BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tembakau (Nicotiana spp., L.)
adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara
dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku
rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau
cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang
menghisap bubuk tembakau melalui hidung. Tembakau mengandung zat alkaloid
nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat
ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida (http://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau,
22 April 2010).
Tembakau termasuk komoditas yang
mempunyai arti penting karena selain memberikan manfaat ekonomi, manfaat
sosialnya pun sangat dirasakan. Peran tembakau didalam perekonomian Indonesia
dapat ditunjukkan terutama oleh besarnya cukai yang disumbangkan sebagai
penerimaan negara dan banyaknya tenaga kerja yang terserap baik dalam tahap
penanaman dan pengolahan tembakau sebelum diekspor atau dibuat rokok, maupun
pada tahap pembuatan rokok. Penerimaan negara dari tembakau sangat besar yaitu
dari cukai dan setiap tahun terus meningkat pada tahun 2007 sebesar 42 trilyun,
tahun 2008 sebesar 50,2 trilyun dan tahun 2009 ditargetkan mencapai 52 trilyun
demikian juga pada periode 5 tahun terakhir devisa yang dihasilkan dari eksport
tembakau senilai US $ 100.627 (48.278 ton) (http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/tembakau,
22 April 2010). Tulisan berikut akan mengulas keragaan komoditas tembakau
Indonesia dan dunia serta proyeksi produksi dan permintaan tembakau Indonesia
di tahun-tahun mendatang.
1.2. Tujuan
1. Mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami penawaran dan permintaan terhadap produk pertanian
khususna tembakau
2. Mahasiswa bisa mengerti bagaimana cara memanfaatkan teknik penawaran an
permintaan seefisien mungkin dan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan
Luas Areal, Produktivitas Dan Produksi Tembakau Indonesia
Secara umum perkembangan luas
areal tembakau di Indonesia selama tahun 1971 - 2009 tampak berfluktuatif
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,23%(Gambar 6.1.). Total luas areal
tembakau menunjukkan peningkatan pada periode tahun 1971 - 1997 dengan laju pertumbuhan
rata-rata mencapai 4,76% per tahun. Menginjak tahun 1998 - 2009 terjadi
kecenderungan penurunan laju pertumbuhan luas areal tembakau menjadi sebesar
0,07% per tahun (Lampiran 6.1.). Terjadinya penurunan laju pertumbuhan luas
areal tembakau pada periode tahun 1990 - 2009, dikarenakan tembakau di
Indonesia hanya diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar
Negara (PBN), sementara Perkebunan Besar Swasta (PBS) tidak melakukan penanaman
sama sekali.
Gambar 6.1. Perkembangan luas
areal tembakau menurut status pengusahaannya, 1971-2009
Gambar
6.2. Kontribusi luas areal tembakau di Indonesia menurut status pengusahaan,
(rata-rata 2005-2009)
Berdasarkan status
pengusahaannya, rata-rata luas areal tembakau tahun 2005 - 2009 didominasi oleh
PR sebesar 97,43%, sisanya 2,57% PBN, sementara tidak ada PBS yang melakukan
penanaman tembakau (Gambar 6.2). Sejalan dengan perkembangan luas arealnya,
perkembangan produksi tembakau di Indonesia juga tampak berfluktuatif. Pada
periode tahun 1971 – 2009, produksi tembakau Indonesia meningkat dengan dengan
laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7,43% per tahun (Gambar 6.3). Sementara laju
pertumbuhan rata-rata pada periode tahun 1998 - 2009 mengalami sedikit
peningkatan sebesar 1,53% per tahun. Hal ini dikarenakan, tidak ada kontribusi
produksi tembakau yang berasal dari PBS pada periode tersebut. Namun demikian,
secara umum terjadi peningkatan total produksi tembakau di Indonesia dari 57,35
ribu ton pada tahun 1971 menjadi 176,94 ribu ton pada tahun 2009 (Lampiran
6.2).
Gambar 6.3. Perkembangan produksi
tembakau menurut status pengusahaan, 1971-2009
Secara
umum produksi tembakau PR pada periode tahun 2006 - 2009 didominasi oleh 4
provinsi, yaitu: Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat
(Lampiran 6.3.). Keempat provinsi tersebut memberikan kontribusi sebesar 95,22%
terhadap total produksi tembakau Indonesia. Jawa Timur memberikan kontribusi
sebesar 48,40%, Nusa Tenggara Barat 27,83%, Jawa Tengah 15,07%, Jawa Barat
3,92%, dan provinsi lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar 7,78% (Gambar
6.4).
Gambar
6.4. Kontrubusi sentra produksi tembakau PR di Indonesia, (rata-rata 2006-2009)
Berbeda dengan perkembangan luas areal dan produksinya, perkembangan
produktivitas tembakau di Indonesia selama empat tahun terakhir (2006 - 2009)
cenderung memiliki pola yang seragam sesuai dengan jenis pengusahaannya (Gambar
6.5.). Rata-rata produktivitas untuk PR dan PBN masing-masing sebesar 0,86
ton/ha dan 0,64 ton/ha (Tabel 6.1.).
Gambar
6.5. Rata-rata produktivitas tembakau Indonesia menurut status pengusahaan,
2006-2009
2.2.
Perkembangan Harga Konsumen Tembakau Di Indonesia
Secara
umum perkembangan harga tembakau di tingkat konsumen pedesaan pada periode
tahun 2000 - 2008 cenderung meningkat (Gambar 6.6.). Harga tembakau di tingkat
konsumen dimulai dengan harga Rp. 21.499,90,- per kg pada tahun 2000 dan
meningkat pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 43.768,71,- per kg. Rata-rata
laju pertumbuhan harga tembakau selama periode tahun 2000 - 2008 sebesar 9.51%
(Tabel 6.2.). Pada periode tersebut, harga tembakau di tingkat konsumen untuk
setiap provinsi cukup beragam. Harga rata-rata tingkat konsumen tembakau
tertinggi selama 5 tahun terakhir terjadi di Sumatera Utara yang mencapai Rp.
59.056,- per kg (rata-rata 2004 - 2008). Berikutnya adalah Sumatera Barat
sebesar Rp. 49.840,- per kg, dan provinsi lainnya berada pada kisaran di bawah
Rp. 40.000,- per kg (Lampiran 6.4).
Gambar
6.6. Perkembangan harga konsumen tembakau di Indonesia, 2000-2008
2.3.
Perkembangan Konsumsi Tembakau Dan Rokok Indonesia
Konsumsi
tembakau segar di Indonesia selama periode tahun 1987 - 2008 berfluktuatif
walaupun cenderung turun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,19% per tahun.
Penurunan konsumsi tembakau cukup besar terjadi pada tahun1996 bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 29,51% (Gambar 6.7). Apabila
dilihat dari besarannya, konsumsi tembakau segar per kapita relatif kecil
karena cenderung mengkonsumsi dalam bentuk rokok hasil industri. Pada tahun
2008, rata-rata konsumsi tembakau segar hanya sebesar 0,27 kg per kapita.
Gambar
6.7. Perkembangan konsumsi tembakau di Indonesia, 1987-2008
Gambar
6.8. Perkembangan konsumsi rokok di Indonesia, 1987-2008
Sementara
itu, konsumsi hasil olahan tembakau yaitu rokok dibedakan atas rokok kretek
filter, rokok kretek tanpa filter dan rokok putih. Selama periode tahun 1987 -
2008, pola konsumsi rokok kretek baik filter, tanpa filter maupun rokok putih
cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 1,97%,
1,21% dan 1,08%. Pada tahun 2008, konsumsi rokok kretek filter sebanyak
316batang per kapita, rokok kretek tanpa filter sebanyak 182 batang per kapita,
dan rokok putih sebanyak 39 batang per kapita (Gambar 6.8).
2.4 Perkembangan
Ekspor-Impor Tembakau Primer Dan Manufaktur Indonesia
Perkembangan
volume ekspor dan impor tembakau primer selama periode tahun 1996 - 2009
relatif berfluktuatif namun cenderung meningkat masing-masing sebesar 4,29% dan
6,33% per tahun. (Gambar 6.9.). Peningkatan volume ekspor tembakau primer pada
tahun 2009 sebesar 3,73%. Total volume ekspor pada tahun 1996 sebesar 33,24
ribu ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 52,14 ribu ton.
Sedangkan total volume impor pada tahun 1996 sebesar 45,06 ribu ton dan pada
tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 53,20 ribu ton. Secara umum, realisasi
ekspor tembakau primer pada periode tahun 2000 - 2009 berada di atas realisasi
impornya, yang berarti neraca perdagangan internasional tembakau mengalami
surplus.
Gambar
6.9. Perkembangan volume dan harga ekspor – impor tembakau primer, 1996-2009
Demikian pula, perkembangan harga
ekspor maupun impor dari periode tahun 1996 - 2009 juga berfluktuatif namun
mempunyai kecenderungan meningkat masing-masing dengan laju pertumbuhan
rata-rata sebesar 3,81% dan 6,28%. Namundemikian, pada periode tertentu terjadi
peningkatan volume baik ekspor maupun impor yang tidak dibarengi dengan
peningkatan harga ekspor maupun impornya (Lampiran 6.6.).
Dilihat
dari harga ekspor dan impor terlihat bahwa pada periode 1996 - 2009, harga
ekspor tembakau Indonesia jauh dibawah harga impor tembakau luar negeri. Pada
tahun 2009, harga ekspor tembakau primer Indonesia mencapai US$ 3.385 per ton,
sementara harga impornya mencapai US$ 5.455 per ton. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas tembakau primer di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan kualitas
tembakau primer yang ada di luar negeri. Perkembangan volume ekspor dan impor
tembakau manufaktur selama periode tahun 1996-2009 juga relatif berfluktuatif
dan cenderung mengalami peningkatan untuk volume ekspor dan impor dengan
rata-rata sebesar 6,72%, dan 16,67% (Gambar 6.10.). Total volume ekspor pada
tahun 1996 sebesar 28,94 ribu ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 57,97
ribu ton. Sedangkan total volume impor pada tahun 1996 sebesar 4,58 ribu ton
pada tahun 2009 juga mengalami peningkatan menjadi 10,49 ribu ton. Secara umum,
realisasi ekspor tembakau manufaktur (cerutu, sigaret, tembakau iris, blended
tobacco, tembakau dihomogenisasi, ekstrak dan essens tembakau) juga berada
diatas realisasi impornya, atau mengalami surplus neraca perdagangan.
Gambar
6.10. Perkembangan volume dan harga ekspor - impor tembakau manufaktur
1996-2009
Demikian pula, harga
impor tembakau manufaktur Indonesia pada periode tahun 1996-2009 lebih tinggi
dibandingkan dengan harga ekspornya. Hal ini menunjukkan pula bahwa kualitas
tembakau manufaktur dari luar negeri yang masuk ke Indonesia lebih bagus
dibandingkan dengan kualitas tembakau manufaktur Indonesia yang diekspor ke
luar negeri.
2.5 Perkembangan
Luas Areal Dan Produksi Tembakau Dunia
Perkembangan luas areal
tembakau dunia selama periode tahun 1961-2008 menunjukkan pola yang cukup
berfluktuatif tetapi cenderung sedikit mengalami peningkatan (Gambar 6.11.),
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,07% per tahun. Sementara, rata-rata
pertumbuhan tahun 1961-1995 meningkat sebesar 1,47% per tahun, dan selanjutnya
mengalami peningkatan sangat kecil rata-rata pertumbuhan per tahun untuk
periode 1996-2008 hanya sebesar 0,01% per tahun (Lampiran 6.8.).
Gambar
6.11. Perkembangan luas areal tembakau dunia, 1961-2008
Sementara
itu, berdasarkan data rata-rata luas areal tembakau dunia periode tahun 2004 -
2008, terdapat sepuluh negara yang memberikan kontribusi luas areal terbesar di
dunia (Lampiran 6.9). Sepuluh negara tersebut secara total memberikan
kontribusi kumulatif mendekati 85,71% terhadap total luas areal tembakau di
dunia. China memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 40,70% (atau 1,28
juta ha), Brazil sebesar 14,84%, India sebesar 11,72%, dan Indonesia berada di
urutan ke-4 dengan memberikan kontribusi sebesar 6,09%, sementara Melawi dan
Argentina masing-masing memberikan kontribusi sebesar 4,40% dan 2,72%.
Sedangkan negara-negara lainnya memberikan kontribusi rata-rata dibawah 2%
(Gambar 6.12.).
Gambar
6.12. Negara dengan luas areal tembakau terbesar di dunia, 2004 – 2008 Sejalan
dengan perkembangan luas areal tembakau dunia, perkembangan produksi tembakau
dunia juga menunjukkan pola yang berfluktuatif dan cenderung meningkat selama
periode tahun 1961-2008 (Gambar 6.13.). Rata-rata pertumbuhan produksi untuk
periode tahun tersebut adalah sebesar 2,92% per tahun. Rata-rata pertumbuhan
produksi tembakau dunia cukup besar terjadi pada periode tahun 1961 - 1995
yakni sebesar 3,16% per tahun, dan selanjutnya mengalami pertumbuhan rata-rata
per tahun yang melandai untuk periode 1996 - 2008 yakni sebesar 2,29% per tahun
(Lampiran 6.8.).
Gambar
6.13. Perkembangan produksi tembakau dunia, 1961-2008
Secara umum produksi tembakau
dunia pada periode tahun 2004 - 2008 didominasi oleh sepuluh negara yang
memberikan kontribusi kumulatif sebesar 86,61% terhadap total produksi tembakau
dunia (Lampiran 6.10.). Negara yang memberikan kontribusi terbesar yaitu China
sebesar 46,89% (atau setara dengan 2,6 juta ton), Brazil sebesar 16,03%, India
sebesar 9,65%, dan Indonesia di urutan ke-4 dengan kontribusi sebesar 2,87%.
Sementara Argentina dan Melawi masing-masing memberikan kontribusi sebesar
2,82% dan 2,15%. Sedangkan negara-negara lainnya hanya memberikan kontribusi
dibawah 2% (Gambar 6.14.).
Gambar 6.14. Sepuluh negara
produsen tembakau dunia, 2004 – 2008
2.6
Perkembangan Harga Produsen Tembakau Dunia
Berdasarkan data FAO, selama
periode tahun 1991-2007 menunjukkan bahwa rata-rata harga produsen tembakau di
dunia cukup berfluktuatif dengan pola yang cenderung meningkat dengan laju
pertumbuhan sebesar 1,55%. Pada periode tahun 1991-2002 laju pertumbuhan harga
rata-rata tembakau dunia mengalami penurunan sebesar 1,39%, namun kemudian meningkat
pesat pada periode selanjutnya (2003-2007) hingga mencapai 8,04% (Gambar
6.15.).
Gambar 6.15. Perkembangan
rata-rata harga produsen tembakau dunia, 1991-2007
2.7
Perkembangan Ekspor - Impor Tembakau Dunia
Perkembangan volume ekspor dan
impor tembakau di dunia periode 1961 - 2007 tampak berfluktuatif namun
cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 6,69%
per tahun dan 5,52% per tahun (Gambar 6.16.). Dari Gambar 6.16, terlihat bahwa
realisasi impor dunia lebih rendah dibandingkan dengan realisasi ekspor dunia.
Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak negara-negara yang tidak bisa memenuhi
kebutuhan tembakaunya dari produksi domestiknya. Pada tahun 1961, realisasi
ekspor dan impor dunia masing-masing mencapai 376 ribu ton dan 401 ribu ton,
kemudian meningkat menjadimasing-masing sebesar 5,79 juta ton dan 3,97 juta ton
pada tahun 2007. Pola perkembangan nilai ekspor dan impor tembakau seiring
dengan pola perkembangan volume ekspor dan impornya.
Gambar 6.16. Perkembangan volume
ekspor dan impor tembakau dunia, 1961-2007
Gambar 6.17. Negara pengekspor
tembakau terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)
Sementara itu, apabila dilihat
dari realisasi ekspor per negara menunjukkan bahwa Brazil merupakan negara
pengekspor tembakau terbesar di dunia sebesar 1,60 juta ton (rata-rata 2003 -
2007). Negara selanjutnya adalah Melawai, Greece dan Germany masing-masing
dengan realisasi ekspor sebesar 344 ribu ton, 313 ribu ton dan 309 ribu ton.
Sementara, realisasi ekspor tembakau negara selanjutnyayakni China, Italy,
India, Belgium, Argentina dan France hanya berkisar antara 193 ribu ton hingga
283 ribu ton (Gambar 6.17). Dari sisi impor, terlihat bahwa Germany menempati
urutan pertama sebagai negara pengimpor tembakau terbesar di dunia dengan
realisasi sebesar 991 ribu ton (rata-rata 2003 - 2007). Disusul kemudian oleh
China, Japan, Belgium dan France masing-masing sebesar 379 ribu ton, 323 ribu
ton, 286 ribu ton dan 209 ribu ton. Negara-negara berikutnya yakni Egypt,
Indonesia, Greece, Dominican R dan Italy mempunyai realisasi impor berkisar
antara 93 hingga 163 ribu ton (Gambar 6.18).
Gambar 6.18. Negara pengimpor
tembakau terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)
2.8 Proyeksi Penawaran Tembakau
2010-2012
Proyeksi penawaran tembakau
didasarkan pada proyeksi produksi tembakau. Proyeksi produksi tembakau dapat
dipengaruhi oleh banyak peubah. Berdasarkan hasil analisis fungsi respons
produksi tembakau dengan menggunakan metode analisis regresi berganda menunjukkan
bahwa produksi tembakau dipengaruhi dua peubah, yaitu luas area tembakau dan
harga ekspor tembakau tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data
diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 80,0%. Hal ini berarti 80,0%
keragaman pada produksi tembakau dapat dijelaskan oleh peubah-peubah yang
digunakan dalam model, dan hanya sebesar 20,0% dipengaruhi oleh faktor-faktor
lainnya. Koefisien dari luas area 0,959 menunjukkan bahwa jika luas area naik
(turun) sebesar 10% maka produksi tembakau akan naik (turun) sebesar 9,59%.
Begitu juga pula dengan koefisien harga ekspor riil tembakau menunjukkan hasil
yang positif sebesar 0,151, artinya bahwa apabila harga ekspor tembakau tahun
sebelumnya naik sebesar 10% akan merangsang petani untuk mengusahakan tanaman
tembakau sehingga akan meningkatkan produksi tembakau sebesar 1,51%.
Hasil proyeksi produksi tembakau
2010 - 2012 yang disajikan pada Tabel 6.4. menunjukkan bahwa pada tahun 2010,
produksi tembakau Indonesia diproyeksikan sebesar 174,42 ribu ton atau turun
sebesar 1,42% dari produksi tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2011 dan
2012, produksi tembakau Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 1,84% dan 1,80%.
2.9 Proyeksi Permintaan Tembakau
2010-2012
Secara umum, produksi tembakau
segar Indonesia lebih terserap untuk industri rokok dalam negeri. Hal ini bisa
dilihat dari kenyataan bahwa konsumsi tembakau segar Indonesia sangat kecil
yakni hanya sebesar 0,74 kg per kapita pada tahun 2009. Kemudian, berdasarkan
atas proporsi output tembakau segar yang dialokasikan untuk industri rokok
menurut Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 (BPS) adalah sebesar 75%.
Sementara sisanya yakni sebesar 25% digunakan untuk ekspor dan konsumsi
domestik. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka proyeksi permintaan
tembakau Indonesia lebih diarahkan untuk kebutuhan industri rokok dalam negeri.
2.10 Proyeksi Surplus/Defisit
Tembakau 2010-2012
Selama periode tahun 2010-2012
diproyeksikan akan terus terjadi surplus produksi tembakau primer Indonesia
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,82%. Surplus tembakau primer inilah yang
dialokasikan untuk ekspor dan konsumsi domestik, selain yang berasal dari
impornya.
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perkembangan lahan tembakau di berbagai negara
cenderung fluktuatif meningkat, ini terjadi
karena faktor para petani, permintaan tembakau, dan kebutuhan suatu
negara. Dominasi lahan tembakau terbesar di Indonesia masih berada dipegang
Provinsi Jawa Timur, karena luasnya area lahan yang tersedia. Tetapi dengan
area yang cukup luas, kualitas tembakau di Jawa Timur masih kurang, sehingga
harga pasaran tembakau di jawa timur terhitung rendah di bandingkan dengan
Provinsi Jawa Tengah, Sumatra Utara dan Nusa Tenggara Barat.
Perkembangan kebutuhan tembakau untuk rokok cenderung
meningkat, di karenakan rokok pada saat ini merupakan gaya hidup masyarakat.
Akibat kebutuhan tembakau yang semakin meningkat di Indonesia, proses ekspor –
impor pun terjadi. Tahun 2000 Indonesia melakukan impor terbesar dari negara
Brazil, namun sekarang Indonesia lebih memilih China karena harga yang di
tawarkan lebih murah dan kualitasnya tidak berbeda dengan Brazil. Sedangkan
Malaysia, Amerika, Inggris, dan beberapa negara Eropa menjadi target ekspor
terbesar tembakau – tembakau Indonesia.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan
para pembaca bisa mengetahui tentang prinsip penawaran dan permintaan ekonomi
pertanian sekaligus mengetahui bagaimana cara
mengendalikannya. Dengan begitu semua wara negara bisa berperan dalam pembangunan
perekonomian nasional lebih khusunya disektor pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih
Sri, “Ekonomi Mikro”, BPFE Yogyakarta 1999
Anonimous
.http://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau, 22 April 2010
Anonimous
http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/tembakau, 22 April 2010
Mubyarto.1987. Pengantar Ekonomi Pertanian.
Jakarta: LP3
Sastraatmadja,
Entang. 1984. Ekonomi Pertanian Indonesia. Bandung: Angkasa.
Sudarman
ari, Teori Ekonomi Mikro Buku 1, BPFE Yogyakarta. 1992
Sukirno,
Sadono. 1985. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
boleh minta Gambar 6.17. Negara pengekspor tembakau terbesar dunia, (rata-rata 2003-2007)nya ga?
ReplyDeleteGambar 6.16. Perkembangan volume ekspor dan impor tembakau dunia, 1961-2007
pokonya semua gambarnya. ko ga bisa di save yaa?
oiya makasih banyak nih kalo mau ngasih. hehe :)
ReplyDelete