PENGARUH KONSERVASI SIFAT FISIK DAN
KIMIA TANAH (Pada Lahan Bekas Tambang Bauksit Dan Emas) TERHADAP PENURUNAN
KESUBURAN TANAH SERTA CARA MENGATASINYA
RESUME
DARI JURNAL
SIFAT KIMIA DAN FISIK TANAH PADA AREAL BEKAS TAMBANG BAUKSIT DI PULAU
BINTAN, RIAU
(Soil Chemical
and Physical Properties of the ex-Bauxite Mining Site
at Bintan
Island, Riau)*)
Oleh/By:
Sastra
Sembiring1
Balai Penelitian
Kehutanan Aek Nauli
Sibaganding Km
10,5 Aek Nauli Parapat - 21174 Sumatera Utara Telp. (0625) 41659 dan 41653
1e-mail :
evo_dunkz@yahoo.co.id
*) Diterima : 06
November 2007; Disetujui : 07 Mei 2008
ABSTRACT
It is important to explore soil
properties of the ex-bauxite mining site to determine the suitable reclamation
method. By analyzing the chemical and physical properties of the ex-bauxite
mining soil in the laboratory, elements that caused the decrease of soil
fertility can be found. The effects of mining activity on the soil fertility
were studied in Wacopek village, East Bintan District, Bintan Island, after it
had been exploitated 2 years before. The random sampling method of FAO (1976)
in gathering ex-mining soil within 0-30 cm depth at six points was applied. The
research showed that the soil fertility of ex-mining site was significantly
degraded. Almost all of the chemical elements of the ex-bauxite mining soil
were in average range, except for C and N elements which were extremely less
and this caused the poor growth of plants in the plot sites. Furthermore, the
soil elements contained in the ex-bauxite mining soil could not be directly
absorbed by plants contributing also to the slow germination of plants.
Key words: Reclamation, soil properties, ex-bauxite mining,
soil fertility
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN
SEMAI MAHONI (SWIETENIA MACROPHYLLA KING.) PADA MEDIA TANAH BEKAS
TAMBANG EMAS (TAILING)
Influence
of Compost on the Growth of Seedling of Mahogany (Swietenia
macrophylla King.) Used in Land Mine Gold (Tailings)
Basuki
Wasis1 dan Agustina Sandrasari1
1Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB
ABSTRACT
Tailing
is one form of waste produced in large quantities in the gold mining activities
are nutrient poor. Therefore it is necessary for land revegetation in these
tailings. Revegetation activities must be conducted on former mining land, but
often encounter obstacles that revegetation efforts are quite heavy. The
success of revegetation on land that is dominated by tailings require plants
that are able to adapt as mahagony seedling (Swietenia
macrophylla), which has the potential if planted in dry soil as the soil
tailings. This study used a complete randomized design. The results showed 30
grams of compost fertilizer effect is very real influence with the percentage
growth of 40.70% against the control with an average growth of 6.81 cm.
Keywords:
Tailing, NPK Fertilizer, Compost Fertilizer, Mahogany (Swietenia
macrophylla)
LATAR
BELAKANG
Kegiatan
pertambangan berpotensi memberikan pemasukan daerah yang cukup besar. Namun
demikian, kegiatan tersebut juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan jika
limbah yang dihasilkan tidak diolah dengan baik. Dampak negatif yang dapat
terjadi terhadap lingkungan adalah penurunan kondisi tanah bekas penambangan (tailing)
berupa hilangnya profil lapisan tanah, terjadi pemadatan tanah (tingginya
tingkat bulk density), kekurangan unsur hara penting, pH rendah,
pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan
populasi mikroba tanah (Setyaningsih 2007; Tamin 2010; Rusdiana et al. 2000).
Karakteristik
umum yang paling me-nonjol pada lahan bekas tambang bauksit adalah lahan rusak
berat yang membuat terjadi erosi yang berat, lapisan tanah atas yang tipis atau
bahkan hilang. Tanah be-kas tambang bauksit biasanya padat dan sukar diolah;
mempunyai struktur, teks-tur, porositas, dan bulk density yang tidak
mendukung mempengaruhi perkembang-an sistem perakaran dan mengganggu
pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang padat dapat me-nyebabkan buruknya
sistem tata air dan aerasi (peredaran udara) yang secara langsung dapat membawa
dampak nega-tif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akibatnya tanaman tidak
dapat ber-kembang dengan normal, tumbuh kerdil, merana, dan mati. Rusaknya
struktur tanah juga menye-babkan tanah tidak mampu menyimpan dan meresapkan air
pada musim hujan, sehingga aliran permukaan menjadi ting-gi dan berdampak pada
peningkatan laju erosi. Sebaliknya pada musim kering ta-nah menjadi padat dan
keras sehingga sa-ngat sulit diolah.
PERMASALAHAN
A. Pengaruh Pencucian Tailing Bauksit
Terhadap Tekstur Tanah
Pada tailing bauksit
nilai persentase pasir adalah 40% termasuk rendah diban-dingkan dengan
kandungan pasir di ba-wah tegakan hutan alam sebelum ditebang Eucalyptus urophylla umur
delapan tahun dan Pinus merkusii umur 50 tahun di are-al HPH PT. Toba
Pulp Lestari di Aek Na-uli, masing-masing adalah 71,58%, 68,89 %, dan 64,80%
(Sembiring et al., 2000). Rendahnya kandungan pasir pada tailing bauksit
disebabkan adanya pencucian topsoil yang mengandung bauksit dengan air
sehingga tanah dan pasir terbawa ber-sama air. Pada tailing bauksit
nilai persentase debu adalah 10% termasuk kurang di-bandingkan persentase debu
di bawah te-gakan hutan alam, tanaman P. merkusii umur 50 tahun, dan E.
urophylla umur delapan tahun, masing-masing adalah 13,27%, 17,66%, dan
16,81% (Sembiring et al., 2000). Pada tailing bauksit nilai
persentase liat adalah 50% termasuk tinggi diban-dingkan dengan di bawah
tegakan hutan alam, tanaman E. urophylla umur delapan tahun, dan P.
merkusii umur 50 tahun, masing-masing adalah 15,14%, 14,19%, dan 17,53%
(Sembiring et al., 2000). Kandungan tanah liat yang tinggi umum-nya
mempunyai pori-pori lebih sedikit. Tanah yang mengandung persentase liat yang
tinggi sedikit menyimpan air se-hingga pada waktu musim kemarau tanah menjadi
retak, pecah, hal ini dapat me-mutuskan akar tanaman sehingga mema-tikan
tanaman. Kekurangan air pada ta-nah tidak baik untuk tempat tumbuh ta-naman.
B. Pengaruh Penambangan Bauksit Terhadap
Sifat Fisik Tanah
1. Kemampuan Tanah Menahan Air
Kemampuan tanah
menahan air sa-ngat rendah pada bekas tambang bauksit karena lapisan atas tidak
mempunyai hu-mus, serasah, dan tanaman kayu yang mempunyai akar masuk ke dalam
tanah. Asdak (2002) berpendapat hutan alam ba-ik sebagai pengatur tata air di mana
pada waktu musim penghujan air banyak ter-simpan pada lantai hutan dan
melepaskan air pada musim kemarau ke sungai lebih terkendali. Pada lantai
hutan, humus, akar pohon, dan serasah dapat meningkatkan kemampuan tanah
menahan air.
2. Kemampuan Tanah Menahan Erosi
Areal bekas tambang
bauksit yang be-lum tertutup vegetasi mempengaruhi ke-mampuan tanah dalam
menahan erosi. Pukulan air hujan yang langsung ke per-mukaan tanah menyebabkan
butir-butir tanah akan hancur dan selanjutnya akan menutup pori-pori tanah dan
membuat ta-nah menjadi padat. Pori-pori tanah yang tertutup dan menjadi padat
ini membuat air hujan yang masuk ke dalam tanah akan sedikit dan membuat aliran
permu-kaan menjadi besar. Aliran permukaan yang besar mengakibatkan erosi yang
tinggi pada lahan yang tidak bervegetasi.
3. Potensi Air
Potensi air yang ada
di sekitar bekas tambang bauksit adalah berupa kumpulan dari curah hujan yang
menjadi aliran per-mukaan. Bekas tambang bauksit belum bisa sebagai sumber
potensi air karena ta-pak tersebut umumnya tidak bervegetasi. Humus hasil
humifikasi serasah mempu-nyai fungsi fisik terhadap struktur tanah, kapasitas
penahan air, dan aerasi tanah (Gosz, 1984 dalam Tarigan, 1994).
C. Pengaruh Penambangan Bauksit Terhadap
Sifat Kimia Tanah
1. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Keasaman Tanah
Nilai keasaman (pH
H2O) tailing bauksit adalah 5,28 termasuk rendah di-bandingkan keasaman
tanah standar hasil analisis kimia tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah
(1980) yaitu 4,5-5,5 dan standar nilai kesuburan tanah yaitu ≥ 5,5 (Anzai,
1994), tetapi keasaman hampir sama dengan tapak tegakan hutan alam berkisar
antara 5,2- 5,4 (Sembiring et al., 2000). Kandungan garam tanah (pH KCl)
tailing bauksit adalah 4,11 termasuk se-dang dibandingkan hasil analisa
kimia ta-nah menurut Lembaga Penelitian Tanah (1980) yaitu 4,0-6,0 dan termasuk
rendah dibandingkan keasaman di bawah tegak-an hutan alam, P. merkusii, dan
E. uro-phylla masing-masing 4,8; 4,3; dan 4,5 (Sembiring et al.,
2000).
2. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Bahan C-Organik
C-organik tailing bauksit
adalah 1,00% termasuk rendah dibandingkan standar hasil analisis kimia tanah
menurut Lembaga Penelitian Tanah (1980) yaitu 1-2%. Juga sangat rendah
dibandingkan dengan C-organik di bawah tegakan hu-tan alam Aek Nauli yaitu
3,28% (Sem-biring et al., 2000). Rendahnya
kandungan nilai NPK pa-da bekas tambang bauksit (berturut-turut 0,09; 2,45 ppm;
dan 0,20 me/100 gr) me-rupakan salah satu penyebab lahan men-jadi kritis
3. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Kandungan N-organik
Kandungan N
(nitrogen) tailing bauk-sit adalah 0,09% termasuk sangat rendah
dibandingkan nilai N standar hasil anali-sis kimia tanah menurut Lembaga
Pene-litian Tanah (1980) yaitu 2,01-3,00%. Ju-ga sangat rendah dibandingkan
kandung-an N di bawah tegakan hutan alam Aek Nauli yaitu 0,37% (Sembiring et
al., 2000). Dalam kegiatan
penambangan bauk-sit, lapisan tanah atas yang mengandung bauksit dicuci dengan
air sehingga tanah yang mengandung nitrogen larut dalam air waktu pencucian,
hal ini dapat menu-runkan kandungan nitrogen pada tapak tersebut. Kekurangan N
pada tapak mengakibatkan tumbuhan kerdil dan da-un kuning (Dwidjoseputro,
1983).
4. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Kandungan Nilai C/N
Kandungan
nilai C/N ratio tailing bauksit adalah 11,11 termasuk sedang
di-bandingkan dengan nilai C/N ratio stan-dar hasil analisis kimia tanah
menurut Lembaga Penelitian Tanah (1980) yaitu antara 11-15. Proses pelapukan
pada tailingbauksit terlihat tidak ada secara kasat ma-ta. Hasil
analisis tanah bekas tambang bauksit adalah C/N ratio 11,11 belum
ter-urai di mana nilai tersebut masih ada da-lam batu. Hal ini terlihat pada
tumbuhan yang tumbuh kurus seperti kekurangan unsur hara pada plot penelitian. Makin tinggi nilai C/N makin rendah proses
pelapukan pada tanah (Afandia dan Nasih, 2002). Nilai C/N ratio (11,11)
masih ada dalam batu bekas tambang bauksit. Unsur tersebut dapat diserap oleh
tanaman bila sudah terurai masuk ke da-lam tanah.
5. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Kandungan Ca (Karbon)
Kandungan karbon (Ca)
tertukar tail-ing bauksit adalah 0,72 me/100 gr, lebih rendah
dibandingkan nilai standar kesu-buran tanah berdasarkan unsur hara me-nurut
Anzai (1994) yaitu ≥ 20,0 me/100 gr. Juga sangat rendah dibandingkan de-ngan
standar hasil analisis kimia tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah (1980) di
mana Ca-dd adalah 2 me/100 gr. Kekurangan Ca di dalam tanah menyebabkan
pengambilan unsur magnesium secara berlebihan sehingga tanaman menunjukkan
tanda-tanda kera-cunan (Dwidjoseputro,1983).
6. Pengaruh Pencucian Tailing Bauksit
Ter-hadap Kandungan Mg (Magnesium)
Kandungan Mg
(magnesium) dapat tertukar tailing bauksit adalah 0,31 me/ 100 gr,
termasuk sangat rendah diban-dingkan nilai standar kesuburan tanah berdasarkan
unsur hara menurut Anzai (1994) yaitu ≥ 25 me/100 gr dan sangat rendah
dibandingkan dengan standar ha-sil analisis kimia tanah menurut Lembaga
Penelitian Tanah (1980) yaitu 0,4 me/100 gr. Poewowidodo (1990) berpendapat
kan-dungan Mg di samping dibutuhkan ta-naman juga bertindak sebagai penyangga
lingkungan sistem tanah, khususnya me-ngendalikan pH tanah, sehingga kan-dungan
air dan hara dapat menunjang pertumbuhan tanaman.
7. Pengaruh Pencucian Tailing Bauksit
Terhadap Kandungan Na (Natrium)
Kandungan Na tertukar
tailing bauk-sit adalah 0,45 me/100 gr termasuk se-dang dibandingkan
hasil analisis kimia tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah (1980) yaitu
0,4-0,7 me/100 gr dan lebih rendah dibandingkan di bawah tegakan hutan alam Aek
Nauli yaitu 0,64 me/100 gr (Sembiring et al., 2000). Contoh tanah dari
hutan alam Aek Nauli sebelum dite-bang berada di lokasi PT. Toba Pulp Les-tari.
8. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Kandungan K (Kali-um) Tertukar
Kandungan K (kalium)
tersedia tailing bauksit adalah 0,20 me/100 gr, termasuk sangat rendah
dibandingkan dengan stan-dar nilai kesuburan tanah berdasarkan un-sur hara
menurut Anzai (1994) yaitu ≥ 25 me/100 gr dan rendah dibandingkan stan-dar
analisis kimia tanah menurut Lem-baga Penelitian Tanah (1980) yaitu berki-sar
antara 0,1-0,3 me/ 100 gr dan sedikit lebih rendah dibandingkan di bawah
tegakan hutan alam Aek Nauli yaitu 0,23 me/100 gram (Sembiring et al.,
2000).
9. Pengaruh Pencucian Tailing Bauksit
Terhadap Kandungan Al-dd (Alu-minium Dapat Ditukar)
Kandungan aluminium
dapat ditukar (Al-dd) tailing bauksit adalah 0,10 me/ 100 gr, sangat
rendah dibandingkan stan-dar analisis kimia tanah menurut Lemba-ga Penelitian
Tanah (1980) yaitu 5 me/ 100 gr. Sutedjo dan Kartasapoetra (1991) berpendapat
kemasaman tanah (pH) seki-tar 6,5 dinyatakan paling baik. Dwidjo-seputro (1983)
berpendapat keracunan Al pada tanaman umumnya terlihat pada da-un kuning kurus,
pucuk tidak tumbuh normal, dan tanaman agak pucat.
10. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Kandungan P-terse-dia (Bray II)
Kandungan
fosfor (P-tersedia) tailing bauksit adalah 2,45 ppm, sangat
rendahdibandingkan standar kesuburan tanah berdasarkan unsur hara menurut Anzai
(1994) yaitu ≥ 10 ppm. Salah satu kegi-atan penambangan bauksit adalah mencu-ci
tanah yang mengandung bauksit mulai dari lapisan tanah atas sampai beberapa
meter ke dalam tanah yang mengandung bauksit dengan air sehingga tanah yang
mengandung fosfor-tersedia akan larut dalam air waktu pencucian. Hal ini dapat
menurunkan kandungan fosfor-tersedia (P-tersedia) pada tapak tersebut. Keku-rangan
P-tersedia di dalam tanah akan mengurangi nitrogen. Kekurangan nitro-gen di
dalam tanah dapat membuat per-tumbuhan terhambat, daun menjadi ku-ning tua dan
mati (Dwidjoseputro, 1983).
11. Pengaruh Pencucian Tailing Bauk-sit
Terhadap Kandungan KTK (Kapasitas Tukar Kation)
Kandungan KTK
(Kapasitas Tukar Kation) tailing bauksit adalah 3,93 me/ 100 gr, sangat
rendah dibandingkan stan-dar kesuburan tanah berdasarkan unsur hara menurut
Anzai (1994) yaitu ≥ 20 me/100 gr dan sangat rendah dibanding-kan dengan
standar analisis kimia tanah menurut Lembaga Penelitian Tanah (1980) yaitu 6
me/100 gr. Salah satu cara meningkatkan
kandungan KTK pada tanah adalah menanam jenis cepat tumbuh dan berdaun banyak
yang dapat menghasilkan humus (Buckman dan Bra-dy, 1982). Faktor-faktor yang terdapat pada kan-dungan
KTK adalah ketersediaan K, Mg, Ca, Na, H+, Al+++ dan bahan organik ta-nah.
Hasil analisa menunjukkan kandung-an K, Mg, dan Ca dengan nilai masing-masing
0,20; 0,31; dan 0,72 me/100 gr lebih rendah dibandingkan dengan stan-dar
kesuburan tanah berdasarkan unsur hara menurut Anzai (1994) di mana nilai K,
Mg, dan Ca adalah ≥ 25, ≥ 25, dan ≥ 20 me/100 gr.
METODE PENANGANAN
Penambahan
kompos pada tanah tailing dapat meningkatkan kandungan hara terutama N dan P,
sementara itu kandungan Fe +3 yang bersifat toksik menurun sekitar 3-5 kali.
Hal tersebut disebabkan oleh penambahan bahan organik pada media dapat
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena memiliki daya jerap
kation yang lebih besar. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka semakin
tinggi pula KTK-nya sehingga Fe+3 berubah menjadi Fe+2 yang lebih tersedia bagi
tanaman dan memiliki fungsi penting dalam sistem enzim dan diperlukan dalam
sintesa klorofil (Hakim et al. 1986).
Kompos
merupakan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme
pengurai sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah,
disamping itu di dalam kompos terkandung hara-hara mineral yang berfungsi untuk
penyediaan makanan bagi tanaman. Kompos merupakan bahan organik yang dapat
berfungsi sebagai pupuk. Selain itu, kompos juga dapat memperbaiki sifat fisik
tanah sehingga tanah menjadi remah dan pada gilirannya mikroba-mikroba tanah
yang bermanfaat dapat hidup lebih subur (Widianto 1996 dalam Dharmawan
2003). Kompos juga berguna untuk bioremediasi (Notodarmojo 2005).
Kompos
bersifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang
air dan mengandung unsur C yang relatif tinggi sehingga dapat menjadi sumber
energi mikroba (Paul Clark 1989 dalam Lesmanawati 2005). Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos cenderung lebih baik kualitasnya daripada
tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia. Samekto (2006) menyatakan bahwa kompos
mampu mengurangi kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan
kemampuannya dalam penyerapan hara. Peranan bahan organik dalam pertumbuhan
tanaman dapat secara langsung, atau sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui
perubahan sifat dan ciri tanah. Dalam Samekto (2006), kompos membantu tanah
yang miskin hara menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bibit dengan lebih
baik, memperbaiki struktur tanah sehingga akar bibit dapat tumbuh dengan baik
dan dapat melaksanakan fungsinya dalam menyerap unsur hara yang dibutuhkan
bibit dengan lebih optimal.
KESIMPULAN
Nilai fisik kimia
tanah bekas tambang bauksit, rendah dibanding dengan hu-tan alam dan hutan
tanaman. Kondisi kimia tanah di bekas penam-bangan bauksit terutama unsur N
(nit-rogen) dalam tanah terdapat konsen-trasi sebesar 0,09%, jauh di bawah
syarat kadar nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Nilai pH tanah
berkisar antara 4,11-5,28 termasuk asam namun masih da-pat ditanami dengan
jenis tanaman tertentu untuk mengurangi kemasam-an pada tanah. Tekstur tanah
adalah liat berpasir de-ngan perbandingan liat, pasir, dan debu sebesar 50%, 40%,
dan 10%. Keterse-diaan unsur Ca, Mg, Na, dan K di lo-kasi penelitian sebesar
0,72; 0,31; 0,45; dan 0,20 me/100 gr. Ketersedia-an unsur dan tekstur tanah
pada bekas tambang bauksit berpotensi untuk memenuhi kebutuhan tumbuh tanaman.
Penambahan kompos pada tanah
tailing dapat meningkatkan kandungan hara terutama N dan P, sementara itu
kandungan Fe +3 yang bersifat toksik menurun sekitar 3-5 kali. Kompos bersifat
hidrofilik sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air dan mengandung
unsur C yang relatif tinggi sehingga dapat menjadi sumber energi mikroba.
Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat.
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah.
No comments:
Post a Comment