: penyedia BDS dan fasilitator BDS.
Penyaluran dukungan pemerintah atau donor ke fasilitator BDS, bukan ke lembaga penyedia BDS (apalagi langsung ke perusahaan UKM), merupakan elemen kunci dalam pendekatan baru untuk mengembangkan pasar BDS yang berfungsi dengan baik.
Strategi pengembangan BDS dalam konteks pengembangan UKM, sebagaimana diuraikan di atas, sesungguhnya merupakan embrio atas konsep klaster bisnis. Konsep klaster bisnis, yang dimaksud dalam hal ini, setidaknya merupakan pendekatan baru, yang membedakan dengan kebijakan-kebijakan lama (konvensional). Dengan demikian, sesungguhnya, klaster bisnis bisa berkembang, dengan tidak harus melibatkan intervensi langsung pemerintah dan lembaga donor dalam konteks pengembangan UKM yang memang sudah seharusnya berorientasi bisnis.
2. Teknologi untuk Pengembangan UKM
8
Agaknya bagi UKM masih terdapat kesulitan untuk mengakses, memanfaatkan, dan menguasai teknologi. Padahal dengan penguasaan atau akuisisi teknologi (technology acquisition) secara baik, akan didapatkan efektivitas dan efisiensi dalam soal waktu, biaya, dan resiko, terutama dalam mengembangkan perusahaan UKM yang profesional..
Penguasaan teknologi, terkait dengan segala aspek yang menyertai pengembangan UKM, dari mulai pengadaan bahan baku, pengolahan dan peningkatan mutu produk, distribusi, dan kelayakan atas kondisi pasar yang ada. Dengan demikian, diharapkan UKM akan semakin efektif dan efisien, memenuhi kebutuhan skala lokal, bahkan jika memungkinkan juga kebutuhan dalam skala internasional.
Tidak banyak UKM yang telah memiliki kapasitas jaringan dan monitoring yang memungkinkan mereka untuk mampu mengakses informasi secara baik. Padahal, biasanya UKM bisa menentang kehadiran resiko lebih parah, bila mereka mampu melakukan inovasi-inovasi yang didasarkan pada teknologi baru. Walaupun memiliki keterbatasan, format baru yang dikembangkan dengan memakai teknologi yang tepat, merupakan awal yang baik bagi tumbuhnya pendapatan yang akan diperoleh perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Gambaran umum atas format baru yang dimaksud, terkait dengan kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru, dengan melibatkan teknologi dan proses-proses yang terkait dengannya, atau dengan memproduksi dan memasarkan produk-produk baru tersebut.
9
Dalam konteks penguasaan bio-teknologi dan informasi pengembangan teknologi terbaru, diperlukan kerjasama antara perusahaan-perusahaan UKM lokal dengan perusahaan-perusahaan asing (foreign firms) yang berkembang dalam konteks hubungan antar-negara Utara-Selatan (North-South) dan Selatan-Selatan (South-South). Agaknya sudah menjadi catatan umum bahwa transfer teknologi telah menjadi proses penting, dan merupakan kunci bagi perusahaan UKM, dalam konteks penguatan dan pengembangan inovasi, serta kapabilitas perusahaan dalam menumbuhkan industri dan kompetisi internasional.
Peran pemerintah dalam hal ini amatlah signifikan. Pemerintah sebagai fasilitator, memungkinkan untuk menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan dan penguasaan teknologi, serta merangsang berbagai inovasi atas penguasaan teknologi tersebut, serta, yang utama ialah menumbuhkan semangat belajar untuk menguasai teknologi baru yang berkembang demikian cepat. Dibutuhkan interaksi antara penentu kebijakan dengan aktor UKM dalam mengembangkan proses pengembangan UKM berbasis teknologi –yang terkait erat dengan investasi dan pemasaran.
10
Dalam menata dan mengembangkan kappabilitas lokal untuk mentransfer teknologi dan inovasi, dibutuhkan kolaborasi, jaringan, dan klaster-klaster. Hal ini memungkinkan perusahaan UKM untuk memperhitungkan tingkat resiko dan biaya, dalam mengakses pasar, baik yang terkait dengan perusahaan kecil, sedang (menengah), dan besar, juga dalam konteks tukar-menukar informasi (sebagai contoh, dalam hal pengembangan teknologi dan pemasaran produk-produk alami) serta hubungan komersial. Dengan demikian, sesungguhnya UKM amat potensial untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pasar internasional yang demikian kompetitif. Struktur pendukung teknis dan komersial, semisal laboratorium litbang, pusat transfer teknologi, fasilitas kontrol kualitas, dan agensi promosi ekspor, haruslah dikembangkan secara seksama. Demikian pula menyoal penciptaan desain dalam memperoleh dan memanfaatkan informasi atas jasa teknologi, kaitannya dengan pengembangan UKM. Dukungan atas struktur teknis dan komersial di atas, memerlukan identifikasi atas kebutuhan, kesesuaian, adaptasi, dan aspek follow-up-nya dalam konteks post-transfer teknologi. Dalam hal ini, masing-masing negara berkesempatan untuk mengembangkan UKM dengan selalu memperhatikan perkembangan teknologi yang ada, tentu saja bila tak mau ketinggalan dengan yang lain.
3. Fasilitasi Akses Teknologi Informasi dan Telekomunikasi
Teknologi informasi dan telekomunikasi telah merambah ke semua sektor ekonomi, termasuk di dalamnya komoditi primer, manufaktur, dan jasa. Pentingnya penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi makin dirasakan manfaatnya, terutama dalam mengantisipasi perkembangan dan kompetisi usaha yang makin dinamis. Teknologi informasi dan telekomunikasi memberi kesempatan pada perusahaan untuk memperoleh informasi signifikan bagi upaya mengembangkan usahanya, dan sebagai akibatnya bisa dicapai optimalisasi efektifitas dan efisiensi usaha. Diakui perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, memicu upaya-upaya efektifitas dan efisiensi usaha, dan dengan demikian manfaatnya bagi perusahaan, tak saja mereka tetap eksis dan bertahan, melainkan diharapkan mampu melakukan inovasi dan langkah-langkah maju.
Yang kini tengah menjadi fenomena adalah kehadiran internet, yang dirasakan sebagai sarana yang revolusioner dalam memecahkan jarak dan waktu, dengan sedemikian efisien dan murah. Walaupun fenomena internet telah mewabah, di Indonesia kesadaran atas penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi bagi pengembangan UKM masih perlu ditumbuhkan. Tidak hanya kesadaran saja tapi juga penguasaan dan pemanfaatan yang seoptimal mungkin, dalam konteks membangun jaringan, mengakses pasar, dan memperoleh informasi terkini dan hal-hal yang merangsang inovasi.
Internet, bagaimanapun, merupakan sarana bagi negera-negara sedang berkembang untuk bisa bekerjasama dan mengakses infrastruktur informasi global. Dan, agaknya akses ke teknologi informasi dan telekomunikasi di negara-negara berkembang atau negara-negara dalam transisi penguasaan teknologi, masih diliputi keterbatasan-keterbatasan.
Dengan penguasaan dan pemanfaatan yang optimal akan teknologi informasi dan telekomunikasi, UKM berkesempatan untuk “memenangkan” kompetisi ekonomi global, terutama dari sudut penguasaan informasi. Mereka terpacu untuk meningkatkan kualitas produk berdasarkan standar internasional, serta membangun aliansi strategis dan hubungan kerjasama silang (cross-border partnerships) antar perusahaan di berbagai negara. Pemanfaatan internet secara optimal juga mampu menekan biaya yang signifikan bagi UKM, terutama dalam mengiklankan (advertises) dan mempromosikan produk-produk dan kontak antara buyers dan suppliers dalam tingkat global.
Penguasaan insfrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi tampaknya telah menjadi kebutuhan utama, dalam konteks pengembangan UKM. Maka keahlian dalam bidang penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi, amat mendesak untuk dilakukan, bahkan telah menjadi keharusan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: kemampuan untuk mengakses infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi; kemampuan untuk mengembangkan teknik-teknik e-commerce; kemampuan untuk menginformasikan produk-produk yang dikembangkan dalam modelmodel bisnis yang ada; dan sebagainya. Penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi amat bermanfaat bagi pengembangan internal perusahaan, serta keperluan interconections dengan pasar dan suppliers. Penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi, sesungguhnya tidak hanya terbatas pada kapabilitas teknis, tetapi juga, yang lebih penting lagi adalah, kaitannya dengan efektifitas perencanaan dan kemampuan organisasional. Pemerintah, sebagai pihak fasilitator, sudah selayaknya membantu mengembangkan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi, dan juga menciptakan berbagai aturan kebijakan yang konstruktif dan merangsang inovasi serta berkepentingan untuk memasyarakatkan penguasaan teknologi informasi dan telekomunikasi bagi pengembangan UKM.
Praktek Terbaik Dukungan Finansial
Di atas telah dipaparkan aspek non-finansial dalam pendekatan praktek terbaik pengembangan UKM. Kini, saatnya menyimak pendekatan praktek terbaik pada aspek finansial. Dalam konteks ini dibahas tentang hambatan utama pembiayaan UKM; dan, eksistensi jasa finansial dan keterbatasannya.
1. Hambatan Utama Pembiayaan UKM
14
Keterbatasan pembiayaan bagi pengembangan UKM, merupakan persoalan klasik yang banyak dijumpai di negara sedang berkembang. Hal itu mempengaruhi tingkat produksi dan pertumbuhannya. Dana-dana publik yang disediakan negara untuk pengembangan UKM disalurkan melalui lembaga-lembaga finansial khusus, seperti misalnya bank pembangunan industri dan agrobisnis. Bank-bank komersial diharapkan mampu mendorong partisipasinya di sektor ini melalui kuota peminjaman, subsidi, pemasukan pajak, dan penjaminan terhadap kegagalan. Bank-bank pembangunan milik pemerintah di negara- negara sedang berkembang telah menunjukkan sedikit-banyak kesuksesannya dalam memfasilitasi pengembangan UKM. Banyak lembaga-lembaga pengembangan finansial telah memungkinkan operasinya berorientasi profit untuk diterapkan pada UKM. Banyak ahli menilai bahwa kegagalan program pemberian kredit langsung, disebabkan antara lain oleh keterbatasan pengaruh mereka atas kekuatan pasar yang tergantung pada tingkat suku bunga, dan juga kurangnya mobilisasi tabungan dalam desain program kredit mereka. Di tambah lagi, di negara-negara yang kurang aktif dalam mengembangkan pasar kapital mereka, biasanya UKM amat kesulitan mendapatkan dana yang diharapkan mampu menggerakkan usahanya. Maka, biasanya mereka pun menggunakan modal amat terbatas yang dimilikinya untuk memulai dan menyambung usahanya.
15
Namun demikian bukan berarti ia gagal sama sekali, sebab biasanya yang menyebabkan kegagalan itu adalah munculnya faktor di luar kemampuan mereka, semisal el nino. Biasanya bank komersial tak dapat memberikan tingkat suku bunga lebih rendah pada UKM sebab ukuran pinjamannya yang kecil, biaya transaksi tinggi, kurangya aspek kolateral, dan miskinnya informasi data finansial yang baik, membuat proses evaluasi bagi UKM banyak menelan biaya dan menemui banyak kesulitan. Ditambah lagi, pihak bank tidak memiliki banyak tenaga ahli yang mampu menilai secara efisien terhadap proposal proyek potensial yang diajukan para pelaku UKM yang mengajukan kreditnya. Dua hal ini juga menciptakan hambatan bagi bank komersial untuk meminjamkan kreditnya pada UKM: UKM rentan bangkrut (bankruptcy); dan amat tergantung pada seorang individu, yang memposisikan dirinya sebagai enterpreneur. Hal-hal di atas, setidaknya menggambarkan bahwa, bagaimanapun UKM memiliki beberapa keterbatasan.
2. Jasa Finansial dan Keterbatasannya
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat hal-hal yang berkaitan dengan jenis-jenis jasa financial serta beberapa hal yang melingkupinya.
a. Sektor Jasa Finansial Formal
Sektor jasa finansial formal, terutama bank-bank komersial, menunjukkan kesukaran dalam menumbuhkan UKM dalam akses penguasaan modal (kapital):
-          Laba yang sedikit atau tak ada sama sekali, bila berurusan dengan sektor UKM;
-          Merupakan pasar yang tidak komplet (incomplete market) untuk instrumen finansial,khususnya untuk hutang jangka-panjang;
-          Membutuhkan waktu lama, dari lamanya negosiasi dan prosesnya hingga disetujui (approval);
-          Respon yang lambat dalam merubah kebutuhan hak-hak dalam lingkungan yang berubah;
-           Produk-produk finansial yang berorientasi non-pelanggan (non-customized); dan,
-          Jasa-jasa untuk kebutuhan individual UKM.
16
Halangan-halangan itu makin membuat kondisi lebih buruk di negara-negara sedang berkembang yang pasar modal finansialnya lemah, kealian pengelolaan financial yang terbatas dan regulasi serta iklim politik yang tidak stabil.
b. Sektor Jasa Finansial Informal
Pembiayaan informal ternyata telah memainkan peran dan pengaruhnya yang luas dalam soal financing bagi UKM di negara-negara sedang berkembang. Termasuk dalam hal ini antara lain modal dari para pemberi hutang individual (individual moneylenders), tabungan bersama (mutual savings), dan asosiasi pemberi pinjaman, dan perusahaan-perusahaan mitra (partnership firms).
c. Pemisahan atas lembaga finansial dan bank-bank pembangunan (development banks)
Banyak negara yang telah mapan (established) memisahkan lembaga finansial mereka dalam menyediakan kredit khusus bagi UKM.
d. Skema penjaminan
   17
Beberapa lembaga finansial internasional dan pemerintah yang memiliki skema garansi (penjaminan) yang mapan (established) telah mampu mendorong bank-bank komersial meminjamkan dananya untuk pengembangan UKM. Pengalaman atas skema penjaminan bagi UKM, menunjukkan masih banyak yang gagal dan sedikit yang sukses. Salah satu problem utamanya adalah persoalan kesinambungan aktivitas yang dijalankan, yang memakan waktu lama, apalagi setelah memperoleh dana dari pemerintah dan lembaga donor. Dalam banyak kasus UKM yang telah memperoleh dana pinjaman untuk investasi, ternyata tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, dengan demikian hal ini menumbuhkan tingkat resiko yang tinggi bagi penjaminnya. Oleh karena itu kekawatiran akan terjadinya moral hazaid, sehingga dalam pelaksanaannya perlu berhati-hatian yang tinggi dan tidak menjadi informasi yang terbuka bebas,.
e. Leasing
Leasing finansial adalah sebuah persetujuan kontrak di mana UKM dapat memanfaatkan aset yang ada dengan membayar sewa yang ditetapkan. Leasing, bagaimanapun merupakan salah satu cara bagi UKM untuk memecahkan problema kebutuhan jangka menengah. Biasanya, UKM di negara-negara sedang berkembang menggantungkan keuntungan mereka pada penggunaan (atas manfaat) transfer teknologi yang ada, sehingga banyak membutuhkan kebutuhan finansial jangka menengah.
f. Dana Modal Ventura (Venture capital funds)
Dana modal ventura adalah sebuah mekanisme investasi yang terdiri dari modal equity dan asistensi manajerial untuk menumbuhkan perusahaan. Sebagai target perusahaan untuk mengembangkan produk-produk dan jasa-jasa baru, penyedia-penyedia modal ventura melakukan tugasnya dengan mengatasi kendala-kendala biaya UKM.




18

DAFTAR PUSTAKA

Kaimun, Firman. 2011. Apa Itu Kebebasan Finansial. http://www.kerjaforex.com/2011/11/. Diakses tanggal 22 September 2012.
Korten, David C., 1980, Community Organization and Rural Development: A Learning Process Approach, Public Administration Review, September/October 1980 p.480-509.
19
Tambunan, Mangara dan Ubaidillah, (2004). Memposisikan Usaha Kecil Menengah dalam Persiangan Pasar Global : Membangun Kekuatan Usaha Menengah Sebagai Work House. Paper. Dimuat di Majalah Infokop. Oktober 2003.

FAHMI

No comments:

Post a Comment

Instagram