KONSERVASI
SUMBERDAYA LAHAN KRITIS
DI DESA OEBOLA KABUPATEN KUPANG
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara yang
memiliki kekayaan alam yang melimpah akan sumber daya tambang. Perkembangan
pertambangan di Indonesia sangat tinggi, dari pertambangan batu bara, minyak
bumi, emas, timah, perak dan logam lainnya. Peningkatan luas lahan kritis
merupakan kesatuan yang bersifat simultan antara kondisi biofisik, social
ekonomi dan budaya yang berkaitan dengan pemanfatan lahan sebagai faktor produksi
utama, serta penerapan kebijakan yang kurang mempertimbangkan kelestarian.
Karena itu, dalam menentukan tindakan pengendalian dan model pendekatan, perlu
mempertimbangkan keterwakilan aspek sosial budaya beserta keinginan masyarakat
setempat. Pertambahan lahan terdegradasi di Indonesia semakin meningkat. Hutan
yang sudah dalam keadaan kritis seluas 48,5 juta ha dari 120,35 juta ha hutan
yang ada di Indonesia dan 71,85 juta ha merupakan hutan yang masih sisa. Untuk
luas lahan kritis di NTT telah mencapai 1.313.897 ha atau 27,74% dari total
luas wilayah 4.735.000 ha. Kerusakan paling tinggi terjadi di luar kawasan
hutan sebanyak 1.016.575 ha dan 297.322 ha dalam kawasan hutan. Eksploitasi
terhadap sumberdaya lahan semakin intensif, tanpa diikuti dengan tindakan
rehabilitasi dan pelestarian. Hal ini berimplikasi pada semakin kecilnya jumlah
tutupan hutan yang ada dan rentannya krisis lingkungan.
Untuk memperoleh landasan teknik
pendekatan dan pengendalian lahan kritis, perlu adanya sintesis teknologi yang mampu
menjembatani kepentingan masyarakat dengan upaya rehabilitasi lahan tersebut.
Kecamatan Fatuleu merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Kupang.
Jumlah penduduknya 29.800 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk adalah 30
jiwa per km², terdiri dari 11 desa dan 1 kelurahan. Mata pencaharian
masyarakatnya 41,41% adalah pertanian dan peternakan. Model rehabilitasi lahan
kritis yang diterapkan disesuai dengan akar permasalahan wilayah setempat
karena teknologi rehabilitasi lahan kritis yang cenderung mengadopsi model yang
telah berhasil di daerah lain dan “dipaksakan” untuk diterapkan pada daerah
yang memiliki perbedaan yang khas, sehinga pada umumnya kurang dapat berhasil
baik. Oleh karena itu, teknologi rehabilitasi lahan kritis di kelompok tani
Fetomone, Desa Oebelo, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang adalah pengembangan
agroforestry sistem silvopastural.Penerapan sistem ini mempertimbangkan
keunikan wilayah (site specific) beserta peluang dan tantangan dengan
sistem budaya masyarakat setempat yang rata-rata adalah petani dan ternak yang
hidup secara turun temurun. Pertimbangan mendasar lainnya adalah kawasan ini
didominasi tanah berkapur dan batubatuan sehingga pada tahap awal dapat
diterapkan agroforestry system silvopastoral dan 5 tahun kemudian dikembangkan
sistem agrosilvopastural. Pendekatan sistem ini lebih mudah diterapkan dan
diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat, serta mendorong pemulihan
lahan kritis.
Jenis lahan kritis dbedakan kedalam 4
(empat) tingkat kekritisan lahan yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis
dan sangan kritis dimana jumlah luas lahan kritis di Jawa Barat pada kawasan
hutan mencapai 474.006 ha yang terdiri dari kawasan hutan lindung (101.690 ha),
kawasan hutan konservasi (34.664 ha) dan kawasan hutan produksi (337.652 ha,
Puslittanak, 1997).
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
(1997) telah mengklasifikasikan lahan kritis menggunakan empat parameter lahan
yaitu (1) kondisi penuupan vegetasi, (2) tingkat korehan/kerapan drainase, (3)
penggunaan lahan dan (4) kedalaman tanah. Sesuai dengan parameter-parameter
lahan tersebut, lahan kritis dibedakan ke dalam empat tingkat kekritisan lahan
yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis.
1.2 Dampak
Kerusakan
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolahan
lahan kritis dan tata air diwilayah ini adalah menyeimbangkan perlindungan dan
pelestarian sumberdaya tanah dan air yang terbatas dengan semakin meningkatnya,
kebutuhan manusia. Keragaman dan keunikan geografi dengan perbedaan tipologi
agroklimat dan tipe lahan yang khas membutuhkan penanganan yang bersifat
spesifik, khususnya untuk rehabilitasi lahan. Untuk itu sangat diperlukan
masukan dan adaptasi teknologi yang mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi,
dan pola pemanfaatan lahan serta diperlukan kehatihatian dalam mengadopsi model
rehabilitasi lahan yang berhasildi daerah lain.
Produktivitas lahan menurun karena rusaknya
struktur alami tanah serta ikut hilangnya unsur hara yang ada di dalam tanah
yang diperuntukkan bagi tanaman, hilang terbawa thermal, kecuali unsur K yang
tidak dapat terbakar. Selain itu secara langsung mempengaruhi suhu yang semakin
meningkat akibat pemanasan global yang disebabkan karena meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia,termasuk hal kebakaran hutan tersebut, meningkatnya intensitas
fenomena cuaca yang ekstrem sehingga menyebabkan cuaca sangatlah panas. Selain
itu karena tiadanya vegetasi yang ada di sekitar treking area sampai dengan pos
3, pos peristirahatan. Hanya berupa sabana yang sangatlah luas membentang
dengan tanahnya yang sangatlah tandus dan gembur sehingga sangat mudah
mengalami erosi, dengan injakan kaki para pendaki gunung sehingga membuat polusi
udara karena banyak debu bertebaran sangat banyak.
Dengan
berbagai pertimbangan factor kondisi lahan dan masyarakat yang sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan, maka tipe
agroforestry yang dapat dikebangkan didaerah ini antara lain: agrosilviculture,
Sylvopasture, agrosilvopasture.
Laju
kerusakan hutan yang disebabkan oleh berbagai faktor diprediksikan telah
mencapai 1.6 juta hektar per tahunnya. Apabila hal ini dibiarkan maka menurut
Witular (2000) hutan alam tropika di Sumatera akan habis pada tahun 2005,
sedangkan di Kalimantan akan habis pada tahun 2010. Sementara menurut
inventarisasi Depertemen kehutanan 2003, luas lahan kritis di Indonesia sekitar
43 juta hektar, dengan laju kerusakan hutan sekitar 3,5 juta hektar per tahun.
Kebutuhan bahan baku industri sekitar 58.87 juta m3/tahun, sedangkan pemenuhan kayu yang diproduksi dari hutan alam, hutan rakyat, HTI dan PT Perhutani selama 5 tahun terakhir hanya sekitar 25 juta m3/tahun. (Direktorat Produksi Hasil Hutan, 2000). Emil Salim (2005) mengatakan bahwa kebutuhan kayu di Indonesia sekitar 60 – 70 juta m3 setahun, sementara kayu yang bisa ditebang secara lestari dari hutan kita (alam, HTI dan Hutan Rakyat) hanya sekitar 20 juta m3/tahun. Sementara ilegal logging terus berjalan.
Kebutuhan bahan baku industri sekitar 58.87 juta m3/tahun, sedangkan pemenuhan kayu yang diproduksi dari hutan alam, hutan rakyat, HTI dan PT Perhutani selama 5 tahun terakhir hanya sekitar 25 juta m3/tahun. (Direktorat Produksi Hasil Hutan, 2000). Emil Salim (2005) mengatakan bahwa kebutuhan kayu di Indonesia sekitar 60 – 70 juta m3 setahun, sementara kayu yang bisa ditebang secara lestari dari hutan kita (alam, HTI dan Hutan Rakyat) hanya sekitar 20 juta m3/tahun. Sementara ilegal logging terus berjalan.
Jadi mau tidak mau kita harus menanam dan
tidak menebangi hutan alam
Sumber-sumber kerusakan hutan :
1. Alih fungsi dan penyerobotan kawasan hutan
2. Bencana alam misalnya kebakaran, letusan gunung berapi, angin dan sebagainya
3. Penebangan (legal) yang berlebihan dan penebangan ilegal
4. Hama dan penyakit
Soekotjo dan Hani’in (1999) Kriteria kerusakan hutan dapat mengacu pada akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan tersebut terhadap :
1. Keanekaragaman hayati
2. Produktivitas dan vitalitas hutan
3. Margasatwa
4. Aestetik dan lain sebagainya.
Sumber-sumber kerusakan hutan :
1. Alih fungsi dan penyerobotan kawasan hutan
2. Bencana alam misalnya kebakaran, letusan gunung berapi, angin dan sebagainya
3. Penebangan (legal) yang berlebihan dan penebangan ilegal
4. Hama dan penyakit
Soekotjo dan Hani’in (1999) Kriteria kerusakan hutan dapat mengacu pada akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan tersebut terhadap :
1. Keanekaragaman hayati
2. Produktivitas dan vitalitas hutan
3. Margasatwa
4. Aestetik dan lain sebagainya.
Salah satu upaya dalam mengatasi
masalah-masalah diatas adalah antara lain dengan:
a. Rehabilitasi lahan melalui berbagai cara, antara lain dengan : Reboisasi, penghijauan, penanaman kembali dengan tanaman perkebunan, tanaman pertanian, reklamasi lahan pada lahan bekas tambang, dll.
b. Koordinasi dengan berbagai stackholder dalam merancang pemanfaatan sumberdaya alam, secara arief, tanpa meninggalkan aspek kelestarian
c. Membuat skala prioritas dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
Salah satu cara yang mungkin bisa dijadikan opsi dalam rangka rehabilitasi lahan kritis terutama yang berbenturan dengan berbagai masalah khususnya masyarakat adalah antara lain dengan penerapan aplikasi silvikultur. Karena dengan penerapan aplikasi silvikultur akan bisa mewadai berbagai kepentingan yang berkait dengan rehabilitasi lahan kritis.
a. Rehabilitasi lahan melalui berbagai cara, antara lain dengan : Reboisasi, penghijauan, penanaman kembali dengan tanaman perkebunan, tanaman pertanian, reklamasi lahan pada lahan bekas tambang, dll.
b. Koordinasi dengan berbagai stackholder dalam merancang pemanfaatan sumberdaya alam, secara arief, tanpa meninggalkan aspek kelestarian
c. Membuat skala prioritas dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
Salah satu cara yang mungkin bisa dijadikan opsi dalam rangka rehabilitasi lahan kritis terutama yang berbenturan dengan berbagai masalah khususnya masyarakat adalah antara lain dengan penerapan aplikasi silvikultur. Karena dengan penerapan aplikasi silvikultur akan bisa mewadai berbagai kepentingan yang berkait dengan rehabilitasi lahan kritis.
BAB II
KARAKTERISTIK DAN
PERMASALAHAN
LAHAN KRITIS DI DESA OEBOLA KABUPATEN KUPANG
2.1 Karakteristik
Lahan pada beberapa
pulau besar di Propinsi Nusa Tenggara Timur
khususnya didaerah kupang sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan
pertanian yang meliputi tanaman
perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, peternakan, dan tanaman hutan
seperti lontar, cendana, dan asam. Selain itu, wilayah ini memiliki sumber daya
kelautan (maritim) yang potensial untuk dikembangkan.
Dalam rangka kegiatan merehabilitasi
lahan kritis, perlu memperhatikan beberapa faktor lingkungan.Beberapa faktor
lingkungan tersebut adalah iklim, bentuk wilayah, bahan induk tanah, vegetasi
dan jenis-jenis tanah. Faktor-faktor tersebut saling kait-mengkait satu dengan
yang lain yang hasilnya sagat menentukan daya dukung lahan, termasuk daya
dukung terhadap rehabilitasi lahan.
Iklim sebagai salah satu
faktor lingkungan fisik yang sangat penting dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Bebrapa unsur iklim yang penting adalah curah hujan, suhu, dan
kelembaban. Di daerah tropika umumnya radiasi tinggi pada musim kemarau dan
rendah pada musim penghujan. Namun demikian mengingat sifat saling berkaitan
antara unsur iklim satu dengan yang lainnya, maka dalam uraian iklim ini akan
diuraikan unsur-unsur iklim yang yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman,
(Uftori, 2010).
Daerah
Nusa Tenggara Timur secara umum memiliki curah hujan yang relative rendah, dan
tipe curah hujan yang cukup bervariasi dari mulai B sampai F (Schmidt &
Ferguson, 1951). Namun demikian sebagaian besar tipe iklimnya adalah E dan F.
Rata-rata curah hujan setahun berkisar antara 5000-3000 mm dengan hari hujan
rata-rata 50 sampai 100 hari. Suhu maksimal rata-rata 31,6 derajat selsius dan
suhu minimal 21,5 derajat selsius data curah hujan ini menunjukan bahwa daerah
ini tidak semuannya lahan kering, ada sebagian daerah ini merupakan daerah
basah. Kondisi seperti ini perlu dijadikan acuan dalam rehabilitasi lahan di
daerah tersebut. Untuk bahan induk tanah merupakan merupakan merupakan salah
satu penentu karak teristik tanah. Di Nusa Tengga Timur, bahan induk tanah yang
dijumpai adalah bahan alluvium, batu gamping, batuan sediment, batuan plutonik
(batu beku dalam), dan batuan vulkanik (batu beku luar). Bahan alluvium adalah
bahan hasil proses pengendapan partikel yang dibawa oleh air (alluvium) atau
angina (loess) yang merupakan bahan lepas dan belum terkonsolidasi. Di
dalam perhitungan ini juga termasuk bahan yang pengendapannya terjadi oleh gaya
gravitasi (colluvium ). Batu gamping merupakan batuan hasil sedimentasi
bahan kimia yang kandungan utamannya adalah senyawa karbon yaitu CaCo3 atau
(CaMg)Co3. Di samping itu, terdapat bahan campuran lainnya yaitu bahan silikat
dan aluminosilikat yang berukuran liat.
2.2 Permasalahan
Permasalahan lahan kritis
di Indonesia semakin besar dengan semakin meluasnya deforestasi. Di samping
itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena pemanfaatannya yang melebihi
kapasitasnya. Menurut Menkokesra, 2005 dalam Nurcholis dan Sumarsih,
(2007) Saat ini diperkirakan luas lahan kritis di Indonesia mencapai sekitar 25
juta ha. Hal ini juga semakin diperparah dengan adanya kegiatan perambahan
hutan yang mengakibatkan
2,8 juta hektar per tahun hutan Indonesia rusak (http://www.tempointeraktif.com.,
2007).
Ketersediaan pangan yang semakin hari
semakin berat yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah lahan kritis / degradasi
lahan akibat pengelolaan yang tidak tepat ditambah tingginya laju pertumbuhan
penduduk. Sedangkan untuk mengolah lahan kritis agar menghasilkan produk
pangan memerlukan biaya yang sangat tinggi sehingga sulit sekali dilakukan oleh
petani secara sendiri-sendiri. Meskipun berbagai cara untuk menangani lahan
kritis telah dilakukan oleh pemerintah seperti melakukan penghijauan dan
reboisasi tetapi belum mencapai hasil yang cukup memadai, yang dikarenakan
kurang tepatnya metode yang digunakan dan atau tidak dilibatkannya masyarakat
dengan sepenuhnya. Sehingga masih sangat dibutuhkan berbagai inisiatif
masyarakat terutama korporasi dalam menaggulangi permasalahan mendasar
tersebut.
Alih fungsi
hutan alami menjadi lahan pertanian dengan adanya program ekstensifikasi bagi
keberlangsungan ekosistem didalamnya. Kerusakan yang dialami pada lahan tempat
erosi disebabkan oleh kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah,yakni:
- kehilangan
unsur hara dan bahan organik,
- menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan lahan
menahan air
- meningkatnya
kepadatan dan ketahanan penetrasi lahan,
- serta berkurangnya kemantapan struktur lahan yang pada
akhirnyamenyebabkan memburuknya pertumbuhan
tanaman dan menurunnyaproduktivitas
kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya
margasatwa. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah
tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan
terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang
hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.Selain itu Biodiversitas yang terdapat
pada kawasan tersebut menjadi berkurang banyak, termasuk satwa-satwa yang ada
di kawasan tersebut.
Permasalahan lahan kritis di Indonesia
semakin besar dengan semakin meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga
dapat menjadi kritis karena pemanfaatannya yang melebihi kapasitasnya. Menurut
Menkokesra, 2005 dalam Nurcholis dan Sumarsih, (2007) Saat ini
diperkirakan luas lahan kritis di Indonesia mencapai sekitar 25 juta ha. Hal
ini juga semakin diperparah dengan adanya kegiatan perambahan hutan yang
mengakibatkan 2,8 juta hektar per tahun hutan Indonesia rusak
(http://www.tempointeraktif.com., 2007).
Kegagalan program rehabilitasi lahan
kritis masa lalu disebabkan karena pola pendekatan yang digunakan pada
pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis kurang tepat, peraturan dan penegakan
hukum masih lemah, dampak negatif pembukaan hutan, perambahan hutan serta
kuatnya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian, pemukiman dan industri
serta kerusakan kawasan hutan oleh usaha penambangan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH
Reinjtjes dkk (1999) mengatakan bahwa
rancangan agroforestry memperlihatkan perpaduan atau gabungan antara
ciri ekosistem alami dan kebutuhan usaha tani. Oleh karena itu, agroforestry
sebaiknya memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial. Fungsi ekologis
berarti memiliki nilai konservasi terhadap sumber daya alam dengan pemanfaatan
yang berkelanjutan (sustainable use). Fungsi ekonomi berarti melalui
pola agroforestry, pendapatan petani pengelola lahan agroforestry dapat
ditingkatkan dengan cara diversifikasi kegiatan dan pengelolaan komponen
agroforestry yang bernilai ekonomi tinggi. Fungsi social diartikan bahwa
kegiatan agroforestry sedapat mungkin mudah dilaksanakan dan ditiru oleh
masyarakat serta mampu merubah sikap masyarakat terhadap sistem pertainan yang
bersifat subsistem menuju sistem pertanian yang komersil. Vergara (1982)
menyatakan bahwa agroforestry merupakan salah satu pola atau suatu
sistem tata guna lahan yang lestari dan terpadu yaitu antara komponen tanaman
budidaya (pertanian) dan tanaman pohon/kehutanan dengan atau tanpa komponen
piaraan/peternakan atau perikanan ikan dan udang. Dengan demikian diharapkan
produktivitas lahan menjadi optimal dan berkesi nambungan. Factor manusia
setempat (sosial, ekonomi dan budaya) perlu dijadikan pertimbangan, di samping
faktor ekologi setempat (vegetasi, tanah, iklim, dan sebagainya).
Lahan merupakan bagian
dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi lingkungan fisik
termasuk iklim, topografi / relief, hidrologi tanah dan
keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial
akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
Kesadaran akan perlunya konservasi lahan
sebenarnya sudah sejak lama, akan tetapi selalu saja
ada kesenjangan antara keinginan para petani pemilik lahan dengan para ahli
konservasi tanah karena biasanya adanya keterbatasan biaya dari para
petani untuk melaksanakan perlakuan-perlakuan yang
diperlukan. Hal ini disebabkan karena pada
pendekatan lama konsentrasi kegiatan
konservasi ada pada pembuatan bangunan- bangunan
teras, saluran-saluran dan bangunan lainnya dan sering dilakukan dengan
cara melarang orang bertanam di lahan miring, dll.
abarnurdin (2002) menyatakan
bahwa ada pendekatan baru konservasi tanah yang disebut land
husbandry yang diwujudkan dalam usaha tani dengan pendekatan konservasi. Ciri
dari pendekatan ini adalah:
1. Memfokuskan pada hilangnya tanah dan
pengaruhnya terhadap hasil tanaman sehingga perhatian
utamanya bukan lagi pada bangunan fisik
tetapi kepada metode biologis untuk konservasi seperti halnya
penanaman penutup lahan.
2. Memadukan tindakan konservasi tanah
dan konservasi air sehingga masyarakat mendapat
keuntungan langsung dari usaha tersebut.
3. Melarang bertani dilereng bukan
penyelesaian masalah. Tindakan seperti ini tidak
bisa diterima secara sosial dan politis. Yang harus dicari adalah metode
bertani yang bisa mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan dan alam.
4. Konservasi lahan akan berhasil bila
ada partisipasi dari masyarakat terutama para
petani. Motivasi masyarakat akan timbul bila mereka melihat keuntungan
yang akan diperoleh.
5. Yang terpenting lagi adalah perlu
adanya pemahaman bahwa kegiatan konservasi lahan adalah
bagian integral dari usaha perbaikan sistem usaha tani.
Bagi daerah kering kehadiran pepohonan
dalam sistem agroforestry selain berfungsi sebagai jaringan pengamanan
daur hara juga menjaga kestabilan produktivitas (hasil panen per satuan luas )
dalam lahan model agroforestry. Ini disebabkan karena pepohonan memiliki
sistem perakaran luas sehingga lebih tahan kering dibandingkan dengan tanaman
semusim yang berakar dangkal (Reijntjes dkk,1999). King dan Candra (1978), mengemukakan
agroforestry adalah pola pengelolaan lahan yang dapat mempertahankan dan
meningkatkan produktifitas lahan secara keseluruhan yang merupakan kombinasi
kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan, baik secara bersama
maupun berurutan dengan menggunakan manajemen praktis yang disesuaikan dengan
pola budaya penduduk setempat. International Center for Research in Agroforestry/ICRAF
(1983), mendefinisikan agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem
tata guna lahan dan teknologi, dimana species tanaman keras (pohon, semak,
bangsa palm, bamboo dan sebagainya) secara sengaja dengan tujuan
tertentu ditanam atau diusahakan pada unit manajemen lahan yang sama, dengan
tanaman pertanian dan hewan, baik dalam bentuk tata ruang yang sama atau dalam
penataan menurut urutan dimensi waktu. Di dalam agroforestry terjadi
interaksi secara ekologis dan ekonomis antara komponen yang berbeda. Di samping
sistem perakaran, adanya sisa-sisa tanaman (limbah tanama) juga sangat membantu
pembentukan dan pemantapan agregat tanah. Adanya agregasi tanah yang baik, maka
tanah akan lebih tahan terhadap pukulan air hujan. Jumlah dan kemantaapan
pori-pori tanah meningkat sehingga kapasitas infiltrasi tanah juga meningkat.
Pengaruh lain dari vegetasi terhadap erosi tanah adalah meningkatkan kehilangan
air tanah. Kehilanagan air tanah yang ada tanamannya, terjadi melalui evaporasi
dan transpirasi, sedangkan tanah yang terbuka hanya terjadi melalui evaporasi saja.
Dengan demikian tanah yang ditumbuhi tanaman akan cepat kering (lapar air),
sehingga mempunyai kapasitas infiltrasi yang lebih besar, dengan demikian akan
mengurangi volume aliran permukaan (Suripin, 2002). Upaya rehabilitasi lahan
dapat berhasil dengan baik apabila adanya porsi/ukuran yang wajar bagi
keterlibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan lahan-lahan
terdegradasi dan konservasi tanah dan air (Pratiwi, 2003).
Membawa atau merubah pola pemanfaatan
lahan dari monokuler menjadi multikuler membutuhkan proses yang lama karena
melibatkan sifat dan mental dari petani yang bersangkutan. Pelaksanaan kegiatan
ini melibatkan tenaga- tenaga akademis sebagai mediator atau fasilitator dan
motifator. Pemerintah desa atau tokoh masyarakat dilibatkan sebagai motifator
dan pendamping tetap di lapangan. Pencapaian tujuan kegiatan ini dilakukan
pendekatan dengan metode berikut.
1.
Penyuluhan
tentang pemanfaatan model Agroforestry sistem silvopastoral,
untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan petani.
2.
Realisasi
fisik dilapangan yang terdiri dari persiapan lahan untuk pembibitan dan lahan
penanaman, pembuatan teras, pengalian lubang, dan penanaman serta pemeliharaan.
Pemecahan
masalah didasarkan pada kegiatan pennyuluhan yang dilakukan pada kelompok tani
Fetomone. Selanjutnya, setiap kegiatan kunjungan dilakukan diskusidiskusi dan
pemantawan kegiatan dilokasi pada kelompok tani Fetomone Pelaksanaan kegiatan
pesemaian dan penanaman dilakuakn pada salah satu lahan demplot milik anggota kelompok
tani Fetomone, yang dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan semua
anggota kelompok tani Fetomone. Lahan demplot ditanamai dengan berbagai tanaman
kehutanan dan hijauan makanan ternak.
Khalayak
sasaran utama yang dilakukan didalam kegiatan ini adalah kelompok tani
Fetomone. Dasar pertimbangan dalam penentuan khalayak sasaran bahwa sebagian besar
petani mengelola lahan milik sendiri. Diharapkan dengan antusiasnya petani
dalam menerima teknologi agroforestry sistem silvopastoral dapat
meningkatkan pen dapatan dalam kehidupan keseharian petani.
Metode yang diterapkan adalah
pendekatan partisipatif dengan melakukan penyuluhan mengenai teknologi agroforestry
sistem silvopastoral untuk rehabilitasi lahan kritis. Pembuatan
model demplot dilakukan sesuai dengan kondisi biofisik lahan dan sosek
masyarakat serta penerapan teknik silvikultur yang meliputi pemilihan jenis
pohon, teknik pengelolaan lahan, teknik penanaman dan pemeliharaan; penyusunan
paket teknologi tepat guna rehabilitasi lahan kritis. Langkah-langkah kerja
aplikasi sistem silvopastoral dalam rehabilitasi lahan kritis adalah sebagai berikut.
a.
Penetapan lahan Lahan yang digunakan adalah lahan kelompok tani Fetomone.
b.
Pengadaan bibit Pembelian bibit tanaman harus diperhitungkan umurnya yaitu
sudah mencapai umur satu tahun atau lebih dan siap untuk ditanam.
c.
Penanaman tanaman Penanaman tanaman dilakukan pada saat musim hujan selanjutnya
bibit tersebut disiram dengan air untuk menjaga ketegaran bibit di lapangan.
d.
Pemeliharaan Setelah bibit ditanam dilakukan kegiatan pemeliharaan diantara
diantaranya adalah penyiangan dan pendangiran.
e.
Model yang diterapkan Model yang diterapkan adalah penanaman pada bagian yang tandus
dan gersang.Untuk tanaman teras jenis tanaman yang digunakan adalah jenis
kaliandra dan turi. Tanaman pokoknya adalah tanaman kehutanan yaitu mahoni,
sengon, gemelina (jati putih).
pelaksanaan
kegiatan atau realisasi fisik dilokasi, yaitu seperti berikut.
a.
Persiapan lahan untuk pembibitan dan penanaman. Lahan yang dijadikan sebagai
tempat pembibitan adalah lahan milik petani dan terletak dekat sumber air
sementara lahan yang dijadikan sebagai tempat penanaman adalah salah satu
anggota kelompok tani seluas 1 ha. Lahan ini sebelumnya dipakai untuk penanaman
beberapa tanaman untuk kebutuhabn sehari-hari contohnya jagung, tetapi keadaan
lahan semakin kritis.
Hal
ini dapat dilihat dari hasil penanaman tanaman jagung yang penghasilannya
semakin hari semakin menurun.
b.
Pembuatan teras. Setelah lahan dibersikan dilakukan kegiatan pembuatan teras
dengan menggunakan bingkai A. Dan dalam pembuatan teras ini dibuat berdasarkan
kesesuaian
garis kontur pada lahan tersebut tanaman yang digunakan untuk tanaman
teras
adalah pakan ternak berupa lamtoro dan turi. Dalam kegiatan ini, seluruh
anggota kelompok tani ikut berperan aktif dalam pembuatan teras ini.
c.
Pengalian lubang. Lubang yang digali dalam kegiatan ini hanya untuk tanaman
mahoni dengan ukuran pengalian 30x30x30 cm jumlah lubang disesuaikan dengan
jumlah
anakan yaitu sebanyak 400 anakan. Dari semua kegiatan kegiatan pengalian lubang
memerlukan waktu yang cukup lama semua ini karena lahan yang berbatu batuan.
d.
Penanaman. Kegiatan penanaman sudah dilakukan pada areal demplot yang ada, akan
tetapi meng ingat keadaan iklim yang panas dan hujan belum secara merata turun
maka langkah yang diambil adalah dengan memeberikan irigasi tetes dengan
menggunakan bambu dan memanfaatkan limbah plastik contohnya menggunakan
botol
aqua yang berukuran 1½ liter. Sementara untuk tanaman teras belum dilakukan
penaburan bibit lamtoro dan turi pada teras tersebut karena mengingat hujan
yang belum merata.
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN
4.1 Kesimpulan
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai
harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber
plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu
pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan
pemerintah. Berbagai
upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran
hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen
Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran
hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas.
Dalam
aplikasi teknologi Agroforestry sistem silvopastoral kepada petani
di Desa Oebola khususnya kelompok tani Fetomone telah dilakukan
dan dipraktekan oleh para peserta pada lahan demplot dan lahan
demplot tersebut menjadi contoh bagi para petani yang lain untuk
melakukan kegiatan yang sama pada setiap lahan milik petani
tersebut. Responden tangapan masyarakat kelompok tani terhadap kegiatan
ini cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dengan begitu besarnnnya permintaaan
dari anggota kelompok tani supaya pada setiap lahan milik mereka
ditanaman dengan pola Agroforestry sistem silvopastoral
Kondisi
lingkungan di Kawasan Nusa Tenggara Timur khususnya didaerah kupang masih jauh dari fungsi konservasi dengan
tingkat kekeringan yang sangat tinggi, Faktor – faktor yang menyebabkan lahan
kritis didaerah Kupang NTT,yaitu:
·
Adanya
pemahaman yang sudah membudaya pada masyarakat untu selalu menanam tembakau
pada setiap musim tanam, sehingga membentuk konsep pemikiran yang kurang
bijaksana baik dari segi konservasi maupun ekonomi.
·
Adanya
ketergantungan yang kuat akan produk hutan berupa kayu bakar maupun bahan baku
arang yang dimanfaatkan untuk mengurangi tekanan ekonomi akibat kegagalan usaha
budidaya tanaman tembakau, telah membentuk rantai masalah proses kerusakan
lingkungan di kedua kawasan gunung tersebut
·
Tingkat
kesadaran masyarakat yang ada saat ini belum terwujud dengan baik, komitmen dan
persepsi mengenai arti pentingnya kawasan konservasi.
·
Dukungan
kebijakan dan program terpadu dari pemerintah belum menunjukkan hasil yang
nyata,
Rehabilitasi
lahan kritis telah dijadikan gerakan baik di tingkat pusat maupun regional Nusa
Tenggara Timur. Di tingkat pusat digulirkan Gerakan Rehabilitasi Hutan Dan
Lahan (GNRHL) sedang di Nusa Tenggara Timur ada Gerakan Rehabilitasi Lahan
Kritis (GRLK). Gerakan tersebut dilancarkan mengingat semakin meluasnya lahan
kritis, sehingga menimbulkan dampak negative pada kondisi ekonomi,ekologi, tata
air serta kondisi sosial budaya masyarakat.
4.2 Saran
Perlu adanya pendekatan yang mengarah padah mudahnya
petani mendapatkan informasi khususnya pemeliharaan prioritas komuditas yang
akan ditanam.
Perlu dilakukan
kegiatan ini karena setiap lahan yang kritis perlu dilakukan penanaman kembali
dengan cara mengaadopsi teknologi Agroforestri system silvopastoral.
Masyarakat harus
didorong untuk bisa melihat kedepan masalah yang akan dihadapi oleh mereka,
caranya melalui kegiatan pengabdian ini diharapkan masyarakat dapat berbuat
banyak dengan apa yang telah ditarapkan oleh kami.
Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain
dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan
faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur
pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk
mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan
penerapan sangsi secara tegas.
Pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis hendaknya
menggunakan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu kesatuan ekosistem melalui
prinsip ” one river basin , one overall planning and one management
system “. Mengingat setiap DAS mempunyai karakteristik berbeda, maka pola rehabilitasi
lahan kritis hendaknya didasarkan pada spesifik lokalita ekosistem.
Masyarakat dipandang sebagai pelaku utama dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengambil keputusan dan pengambil manfaat, sedangkan
pemerintah berfungsi sebagai pendamping dan pengendali kegiatan. Pelibatan
masyarakat dalam GRLK direalisasikan dalam bentuk (1) penguatan kelembagaan
masyarakat seperti Kelompok Tani Hutan, Forum DAS, Forum Rehabilitasi Hutan dan
Lahan dan Forum Hutan rakyat, (2) Pelatihan teknologi konservasi tanah dan
bududaya tanaman, (3) Pengembangan perbenihan, (4) Pelaksanaan pekerjaan teknis
sipil seperti membuat terjupan ( drop spillway) untuk mencegah erosi pada
saluran pembuangan teras
Daftar Pustaka
Abdurachman Adimiharja dan S.
Sutono 2002, Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng Dalam Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan.
Puslitnak, Bogor.
Achmad Hidayat dan Any Mulyani
2002. Lahan kering untuk pertanian Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan. Puslitnak, BogorDjogo, A.P.Y. 1992. Agroforestry dan
Sumbangan bagi Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara. Kupang: Politani.
Foresta,H. de dan G. Michon. 2000. Agroforestry
Indoneia: Beda sistem Beda Pendekatan. Dalam Agroforestry Khas
Indonesia. ICRAF. HAlam 1-17.
Juwadi, 1997. Agroforestry. Diktat Kuliah pada
Fakultas Kehutanan UGM. Jogyakarta
Pratiwi., 2003. Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi
Lahan Terdegradasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
Bogor
Reijntjes, C., Haverkort,B., Waters- Bayer, A. 1999. Pertanian
Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input
Luar Rendah. Penerbit mitra Tani, ILEIA dan Kanisius.
Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air.
Yogyakarta: Andi.
Soepardja, E. 1991. Penanganan Lahan Kritis dari Masa
ke Masa. Bandung: Angkasa.
Tinambunan, D. 1995. Rehabilitasi Lahan Kritis di
Indonesia. Proceeding Seminar Mahasiswa Kehutanan Indonesia. Irian Jaya:
Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cenderawasih Manokwari.
BIO P 2000 Z PERKEBUNAN
ReplyDeleteNama Perusahaan : PT. ALAM LESTARI MAJU INDONESIA,
Deptan R.I.: L 204/HAYATI/PPI/V/2008 (perpanjangan Th. 2000)
International Patent: PCT/ID 01/00003
National Patent: ID 0 000 438 S
MURI Kedelai Terbesar, tertinggi dan terbanyak polongnya
Anugerah Kalyana Kretya Utama Tahun 2004
Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa Bidang Pangan Th. 2009.
minimal order 1siklus tanam sampe panen perlu 6liter bio p 2000z + 6liter phosmit ( 1dus/12 liter ). harga khusus dari pabrik tuk agen / distributor.
order hub. Bimanuar email : konsultanpks99@gmail.com
( sms only ) 085378877277 / 02123650877
DOWNLOAD FILE BROSUR+PERIJINAN klik:https://www.facebook.com/groups/173851086038054/522874224469070/
Cara pemakaian youtobe klik:
http://www.youtube.com/watch?v=TxPFAkgwK0A&%3Bnoredirect=1
Penemuan Luar Biasa dimuat di Iptek Talk TVRI :
1. http://www.youtube.com/watch?v=X2D8bcogP3M
2. http://www.youtube.com/watch?v=uizjjmhfq_Y
3. http://www.youtube.com/watch?v=A5ODLdWZGqI
Anugerah Presiden : http://www.youtube.com/watch?v=7ZQkf5-84tQ
Padi Hibrida : http://www.youtube.com/watch?v=7ZQkf5-84tQ
Hibrida Anyer : http://www.youtube.com/watch?v=iBqjnbrTjpI
Hasil yang Berbeda Nyata : http://www.youtube.com/watch?v=9BNYkhOyfPU
Proyek Mikroba Google Qatar :http://www.youtube.com/watch?v=hgwJOjt7t9A
Perbedaan pupuk kimia vs Bio P2000Z klik:
http://www.youtube.com/watch?v=9BNYkhOyfPU&%3Bfeature=relmfu