SISTEM PERTANIAN ORGANIK


1.      Prinsip Pertanian Organik
Pertanian organik adalah  sistem  manajemen  yang holistik melalui promosi dan peningkatan pendekatan sistem pertanian berwawasan kesehatan lingkungan, termasuk biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologis tanah. Pertanian ini menekankan pada praktik manajemen yang memilih secara sadar bahan yang aman bagi lingkungan dan menyesuaikan dengan kondisi lokalitas (FAO, 1999).
Pertanian organik bukanlah metode yang baru. Sejak awal teknologi pertanian diterapkan oleh manusia, metode yang digunakan adalah sama dengan organik dan menggunakan bahan bahan alamiah yang ramah lingkungan. Walaupun menggunakan prinsip ramah lingkungan, pertanian organik menggunakan teknologi modern dalam teknik bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit, serta manajemen yang baik untuk menunjang kesuksesan pertanian organik.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menetapkan empat penilaian pertanian yang dapat dikategorikan organik, yakni.
a)       Disain rotasi lahan
o    Menggunakan tanaman yang bervariasi
o    Mengutamakan tumbuhan yang hijau dalam rotasi tanaman
o    Menggunakan pembatas tanaman dan menghindari kosongnya lahan
o    Meningkatkan produktivitas tanaman
o    Mengatur rotasi tanaman pertanian organik untuk mengkondisikan tanah agar memproduksi unsur hara dengan alami
b)       Manajemen pemupukan
o    Meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen (N2O)
o    Menyesuaikan penggunaan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman
o    Menggunakan pupuk dengan daya larut yang lambat
o    Menggunakan nitrogen ketika pemahaman mengenai tanaman sudah jelas
o    Menempatkan nitrogen ke dalam tanah untuk meningkatkan aksesibilitas
o    Menghindarkan penggunaan nitrogen secara berlebih
c)       Manajemen persediaan dan peningkatan ketersediaan lahan
o    Mengurangi emisi
o    Menanam tumbuhan yang mempunyai akar yang dalam untuk produksi utama
o    Menggunakan tanaman legum (kacang polong-polongan) ke dalam lahan untuk mengembalikan sisa panen ke dalam tanah
o    Mencegah emisi metana dari timbunan pupuk
o    Memanfaatkan biogas
o    Menggunakan pupuk kompos
d)       Pemeliharaan tanah yang subur dan pemulihan lahan yang rusak
o    Menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
o    Menggunakan pupuk kompos, hijau, dan kandang
o    Menghentikan erosi lahan dan penumpukan karbon melalui teknik konservasi lahan seperti teknik terrasering
o    Menggunakan sisa hasil panen untuk menutup tanah
o    Menghemat penggunaan air
o    Mengisolasi CO2 dengan meningkatkan materi organik bagi tanah
2.      Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.
Daftar areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
    No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)
  1. Australia dan Oceania 7,70
  2. Eropa 4,20
  3. Amerika Latin 3,70
  4. Amerika Utar 1,30
  5. Asia 0,09
  6. Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Di dunia yang penuh dengan polusi ini, pertanian organik perlu untuk diterapkan secara luas. Pertanian organik selain baik bagi kesehatan dan ramah sosial, juga tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia, pupuk buatan, dan rekayasa genetik.
Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan pertanian petani adat dan lokal.
Dari segi ekonomi pun pertanian organik ternyata mempunyai peluang yang besar untuk berkembang. FAO memprediksikan, pasar global pangan organik yang tahun 2006 mencapai nilai US $ 40 miliar diperkirakan akan mencapai US $ 70 miliar tahun 2012. Walaupun di tingkat nasional pasar pertanian organik masih didominasi oleh masyarakat menengah ke atas, peluang pertanian organik tidak dapat diabaikan begitu saja dan perlu diterapkan secara massal mengingat kebaikannya bagi aspek lingkungan dan sosial kemasyarakatan.

3.      Pemanfaatan Bahan Alami dalam Pertanian Organik
Pemanfaatan bahan-bahan alami lokal di sekitar lokasi pertanian seperti limbah produk pertanian sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik seperti kompos sangat efektif mereduksi penggunaan pupuk kimia sintetis yang jelas-jelas tidak ramah lingkungan. Demikian juga dengan pemanfaatan bahan alami seperti tanaman obat yang ada untuk dibuat racun hama akan mengurangi penggunaan bahan pencemar bahaya yang diakibatkan pestisida, fungisida, dan insektisida kimia.
Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan. Di samping itu, banyak mikroorganisme di alam yang memiliki kemampuan mereduksi dan mendegradasi bahan-bahan kimia berbahaya yang diakibatkan pencemaran dari bahan racun yang digunakan dalam aktivitas pertanian konvensional seperti racun serangga dan hama.
Dengan kemajuan teknologi, pertanian organik adalah pertanian ramah lingkungan yang murah dan berteknologi sederhana (tepat guna) dan dapat dijangkau semua petani di Indonesia. Serangga hama dan musuh alami merupakan bagian keanekaragaman hayati. Serangga hama memiliki kemampuan berbiak yang tinggi untuk mengimbangi tingkat kematian yang tinggi di alam. Keseimbangan alami antara serangga hama dan musuh alami sering dikacaukan penggunaan insektisida kimia yang hanya satu macam.
Pertanian organik bukan hanya baik bagi kesehatan, tetapi juga bagi lingkungan bumi. Beberapa ahli pertanian Amerika Serikat yakin pertanian organik merupakan cara baru mengurangi gas-gas rumah kaca yang menyumbang pemanasan global. Laurie Drinkwater, ahli manajemen tanah dan ekologi Rodale Institute di Kutztown, Pennsylvania, AS bersama koleganya membandingkan pertanian organik dengan metode sebelumnya yang menggunakan pupuk kimia selama 15 tahun. Hasilnya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature (Desember 1998) jika pupuk organik digunakan dalam kawasan pertanian kedelai utama di AS, setiap tahun, karbon dioksida di atmosfer dapat berkurang 1-2%.
Drinkwater mengatakan, pengurangan ini merupakan kontribusi yang sangat berarti. Selain itu negara-negara industri sepakat dalam pertemuan Bumi di Kyoto Jepang untuk mengurangi emisi karbondioksida sampai 5,2% dari tahun 1990 hingga tahun 2008-2012. Dalam penelitian ini juga ditemukan, pertanian organik menggunakan energi 50% lebih kecil dibandingkan dengan metode pertanian konvensional.

4.      Pertanian Organik Modern

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a)      Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b)      Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

     5.   Manfaat Pertanian Organik  
           Sejumlah keuntungan yang dapat dipetik dari pengembangan pertanian organik adalah, antara lain:
5.1.  Kesehatan  
  • Menghasilkan makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat. Data menunjukkan bahwa praktek pertanian organik mampu meningkatkan hasil sayuran hingga 75% dibanding pertanian konvensional. Disamping itu, produk pertanian organik juga mempunyai kandungan vitamin C,  kalium, dan beta karoten yang lebih tinggi.
  • Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, karena petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.
  • Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Karena pertanian organik: (1) Menghindari penggunaan bahan kimia sintetis dan (2) Memanfaatkan limbah kegiatan pertanian seperti kotoran ternak dan jerami sebagai pupuk kompos.

5.2. Lingkungan  

a. Kualitas Tanah
Menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik merupakan hal yang penting dalam pertanian organik. Untuk itu dalam pertanian organik diutamakan cara pengelolaan tanah yang meminimalkan erosi, meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta mendorong kuantitas dan diversitas biologi tanah.

           Dalam pertanian organik peningkatan kesuburan tanah dilakukan tanpa menggunakan pupuk kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan  teknik - teknik sebagai berikut :
  • Rotasi tanaman secara tepat,  mixed cropping dan integrasi tanaman dengan ternak.     
  • Meningkatkan populasi mikroorganisme tanah melalui penggunaan pupuk organik.     
  • Meminimalkan pengolahan tanah yang mengganggu aktivitas biota tanah.      
  • Menjaga tanah selalu tertutup dengan mulsa organik.     
  • Menghindari pengolahan tanah yang berlebihan pada tanah yang miring untuk  mencegah erosi.    
  • Menggunakan tanaman dalam strip dan tumpang sari.     
  • Menghindari penggembalaan yang berlebihan.     
  • Tidak menggunakan bahan kimia sintetis yang meracuni mikroorganisme tanah dan merusak struktur tanah.

b. Penghematan energi
Hasil  studi  menunjukkan  bahwa    sistem produksi organik hanya  menggunakan 50-80%  energi minyak  untuk   menghasilkan setiap unit   pangan dibandingkan  dengan   sistem produksi  pertanian  konvensional. Namun  demikian, ini  tidak  berlaku  untuk semua  sistem produksi sayuran dan buah-buahan.

c. Kualitas Air
Penjagaan kualitas air merupakan upaya yang sangat penting dalam sistem pertanian lestari  (sustainable agriculture system). Kenyataan menunjukkan bahwa polusi air tanah (groundwater) dan air muka tanah (surface water) oleh nitrat dan fosfat menjadi hal yang umum terjadi di kawasan pertanian. Residu pupuk dan pestisida sintetis serta bakteri penyebab penyakit seperti Escherichia Coli juga seringkali terdeteksi di sistem perairan.
Pada areal pertanian organik, sumber air dijaga dengan menghindari praktek-praktek pertanian yang menyebabkan erosi tanah dan pencucian nutrisi, pencemaran air akibat penggunaan bahan kimia.  Kotoran hewan yang akan digunakan untuk pupuk organik selalu dikelola dengan hati-hati dan dikomposkan sebelum digunakan. Di samping itu, penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis juga dilarang dalam sistem pertanian organik.

d. Kualitas Udara
Pertanian organik terbukti mampu meminimalkan perubahan iklim global karena emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian organik lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pertanian organik tidak menggunakan pupuk nitrogen sintetis sehingga tidak ada emisi nitrogen oksida dari pupuk buatan tersebut.
Penggunaan minyak bumi juga lebih  rendah  sehingga menurunkan emisi gas karbon dioksida. Lebih  penting lagi,  pertanian  organik  menyediakan   penampungan (sink) untuk karbon dioksida melalui peningkatan kandungan bahan organik di tanah serta penutupan permukaan tanah dengan tanaman penutup tanah.
 
e. Pengelolaan Limbah  
Praktek    pertanian  organik   mengurangi   jumlah  limbah melalui daur ulang limbah menjadi pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang selama ini dianggap  limbah,  justru menjadi  bahan  yang  mempunyai nilai  sebagai  sumber nutrisi dan bahan organik bagi pertanian organik.

f. Keanekaragaman Hayati
Pertanian organik tidak hanya menghindari penggunaan pestisida sintetis, namun juga mampu menciptakan keanekaragaman hayati. Praktek seperti rotasi pertanaman, tumpang sari serta pengolahan tanah konservasi merupakan hal-hal yang mampu meningkatkan keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat yang sehat bagi banyak spesies mulai dari jamur mikroskopis hingga binatang besar.
Pertanian organik tidak menggunakan organisme hasil rekayasa genetika (Genetic Enggineering Organism) atau organisme transgenik (Genetically Modified Organism) serta produknya karena alasan keamanan lingkungan, kesehatan dan sosial.

5.3 Manfaat Pertanian Organik Bagi Perubahan Iklim
Pertanian organik memiliki potensi besar untuk perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi dalam penyerapan karbon. Selain itu, menawarkan potensi besar dalam hal strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.
Sektor organik mendapatkan tempat pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (KTT Iklim PBB) di Kopenhagen lalu dengan Perundingan Meja Bundar tentang "Pertanian Organik dan Perubahan Iklim". Tujuannya adalah untuk meningkatkan peran pertanian organik dalam memperlambat perubahan iklim serta mendorong, mendukung dan mempromosikan penelitian tentang pertanian organik dan perubahan iklim. 
Ada delapan anggota yang telah bergabung, termasuk Italian ICEA, World Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM), the Rodale Institute (U.S.), Swedish KRAV, English Soil Association, International Center of Research on Organic Farming (ICROFS) dari Denmark, Research Institute on Organic Farming (FIBL) dan FAO.
Kelompok ini telah membentuk rencana aksi untuk tahun 2010 dan 2011. Selama 2010, kegiatan utamanya adalah mengembangkan metodologi untuk pasar emisi karbon, yang bersinergi dengan tujuan pembangunan yang lebih luas, dan bermanfaat bagi produsen kecil di Selatan.
Menurut Urs Niggli, Direktur FiBL (16/12), koordinator kegiatan ini, "Pertanian organik memiliki potensi besar untuk mitigasi perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi dalam penyerapan karbon di dalam tanah dan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca akibat tidak adanya pupuk sintetis dan penggunaan bahan organik. Selain itu, menawarkan potensi besar dalam hal strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. "
            Sedangkan IFOAM mengatakan, pertanian organik memiliki potensi untuk mitigasi melalui pengaraman CO2 dalam tanah antara 5% dan 32% dari seluruh emisi gas rumah kaca global per tahun. Integrasi Eko-sistem, melindungi dan meningkatkan keanekaragaman hayati, mengurangi risiko, mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan pendapatan dan pengetahuan serta membangun masyarakat.
            Sebelumnya dalam Konggres Organik Eropa Kedua, awal Desember 2009 lalu, Christopher Stopes, Presiden Kelompok IFOAM Uni Eropa dalam sambutannya mengatakan, "Untuk menyelaraskan produksi pangan dalam menghadapi tantangan masa depan, sistem pangan yang berkelanjutan benar-benar sangat dibutuhkan. Jika kita ingin melihat kemajuan nyata di Eropa, kebijakan pertanian ke depan harus memiliki strategi mainstream untuk menghadapi tantangan masa depan yang berkelanjutan, adil dan etika sosial makanan dan sistem pertanian. Pertanian organik menawarkan model yang komprehensif.
Thomas Dosch, Wakil Presiden Kelompok IFOAM Uni Eropa, yang mewakili Kelompok IFOAM Uni Eropa di Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen mengatakan bahwa pertanian harus memainkan peran dalam mitigasi perubahan iklim dan adaptasi. Tapi kita tidak boleh melupakan aspek-aspek keberlanjutan lain jika memerangi perubahan iklim.
Menurutnya, pertanian organik adalah solusi ganda. Ia memancarkan sedikit karbon seperti menggunakan lebih sedikit input dan mengikat karbon di tanah lebih tinggi, sementara memberikan hasil lebih baik dalam konservasi keanekaragaman hayati, kesejahteraan binatang dan konservasi tanah. Untuk itu praktik organik harus dipertimbangkan oleh pembuat keputusan dalam strategi mitigasi iklim. 
Hasil penelitian Soil Association yang dipublikasikan pada 26 November menunjukkan bahwa jika semua tanah pertanian Inggris diubah menjadi organik, setidaknya 3,2 juta ton karbon akan diserap oleh tanah setiap tahun - setara dengan menyerap hampir satu juta mobil off the road.
            Hasil penelitian menemukan bahwa rata-rata pertanian organik memproduksi 28 persen lebih tinggi tingkat karbon tanah dibandingkan pertanian non-organik di Eropa Utara dan 20 persen lebih tinggi untuk semua studi di negara-negara Eropa, Amerika Utara dan Australia. Di Inggris, padang rumput yang dikombinasikan dengan sistem pertanian memiliki peran penting, dan karbon tanah dapat mengimbangi emisi metan dari ternak dan domba yang diberi makan rumput.
            Ditemukan pula bahwa adopsi praktik pertanian organik secara luas di Inggris akan menyerap 23 persen emisi pertanian Inggris melalui  pengaraman karbon tanah sendiri, lebih dari dua kali lipat target dari pemerintah yang hanya 6-11 persen pada 2020. Peralihan menuju pertanian organik seluruh dunia dapat menyerap 11 persen dari total emisi gas rumah kaca. Peningkatan kandungan karbon tanah juga membuat pertanian  seluruh dunia lebih tahan terhadap iklim ekstrim seperti kekeringan dan banjir, serta menyebabkan keamanan pangan leih besar.
            Direktur Kebijakan Soil Association, Peter Melchett mengatakan bahwa perubahan iklim berarti "bisnis seperti biasa dalam pangan dan sistem pertanian kita tidak lagi menjadi pilihan untuk meminimalkan deforestasi hutan tropis dan memaksimalkan penyerapan karbon tanah kita perlu beralih ke diet sehat berdasarkan proses, musim produksi dan daging yang diberi makan rumput berlebihan daripada daging unggas dan babi intensif," katanya.

FAHMI

No comments:

Post a Comment

Instagram