PERTANIAN ORGANIK


            Pertanian organik sebagai istilah dari budidaya tanaman tanpa menggunakan pestisida kimia dan pupuk konvensional yang tidak ramah lingkungan. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem pengelolahan ekologi produksi untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, biologi, dan siklus aktivitas biologi tanah. Hal ini berdasarkan pada penggunaan input off farm yang minimal dan memperbaiki manajemen, mempertahankan dan meningkatkan harmoni ekologi. Pengertian pertanian organik di atas tidak berbeda dengan pengertian dari pertanian berlanjut. Penelitian tentang pertanian organik yang dilakukan selama beberapa dekade telah mengungkapkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan pertanian berlanjut, yaitu (1) erosi tanah berkurang (2) rendahnya konsumsi bahan bakar dari fosil (3) kurangnya pencucian nitrat (4) penyerapan karbon secara besar-besaran (5) dan sedikit atau tidaknya penggunaan pestisida.
            Ada beberapa prinsip yang menjadi ciri menarik dari pertanian organik yang bersertifikat yaitu mereka termasuk keanekaragaman hayati, integrasi, keberlanjutan tanaman, nutrisi tanaman alami , manajemen alami dan integritas. Sebagai aturan umum, keberagaman ekosistem di alam memiliki tingkat stabilitas lebih tinggi dibandingkan hanya dengan beberapa spesies saja. Pertanian dengan menggunakan tanaman yang beragam dapat menguntungkan organisme yang membantu dalam penyerbukan dan pengendalian hama. Keanekaragaman dalam tanah juga menunjukkan keragaman tanah seperti menyediakan nutrisi yang lebih baik, hasil panen, dan juga fiksasi nitrogen.
            Filosofi nutrisi tanaman organik dimulai dengan perawatan yang tepat dan nutrisi tersebut bertanggungjawab untuk proses pencernaan organisme tanah. Petani organik percaya ini adalah yang terbaik yang dilakukan dengan menghindari bahan-bahan kimia yang beracun dan persiapan lahan yang berlebihan yang tentunya akan berbahaya bagi organisme tanah, serta adanya penambahan bahan organik dan batuan mineral alami. Dari perspektif organik, pendekatan konvensional memiliki beberapa kelemahan, yaitu (1) menerapkan dalam jumlah besar pupuk untuk panen hanya untuk satu sampai tiga kali per musim, sehingga terjadi ketidakseimbangan gizi yang nantinya mengarah pada penyakit tanaman, infeksi serangga, dan mengurangi kualitas makanan (2) terjadinya penurunan karena adanya kegagalan dalam merawat tanah dengan praktek-praktek lain yang dapat merusak. Akibatnya tanaman kehilangan nutrisi, hasil panen berkurang, dan tanah menjadi tergantung pada input-input kimia (3) fertilisasi konvensional cenderung berkonsentrasi pada jumlah makronutrien yang terbatas meskipun kebutuhannya untuk 13 mineral dibutuhkan (4) penerapan jumlah nutrisi yang besar dapat bermasalah pada spesies gulma tertentu (5) nutrisi yang larut terutama nitrat rentan terhadap pencucian, hal itu dapat menyebabkan lingkungan dan kesehatan bermasalah.
           

FAHMI

No comments:

Post a Comment

Instagram