1.
Prinsip Pertanian Organik
Pertanian organik adalah
sistem manajemen yang holistik melalui promosi dan peningkatan
pendekatan sistem pertanian berwawasan kesehatan lingkungan, termasuk
biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologis tanah. Pertanian ini
menekankan pada praktik manajemen yang memilih secara sadar bahan yang aman
bagi lingkungan dan menyesuaikan dengan kondisi lokalitas (FAO, 1999).
Pertanian organik bukanlah metode
yang baru. Sejak awal teknologi pertanian diterapkan oleh manusia, metode yang
digunakan adalah sama dengan organik dan menggunakan bahan bahan alamiah yang
ramah lingkungan. Walaupun menggunakan prinsip ramah lingkungan, pertanian
organik menggunakan teknologi modern dalam teknik bercocok tanam, penyediaan
pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit, serta manajemen yang baik untuk
menunjang kesuksesan pertanian organik.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah
menetapkan empat penilaian pertanian yang dapat dikategorikan organik, yakni.
a)
Disain
rotasi lahan
o
Menggunakan tanaman yang bervariasi
o
Mengutamakan tumbuhan yang hijau
dalam rotasi tanaman
o
Menggunakan pembatas tanaman dan
menghindari kosongnya lahan
o
Meningkatkan produktivitas tanaman
o
Mengatur rotasi tanaman pertanian
organik untuk mengkondisikan tanah agar memproduksi unsur hara dengan alami
b)
Manajemen
pemupukan
o
Meningkatkan efisiensi penggunaan
nitrogen (N2O)
o
Menyesuaikan penggunaan pupuk sesuai
dengan kebutuhan tanaman
o
Menggunakan pupuk dengan daya larut
yang lambat
o
Menggunakan nitrogen ketika
pemahaman mengenai tanaman sudah jelas
o
Menempatkan nitrogen ke dalam tanah
untuk meningkatkan aksesibilitas
o
Menghindarkan penggunaan nitrogen
secara berlebih
c)
Manajemen
persediaan dan peningkatan ketersediaan lahan
o
Mengurangi emisi
o
Menanam tumbuhan yang mempunyai akar
yang dalam untuk produksi utama
o
Menggunakan tanaman legum (kacang
polong-polongan) ke dalam lahan untuk mengembalikan sisa panen ke dalam tanah
o
Mencegah emisi metana dari timbunan
pupuk
o
Memanfaatkan biogas
o
Menggunakan pupuk kompos
d)
Pemeliharaan
tanah yang subur dan pemulihan lahan yang rusak
o
Menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
o
Menggunakan pupuk kompos, hijau, dan
kandang
o
Menghentikan erosi lahan dan
penumpukan karbon melalui teknik konservasi lahan seperti teknik terrasering
o
Menggunakan sisa hasil panen untuk
menutup tanah
o
Menghemat penggunaan air
o
Mengisolasi CO2 dengan meningkatkan
materi organik bagi tanah
2.
Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk
pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat
digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah
untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan
yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai
aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam
pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan,
tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah
diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia.
Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu
sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik
mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar
internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti
Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih
banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan
Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik
di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas.
Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang
memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada
awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan
agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi
komoditas tersebut.
Areal tanam
pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar
7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2
juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di
Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta
hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian
organik internasional di samping produk peternakan.
Daftar areal tanam pertanian organik masing-masing
wilayah di dunia, 2002
No. Wilayah
Areal Tanam (juta ha)
- Australia dan Oceania 7,70
- Eropa 4,20
- Amerika Latin 3,70
- Amerika Utar 1,30
- Asia 0,09
- Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang
cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal
ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak
sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian
organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia
seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan
lain-lain.
Pengembangan
selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi
permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti
sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup
cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan
pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi
Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di
Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir
sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani
seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan.
Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar
petani.
Di dunia yang penuh dengan polusi ini,
pertanian organik perlu untuk diterapkan secara luas. Pertanian organik selain
baik bagi kesehatan dan ramah sosial, juga tidak merusak lingkungan karena
tidak menggunakan bahan kimia, pupuk buatan, dan rekayasa genetik.
Pertanian organik secara teoritis sangat baik
bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan
secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam
penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan,
pertanian organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal
seperti pengetahuan pertanian petani adat dan lokal.
Dari segi ekonomi pun pertanian organik
ternyata mempunyai peluang yang besar untuk berkembang. FAO memprediksikan,
pasar global pangan organik yang tahun 2006 mencapai nilai US $ 40 miliar
diperkirakan akan mencapai US $ 70 miliar tahun 2012. Walaupun di tingkat
nasional pasar pertanian organik masih didominasi oleh masyarakat menengah ke atas,
peluang pertanian organik tidak dapat diabaikan begitu saja dan perlu
diterapkan secara massal mengingat kebaikannya bagi aspek lingkungan dan sosial
kemasyarakatan.
3.
Pemanfaatan Bahan Alami
dalam Pertanian Organik
Pemanfaatan bahan-bahan alami lokal di sekitar
lokasi pertanian seperti limbah produk pertanian sebagai bahan baku pembuatan
pupuk organik seperti kompos sangat efektif mereduksi penggunaan pupuk kimia
sintetis yang jelas-jelas tidak ramah lingkungan. Demikian juga dengan
pemanfaatan bahan alami seperti tanaman obat yang ada untuk dibuat racun hama
akan mengurangi penggunaan bahan pencemar bahaya yang diakibatkan pestisida,
fungisida, dan insektisida kimia.
Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk
organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi
dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk
kimia berlebihan. Di samping itu, banyak mikroorganisme di alam yang memiliki
kemampuan mereduksi dan mendegradasi bahan-bahan kimia berbahaya yang
diakibatkan pencemaran dari bahan racun yang digunakan dalam aktivitas
pertanian konvensional seperti racun serangga dan hama.
Dengan kemajuan teknologi, pertanian organik
adalah pertanian ramah lingkungan yang murah dan berteknologi sederhana (tepat
guna) dan dapat dijangkau semua petani di Indonesia. Serangga hama dan musuh
alami merupakan bagian keanekaragaman hayati. Serangga hama memiliki kemampuan
berbiak yang tinggi untuk mengimbangi tingkat kematian yang tinggi di alam.
Keseimbangan alami antara serangga hama dan musuh alami sering dikacaukan
penggunaan insektisida kimia yang hanya satu macam.
Pertanian organik bukan hanya baik bagi
kesehatan, tetapi juga bagi lingkungan bumi. Beberapa ahli pertanian Amerika
Serikat yakin pertanian organik merupakan cara baru mengurangi gas-gas rumah
kaca yang menyumbang pemanasan global. Laurie Drinkwater, ahli manajemen tanah
dan ekologi Rodale Institute di Kutztown, Pennsylvania, AS bersama koleganya
membandingkan pertanian organik dengan metode sebelumnya yang menggunakan pupuk
kimia selama 15 tahun. Hasilnya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature
(Desember 1998) jika pupuk organik digunakan dalam kawasan pertanian kedelai
utama di AS, setiap tahun, karbon dioksida di atmosfer dapat berkurang 1-2%.
Drinkwater mengatakan, pengurangan ini
merupakan kontribusi yang sangat berarti. Selain itu negara-negara industri
sepakat dalam pertemuan Bumi di Kyoto Jepang untuk mengurangi emisi
karbondioksida sampai 5,2% dari tahun 1990 hingga tahun 2008-2012. Dalam penelitian
ini juga ditemukan, pertanian organik menggunakan energi 50% lebih kecil
dibandingkan dengan metode pertanian konvensional.
4. Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik
modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan
kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan
yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi
secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih
banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan
pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan
teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi,
biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern
diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor
dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke
negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu
pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik
yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk
pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a)
Sertifikasi Lokal untuk pangsa
pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk
kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah
sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan
menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk
merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan
melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b)
Sertifikasi Internasional untuk
pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya
sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk
organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi
persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat
dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan,
(Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang
diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke
pasar internasional.
5. Manfaat Pertanian Organik
Sejumlah keuntungan yang dapat dipetik dari pengembangan pertanian organik adalah, antara lain:
Sejumlah keuntungan yang dapat dipetik dari pengembangan pertanian organik adalah, antara lain:
5.1. Kesehatan
- Menghasilkan makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat. Data menunjukkan bahwa praktek pertanian organik mampu meningkatkan hasil sayuran hingga 75% dibanding pertanian konvensional. Disamping itu, produk pertanian organik juga mempunyai kandungan vitamin C, kalium, dan beta karoten yang lebih tinggi.
- Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, karena petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.
- Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Karena pertanian organik: (1) Menghindari penggunaan bahan kimia sintetis dan (2) Memanfaatkan limbah kegiatan pertanian seperti kotoran ternak dan jerami sebagai pupuk kompos.
5.2. Lingkungan
a. Kualitas Tanah
Menjaga sifat fisik, kimia dan
biologi tanah yang baik merupakan hal yang penting dalam pertanian organik.
Untuk itu dalam pertanian organik diutamakan cara pengelolaan tanah yang
meminimalkan erosi, meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta mendorong
kuantitas dan diversitas biologi tanah.
Dalam pertanian organik peningkatan kesuburan tanah dilakukan tanpa menggunakan pupuk kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan teknik - teknik sebagai berikut :
- Rotasi tanaman secara tepat, mixed cropping dan integrasi tanaman dengan ternak.
- Meningkatkan populasi mikroorganisme tanah melalui penggunaan pupuk organik.
- Meminimalkan pengolahan tanah yang mengganggu aktivitas biota tanah.
- Menjaga tanah selalu tertutup dengan mulsa organik.
- Menghindari pengolahan tanah yang berlebihan pada tanah yang miring untuk mencegah erosi.
- Menggunakan tanaman dalam strip dan tumpang sari.
- Menghindari penggembalaan yang berlebihan.
- Tidak menggunakan bahan kimia sintetis yang meracuni mikroorganisme tanah dan merusak struktur tanah.
b. Penghematan energi
Hasil studi menunjukkan bahwa sistem produksi organik hanya menggunakan 50-80% energi minyak untuk menghasilkan setiap unit pangan dibandingkan dengan sistem produksi pertanian konvensional. Namun demikian, ini tidak berlaku untuk semua sistem produksi sayuran dan buah-buahan.
c. Kualitas Air
c. Kualitas Air
Penjagaan kualitas air merupakan
upaya yang sangat penting dalam sistem pertanian lestari (sustainable agriculture system).
Kenyataan menunjukkan bahwa polusi air tanah (groundwater) dan air muka tanah (surface water) oleh nitrat dan fosfat menjadi hal yang umum terjadi
di kawasan pertanian. Residu pupuk dan pestisida sintetis serta bakteri
penyebab penyakit seperti Escherichia
Coli juga seringkali terdeteksi di sistem perairan.
Pada areal pertanian organik, sumber
air dijaga dengan menghindari praktek-praktek pertanian yang menyebabkan erosi
tanah dan pencucian nutrisi, pencemaran air akibat penggunaan bahan
kimia. Kotoran hewan yang akan digunakan untuk pupuk organik selalu
dikelola dengan hati-hati dan dikomposkan sebelum digunakan. Di samping itu,
penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis juga dilarang dalam sistem
pertanian organik.
d. Kualitas Udara
Pertanian organik terbukti mampu
meminimalkan perubahan iklim global karena emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian
organik lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pertanian
organik tidak menggunakan pupuk nitrogen sintetis sehingga tidak ada emisi
nitrogen oksida dari pupuk buatan tersebut.
Penggunaan minyak bumi juga lebih rendah sehingga
menurunkan emisi gas karbon dioksida. Lebih penting lagi, pertanian organik menyediakan penampungan (sink) untuk karbon dioksida melalui peningkatan kandungan bahan
organik di tanah serta penutupan permukaan tanah dengan tanaman penutup tanah.
e. Pengelolaan Limbah
Praktek pertanian organik
mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi pupuk
organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang selama ini
dianggap limbah, justru menjadi bahan yang
mempunyai nilai sebagai sumber nutrisi dan bahan organik bagi
pertanian organik.
f. Keanekaragaman Hayati
f. Keanekaragaman Hayati
Pertanian organik tidak hanya
menghindari penggunaan pestisida sintetis, namun juga mampu menciptakan
keanekaragaman hayati. Praktek seperti rotasi pertanaman, tumpang sari serta
pengolahan tanah konservasi merupakan hal-hal yang mampu meningkatkan
keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat yang sehat bagi banyak spesies
mulai dari jamur mikroskopis hingga binatang besar.
Pertanian organik tidak menggunakan
organisme hasil rekayasa genetika (Genetic
Enggineering Organism) atau organisme transgenik (Genetically Modified Organism) serta produknya karena alasan
keamanan lingkungan, kesehatan dan sosial.
5.3 Manfaat Pertanian
Organik Bagi Perubahan Iklim
Pertanian
organik memiliki potensi besar untuk perubahan iklim karena kemampuan yang
tinggi dalam penyerapan karbon. Selain itu, menawarkan potensi besar dalam hal
strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.
Sektor organik mendapatkan tempat pada
Konferensi Perubahan Iklim PBB (KTT Iklim PBB) di Kopenhagen lalu dengan
Perundingan Meja Bundar tentang "Pertanian Organik dan Perubahan
Iklim". Tujuannya adalah untuk meningkatkan peran pertanian organik dalam
memperlambat perubahan iklim serta mendorong, mendukung dan mempromosikan
penelitian tentang pertanian organik dan perubahan iklim.
Ada delapan anggota yang telah bergabung,
termasuk Italian ICEA, World Federation of Organic Agriculture
Movements (IFOAM), the Rodale
Institute (U.S.), Swedish KRAV, English Soil Association, International Center of Research on Organic
Farming (ICROFS) dari Denmark, Research
Institute on Organic Farming (FIBL) dan FAO.
Kelompok ini telah membentuk rencana aksi untuk
tahun 2010 dan 2011. Selama 2010, kegiatan utamanya adalah mengembangkan
metodologi untuk pasar emisi karbon, yang bersinergi dengan tujuan pembangunan
yang lebih luas, dan bermanfaat bagi produsen kecil di Selatan.
Menurut Urs Niggli, Direktur FiBL (16/12),
koordinator kegiatan ini, "Pertanian organik memiliki potensi besar untuk
mitigasi perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi dalam penyerapan karbon
di dalam tanah dan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca akibat tidak adanya
pupuk sintetis dan penggunaan bahan organik. Selain itu, menawarkan potensi
besar dalam hal strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. "
Sedangkan IFOAM
mengatakan, pertanian organik memiliki potensi untuk mitigasi melalui
pengaraman CO2 dalam tanah antara 5% dan 32% dari seluruh emisi gas rumah kaca
global per tahun. Integrasi Eko-sistem, melindungi dan meningkatkan
keanekaragaman hayati, mengurangi risiko, mengurangi dampak lingkungan,
meningkatkan pendapatan dan pengetahuan serta membangun masyarakat.
Sebelumnya dalam
Konggres Organik Eropa Kedua, awal Desember 2009 lalu, Christopher Stopes,
Presiden Kelompok IFOAM Uni Eropa dalam sambutannya mengatakan, "Untuk
menyelaraskan produksi pangan dalam menghadapi tantangan masa depan, sistem
pangan yang berkelanjutan benar-benar sangat dibutuhkan. Jika kita ingin
melihat kemajuan nyata di Eropa, kebijakan pertanian ke depan harus memiliki
strategi mainstream untuk menghadapi tantangan masa depan yang berkelanjutan,
adil dan etika sosial makanan dan sistem pertanian. Pertanian organik
menawarkan model yang komprehensif.
Thomas Dosch, Wakil Presiden Kelompok IFOAM Uni
Eropa, yang mewakili Kelompok IFOAM Uni Eropa di Konferensi Perubahan Iklim di
Kopenhagen mengatakan bahwa pertanian harus memainkan peran dalam mitigasi
perubahan iklim dan adaptasi. Tapi kita tidak boleh melupakan aspek-aspek
keberlanjutan lain jika memerangi perubahan iklim.
Menurutnya, pertanian organik adalah solusi
ganda. Ia memancarkan sedikit karbon seperti menggunakan lebih sedikit input
dan mengikat karbon di tanah lebih tinggi, sementara memberikan hasil lebih
baik dalam konservasi keanekaragaman hayati, kesejahteraan binatang dan
konservasi tanah. Untuk itu praktik organik harus dipertimbangkan oleh pembuat
keputusan dalam strategi mitigasi iklim.
Hasil penelitian Soil Association yang
dipublikasikan pada 26 November menunjukkan bahwa jika semua tanah pertanian
Inggris diubah menjadi organik, setidaknya 3,2 juta ton karbon akan diserap
oleh tanah setiap tahun - setara dengan menyerap hampir satu juta mobil off the
road.
Hasil penelitian
menemukan bahwa rata-rata pertanian organik memproduksi 28 persen lebih tinggi
tingkat karbon tanah dibandingkan pertanian non-organik di Eropa Utara dan 20
persen lebih tinggi untuk semua studi di negara-negara Eropa, Amerika Utara dan
Australia. Di Inggris, padang rumput yang dikombinasikan dengan sistem
pertanian memiliki peran penting, dan karbon tanah dapat mengimbangi emisi
metan dari ternak dan domba yang diberi makan rumput.
Ditemukan pula
bahwa adopsi praktik pertanian organik secara luas di Inggris akan menyerap 23
persen emisi pertanian Inggris melalui pengaraman karbon tanah sendiri,
lebih dari dua kali lipat target dari pemerintah yang hanya 6-11 persen pada
2020. Peralihan menuju pertanian organik seluruh dunia dapat menyerap 11 persen
dari total emisi gas rumah kaca. Peningkatan kandungan karbon tanah juga
membuat pertanian seluruh dunia lebih tahan terhadap iklim ekstrim
seperti kekeringan dan banjir, serta menyebabkan keamanan pangan leih besar.
Direktur
Kebijakan Soil Association, Peter Melchett mengatakan bahwa perubahan iklim
berarti "bisnis seperti biasa dalam pangan dan sistem pertanian kita tidak
lagi menjadi pilihan untuk meminimalkan deforestasi hutan tropis dan
memaksimalkan penyerapan karbon tanah kita perlu beralih ke diet sehat
berdasarkan proses, musim produksi dan daging yang diberi makan rumput
berlebihan daripada daging unggas dan babi intensif," katanya.
No comments:
Post a Comment